7. Maaf

1.5K 87 5
                                    

Biru masih terus memandangi ibunya yang saat ini terbaring lemah. Rasanya seperti kehilangan separuh nyawanya. Apalagi ketika dokter memberitahu tentang kondisi ibunya. Ibu biru didiagnosa penyakit kanker hati, sudah lama dan dari hasil lab sekarang sudah mencapai stadium 3. Ada rasa kesal ketika tahu bahwa ibunya menyembunyikan semua ini darinya.

Suara decitan pintu ruangan terbuka membuat biru menoleh kearah sumber suara, diambang pintu sudah berdiri satu orang yang terus menemaninya dari semalam. Sebenarnya bukan dia yang biru inginkan saat ini, melainkan bagas tapi biru bisa apa. Biru tidak bisa memaksakan kehendaknya, bagas juga memiliki kehidupannya sendiri.

" Bi...makan dulu ya" aji berjalan kearah biru sambil menenteng sebuah plastik berisikan nasi goreng.

Tidak ada jawaban dari biru, dia hanya diam saja. Aji-pun memutuskan untuk menarik kursi dan duduk tepat disamping biru. Dibukanya bungkus nasi itu lalu ia sendokkan nasi dan tak lupa telur dadarnya.

" Biru harus makan, nanti sakit" masih dengan posisi yang sama tangan aji memegang sendok yang berisikan nasi goreng.

Biru menggeleng pelan dan mendorong tangan aji pelan, biru sudah kehilangan selera makannya sejak tadi malam. Rasanya tanpa makan pun perut biru masih terasa kenyang akibat semua permasalahan yang terus membombardir dirinya.

" Jangan egois, kalo lo masih mau terus jagain nyokap lo. Lo harus makan, kalo lo lemes terus sakit. Siapa lagi yang jaga nyokap lo bi"

" Nyokap gue juga gak makan, otomatis gue juga gak mau makan"

" Nyokap lo itu diinfus, asupan makanannya dari situ. Please bi, jangan bikin gue khawatir" tampak keresahan dari sorot mata aji, sakit sekali rasanya saat melihat orang yang dia sayang harus mengalami hal ini.

" Kenapa gue ji, kenapa harus gue yang mengalami ini? Gue capek pura-pura kuat didepan orang" pertahanan biru hari ini kembali runtuh, lagi-lagi dia menangis.

Melihat biru kembali menangis, aji langsung merengkuh tubuh rapuh biru. Sudah lama sekali dia ingin memeluk biru, hanya saja aji terlalu takut untuk melakukan hal tersebut. Maka dari itu, saat dia melihat bagas mampu membuat biru tersenyum dia memilih mundur.

" Allah lagi kasi lo ujian, dia mau liat seberapa sabarnya elo hadapin semua ini bi"

" Tapi gak adil ji, selalu gue. Ayah sama aray ninggalin gue sama ibuk, ibuk sekarang sakit gak sadar-sadar dan bagas...dia ninggalin gue sendiri disini" tangisan biru semakin pecah saat memikirkan semua itu, dipeluknya erat tubuh kekar aji. Baju kaos aji pun sudah basah karena air mata biru.

Aji melepaskan pelukan dan langsung menangkup wajah biru. Dihapusnya air mata biru dipipi, matanya semakin sembab akibat menangis semalaman. Hanya aji yang melihat itu, sementara aray dia memilih undur diri karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan.

" Hey...lo gak sendiri. Ada gue yang bakalan terus nemenin elo bi"

" Dulu bagas juga pernah janji kayak gitu, tapi gak ada buktinya. Dia gak ada sekarang"

" Gue beda, gue bukan bagas"

" Gue gak percaya sama ucapan seseorang lagi"

" Kita bikin tanda tangan kontrak perjanjian tertulis, jadi kalo gue lupa lo harus langsung ingetin pake itu, gimana?"

Aji mengambil tisu yang ada didalam plastik bungkus makan yang dibelinya tadi, lalu diambilnya pulpen yang berada dinakas. Setelah menuliskan perjanjian yang berisikan :

Untuk biru,

Gue, aji. Gak bakalan ninggalin biru dalam keadaan apapun. Setiap biru butuhin gue, gue bakalan selalu sigap. Gue adalah orang yang gak akan pernah bikin biru nangis. Dan gue adalah orang yang akan bikin biru terus tertawa tanpa beban.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang