"Tak bisakah kah kalian mendengarkan alasannya sebelum mengambil keputusan"Tok..., tok...,"Dengan ini kami putuskan bahwa tahanan dengan no 204, dinyatakan bersalah!. Berdasarkan tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh tersangka, Dengan ini kami putuskan akan menjatuhkan hukuman selama 15 tahun penjara atau denda Rp. 150.000.00- Tok..., tok...tok" .
Keputuskan hakim sudah diputuskan, tak ada pembelaan oleh pengacara, tak ada belas kasih oleh warga, mereka tak peduli dengan seorang bapak yang memiliki seorang anak kecil yang masih berumur 7 tahun yang tinggal sendiri.
Semuannya seakan direncanakan, dimanakah hati mereka dimana rasa belas kasih mereka? Sungguh ironis tak ada sanak famili yang mau menampung gadis kecil itu mereka terlanjur malu dengan perbuatan bapak gadis itu, begitu pun dengan warga yang hanya menganggap tangisan gadis kecil itu hanya angin, mereka tak peduli dengan raungan tangis anak itu yang menyayat hati, Bahkan mereka tega memasukkan Elis kedalam panti asuhan.
Hari berganti hari tubuh Ringkik itu terlihat dipojok ruangan sel gelab, badan terkulai lemah tak berdaya, mata sayu, gurat-gurat wajah khawatir. sosok bapak itu selalu memikirkan nasib putri nya hingga membuat kondisi bapak itu memburuk, sakit yang di alaminya semakin parah. Tidak ada medis yang menangani bapak itu.
“E..lis..Elis..” bibir kering itu tidak henti-hentinya mengumamkan nama anak semata wayangnya. Mata meneteskan air mata, sungguh lirih siapapun yang mendengarkannya akan merasakan kesedihan hanya dengan melihatnya. Memori kenangan bersama malaikat kecilnya selalu berputar di memori ingatannya.
***
"Mari kita semua mendoakan ketenangan almarhumah . Maaf kan atas dosa-dosa yang telah di perbuat oleh almarhum selama didunia dan semoga amalan ibadahnya diterima disisi Nya, amin..amin…" pak uztad mendoakan proses pemakaman.Elis melihat gundukan tanah dengan nanar, tidak ada lagi air mata yang keluar semuannya seakan telah terkuras habis karena sedari tadi menangis.
Elis mengepalkan tangan nya menahan gejolak amarah, benci dan sedih, banyak orang-orang menyuruhnya untuk bersabar. Tapi, Elis tidak peduli dengan ucapan mereka, bagi Elis ucapan mereka hanya bualan belakang Elis benci dengan mereka, jika bukan ulah mereka Elis tidak akan kehilangan satu-satunya keluarga yang miliki.
Elis benci dengan dirinya jika Elis tidak meminta seragam baru ayahnya tidak akan mencuri, Elis benci-benci dengan semua ini.
"Ayah maaf...." Hanya itu, yang keluar dari bibir kecil Elis. Isakkan tangis yang lolos dari bibirnya tidak mampu ia tahan, Begitu besar gejolak amarah yang memburu di dadanya, sesak di dada begitu sakit, buliran air mata itu kini semakin deras.
"Ayah... jangan tinggalkan Elis sendiri". Elis mencengkram gundukan tanah itu.--- 15 tahun---
Kini Elis telah beranjak dewasa, Elis tumbuh dengan sikap yang tertutup, dingin. Tidak ada lagi senyum yang terukir di bibir nya. Bagi Elis, senyum Elis sudah lama mati bersama dengan jasad sang ayah. Tidak ada lagi Elis yang ceria, kini hanya ada Elis pendiam dan dingin.
Saat ini Elis tengah mengenyam pendidikan di salah satu Universitas Swasta.
Elis selama ini tinggal dengan keluarga angkatnya, walaupun mereka baik dan menyayangi Elis seperti anak kandungnya, Elis tetap tidak merasakan kebahagiaan saat bersama ayah kandungnya. tetapi meskipun begitu, Elis tetap menghormati orang tua angkatnya dan menyayangi mereka.
Dentingan sendok yang terbentur dengan piring menjadi tanda adanya rutinitas di meja makan
"Elis... ayah nanti ke kantor kamu mau bareng ayah ke kampus apa, berangkat sendiri?" Sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
"Aku berangkat sendiri" ucap Elis dengan wajah datarnya.
"Oh... oke, ma, lis ayah berangkat dulu ya " Mencium kening Elis dan istrinya bergantian, mama angkat Elis beranjak untuk mengantar suaminya ke depan pintu.
Elis tetap ditempat memakan sarapannya dengan tenang, tak selang beberapa lama Elis selesai dengan sarapannya kemudian dia beranjak dari kursi mengikuti sang ayah "Aku berangkat" sambil mencium tangan mama angkat nya.
" Oke, sayang hati-hati ya, nanti setelah selesai kerja langsung pulang sebelum makan malam" mengelus kepala Elis
Hanya anggukan yang di berikan Elis sebagai jawabannya.
Selama ini Elis kuliah dengan biaya sendiri dengan menjadi pelayan di suatu restoran, bukan karena ayah angkat Elis tidak mau membiayai kuliah Elis, Elis yang menginginkan ayahnya yang tidak membiayakannya.
Ketika ayah angkat dan ibunnya menanyakan alasannya dia menjawab karena ingin hidup mandiri, oleh karena itu ayah dan ibunya tidak memaksakan kehendak Elis.
***Kampus***
Elis datang 5 menit sebelum Jam mata kuliah dimulai.
Elis berjalan di koridor Kampus dengan ekspresi datar, Tidak ada teman-temannya mengangap pusing Perilaku Elis.
Saat di kelas Elis melihat seorang laki-laki duduk di bangku yang biasa dia tempati, hampir seluruh gadis-gadis kelasnya yang mengerumuni laki-laki itu, mereka tertawa gembira. Elis tidak ambil pusing dengan urusan meja.
Tampa sengaja tatapan mata laki-laki menangkap sosok Elis yang berdiri di ambang pintu dan kemudia Elis kembali keluar ke kelas.
Tak selang berapa lama Elis kembali ke kelas dengan membawa bangku lain yang dia ambil dari gudang.
Karena bunyi decitan meja yang diseret, semua tatapan memperhatikan Elis, tapi Elis tidak peduli dengan acuh dia terus menyeret kursi itu dan meletakanya di barisan paling belakang.
Semua siswa kembali sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing.
Cuma hanya pria itu yang terus memperhatikan Elis."Pagi... saudara-saudara" ucap seorang Dosen mereka yang bernama bu Ema
"Pagi..bu" serempak dari Mahasiswa, selang pelajaran Matakuliah berjalan dengan tenang. Tak terasa telah 3 jam telah usai.
Kini hanya menunggu pergantian jam mata kuliah, banyak anak-anak kelas itu memanfaatkan waktu luang untuk bercanda dengan teman-temannya, bahkan ada yang tengah mendengarkan music. Sedankan untuk Elis pasti menghabiskan waktu luangnya dengan tidur di meja nya.
Ketika akan memejam kan mata, Elis merasa terganggu dengan kebisingan yang disebabkan para perempuan karena ingin mengajak berkenalan dengan pria baru yang memiliki wajah tampan dan senyum menawan.
Elis menyumbat telinganya dengan handset untuk merendam suara bising, dan kembali memejankan matanya tapi selang beberapa menit Elis merasa terusik karena merasa ada yang memperhatikan.
Saat membuka mata, benar saja Elis melihat pria itu dihadapanya, tengah tersenyum manis. Elis hanya mengeryit kan alisnya tanda tidak mengerti.
"Hai, kamu Elis kan?, perkenalkan aku Jozi" Elis tidak berminat membalas jabatan tangan Jozi, hanya memandang ulur tangan itu, kemudian kembali menatab Jozi.
Melihat reaksi yang di berikan oleh Elis Jozi menuruni kembali tangannya,
" Kenapa..kenapa... kamu tak mau menjabat tangan ku?”Jozi memperhatikan telapak tangannya, “Tenang saja tidak kotor kok!,” dia memperlihatkan ke hadapan Elis sambil membolak balikkan telapak tangannya “Lihat bersihkan”
“Oh... aku tau!” sambil memperbaiki posisinya lebih menghadap dengan Elis
“ Maaf ya, tadi aku menduduki kursi mu, aku kira kursi itu tak ada yang menempati, habis kata mereka tidak ada yang punya" sambil menunjuk teman2 wanita sekelasnya yang tengah tersenyum ke jozi, Jozi membalas senyuman mereka.
"Ma-" terhenti ketika Elis beranjak dari tempatnya dan meninggal kan Jozi. melihat hal itu cuma hanya bisa melongo menatap kepergian Elis dari kelas.
Jozi menyeringai sambil menangguk-anggukan kepalannya 'menarik!' guma Jozi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari di musim dingin
Romanceseorang gadis lugu, yang harus mengalami siksaan batin dan fisik, sering mengalami bully an dari teman dan orang-orang yang, mengubah dirinya menjadi seorang gadis yang tertutup dan dingin.