PROLOG

454 24 5
                                    

Pagi yang cerah, matahari perlahan-lahan mulai memunculkan sinarnya, menerobos masuk melalui celah-celah ventilasi udara di kamar Kayla. Memaksa cewek yang masih duduk di bangku kelas IX itu membuka matanya. Dengan wajah kusut khas orang baru bangun tidur, dan mata yang hanya setengah terbuka. Kayla duduk ditepi kasurnya, sejenak mengumpulkan nyawa.

Tok Tok Tok

"Kayla bangun sayang! Di bawah ada Nathan! Udah nunggu kamu dari tadi."

Nathan?

Mata Kayla langsung membuka tanpa disuruh, seluruh nyawanya sudah kembali terkumpul dalam waktu sekejap. Mendengar nama Nathan disebut, dia buru-buru bangkit dan berlari membuka pintu kamarnya.

"Serius Ma?! Nathan udah sembuh? Dia jemput aku?!" Pertanyaan bertubi-tubi Kayla lontarkan pada mamanya saat baru saja membuka pintu dengan wajah yang masih terlihat urakan.

Dina -mamanya- geleng-geleng kepala melihat penampilan putri bungsunya sekarang. "Iya sayang," ia melipat kedua tangannya di dada. "Makanya sekarang cepet kamu siap-siap, kasian Nathan nungguin kamu."

"Siap bos!" Dengan semangat 45' yang berkobar dijiwanya, Kayla kembali menutup pintu dan bersiap-siap berangkat ke sekolah. Sementara mamanya kembali menemui Nathan.

Dilihatnya Nathan tengah berbincang dengan Rega -putra sulungnya, sekaligus kakaknya Kayla- "Kayla-nya masih siap-siap. Kamu tunggu diruang makan aja yuk, sekalian ikut sarapan bareng." Ajaknya.

"Iya Nath. Lo kalo nungguin Kayla disini bisa lumutan ntar. Tau sendiri kan? Gimana ngaretnya tuh anak?" Kata Rega menambahkan.

Nathan terkekeh geli mendengarnya. Rega benar, Kayla kalau apa-apa selalu ngaret alias lama. Akhirnya Nathan mengangguk dan ikut sarapan bersama keluarga Kayla yang lain, sebuah hal yang biasa dilakukannya, bukan karna Nathan ingin mendapat sarapan gratis, hanya saja keluarga Kayla sudah menganggap Nathan sebagai bagian dari mereka, jadi percuma kalau Nathan menolak.

Sudah beberapa hari ini, Nathan tidak pernah lagi ikut sarapan bersama keluarga Kayla karna keadaan fisiknya yang sedang memburuk. Setiap kali dirinya ikut sarapan dengan mereka, Nathan terkadang iri pada Kayla, bisa memiliki keluarga yang sempurna, hidup yang bahagia, serta semua yang tidak akan pernah mungkin didapatnya.

"Oh iya Nathan," seru Tio -papanya Kayla- membuka pembicaraan sebelum acara sarapan pagi ini dimulai. "Om denger dari Kayla, kamu sakit selama beberapa hari ini. sakit apa?"

Nathan terdiam ditanya seperti itu. Dia menatap yang lain yang juga ikut menatapnya, menanti jawaban. Dengan sedikit ragu, Nathan akhirnya membuka suara. "Cuma kecapekan aja kok, Om."

"Pagi semuanyaaaa," Pembicaraan mereka semua terhenti saat Kayla yang tiba-tiba datang dengan semangat barunya pagi ini. Cewek itu  menempati kursi kosong disamping Nathan. "Sakit apa kemaren?" Tanyanya pada Nathan to the point.

"Capek doang."

***

Tawa-tawa bahagia terdengar dari keduanya. Dari mulai Nathan yang berlari mengejar Kayla sambil mengarahkan handy-cam di tangan nya kearah Kayla. Sampai Kayla yang berusaha mati-matian menghindar tiap kali cowok jahil itu mengarahkan benda sehidup sematinya.

Nafas Kayla agak terengah sampai mereka tiba di taman belakang sekolah. Kayla menghela, diambilnya posisi duduk dengan kedua tangan yang menopang sedikit kebelakang, dan kaki yang dibiarkan berselonjor. "Perasaan akhir-akhir ini, lo suka banget ya bikin-bikin video pake handy-cam? Kenapa sih?" Kayla bertanya tanpa menoleh, seolah berbicara dengan angin.

"Emangnya kenapa? Nggak boleh?" Nathan balik bertanya dengan nada nyolot. Diaa sudah menutup handy-cam nya sedari mereka sampai di taman.

Kayla mengerucutkan bibir, fase nyebelin nya Nathan mulai keluar. "Sensi banget sih!" Rutuknya setiap kali Nathan berubah nyolot. "Kan cuma nanya."

Just A MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang