Dua

178 15 6
                                    

Bahagia itu sederhana; mensyukuri, mencintai, dan menjaga apa yang kita miliki. -unknown-

***

Sekeliling ruangan seolah berputar, ditambah rasa mual di perutnya yang masih sedikit terasa, Nathan mencoba berdiri. Semua peralatan sekolahnya sudah lengkap, begitu pula seragam, yang juga sudah melekat rapih ditubuhnya. Hanya saja, kemeja putihnya belum dia pasukan ke dalam celana, tapi tidak diperdulikannya.

Untuk yang ketiga kali, Nathan berdiri, menatap pantulan wajahnya dicermin dekat westafle. Lagi-lagi hasilnya masih sama seperti sebelumnya, tidak ada apapun yang dikeluarkannya, kecuali air. Sebelah tangan Nathan beralih mengusap wajah pucat nya. Pantulan lelah berkantung mata terlihat disana.

Setelah merasa baikan, Nathan keluar dari kamar mandi. Sebentar cowok itu melirik arlojinya, lalu berjalan meninggalkan Apartement tempatnya tinggal setelah sebelumnya, dengan asal dia sampirkan tasnya ke punggung.

Tujuan Nathan setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah selalu sama; berhenti di rumah Kayla, sarapan bersama, dan berangkat bersama Kayla. Tapi sepertinya, untuk kali ini, kebiasaan kedua harus di coreng dari daftar, kalau tidak mau memuntahkan kembali semua isi perutnya.

Tidak perlu repot-repot masuk dan menolak halus tawaran sarapan pagi ini pada keluarga Kayla, cewek itu sudah lebih dulu memunculkan batang hidungnya diteras depan rumah, memberikan senyuman khasnya seperti biasa, membuat Nathan gemas ingin memvideokan Kayla dengan handycam nya.

Nathan balas tersenyum, alihkan soal handycam, karna ini masih terlalu pagi. "Pagi, Kay." dia mengisyaratkan dengan dagunya agar Kayla cepat naik ke boncengan motornya.

"Pagi, juga Nath," balas Kayla bersamaan dengan kakinya yang membantu untuk naik ke boncengan motor Nathan. "yuk, berangkat." Kebiasaan, Kayla selalu menepuk bahu Nathan saat dia sudah duduk manis di boncengan.

"Berasa kayak tukang ojek ya?" Sindir Nathan tak lupa kekehan gelinya.

Kayla ikut terkekeh. "Emang tukang ojek." Katanya enteng.

Bukan Nathan namanya kalau tidak membalas ledekan Kayla. Cowok itu tersenyum jahil, lalu tangan kanannya mulai bersiap untuk menambah kecepatan dengan memutar gasnyal lebih dalam. Membuat Kayla yang hanya berpegangan pada ujung kemeja Nathan, hampir saja terjengkang, dan berpekik. "Nathan!"

Nathan tertawa geli mendapati reaksi Kayla yang selalu seperti itu. Tapi juga tidak berucap apapun.

"Nggak lucu!"

Nathan masih saja tertawa mendengar Kayla mengumpat kesal padanya. "Iya-iya ... sori deh, nggak lagi-lagi." ucapnya mengangkat tangan kirinya ke udara, dua jari membentuk huruf V.

Awalnya Kayla hanya diam, tangannya masih erat memeluk pinggang Nathan, tapi kemudian cepat-cepat ia beralih berpegangan pada bahu cowok itu. "Mm--hmm."

Diam-diam Nathan tersenyum, Kayla kecil-nya sudah mulai menjelma menjadi Kayla remaja yang tidak lagi suka merajuk padanya.

***

"Piket ya?" tanya Nathan menatap Kayla saat baru saja tiba didepan pintu kelas yang masih satu terbuka.

Kayla mengangguk, namun kedua alisnya mengisyaratkan pertanyaan 'kenapa'

"Biasa." Nathan mengendikkan bahunya.

"Iya ya!" Pekik Kayla tidak terlalu keras, tatapannya pada Nathan berubah menjadi tatapan menyesal. "Ini hari selasa?"

Nathan menaikan kedua alisnya dan mengangguk, tapi sedetik kemudian cowok itu mengibaskan tangannya. "Yaudah, lo piket aja deh. Gue sendiri nggak masalah, kok."

Just A MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang