Diantara Kita

14 4 0
                                    

Lima tahun yang lalu....

Caca berdiri di ambang pagar pembatas lantai dua sekolahnya. Dari sana ia dapat melihat siswa-siswi SMP Nusantara berlarian untuk berteduh menghindari hujan yang turun. Caca berdiri tegak, lalu menengadahkan tangannya untuk bisa merasakan dinginnya air hujan. Di tangannya air itu terasa basah dan dingin, tapi menyenangkan.

Surabaya hari ini di guyur hujan cukup lama, sejak pagi buta hujan membasahi tanah Surabaya. Hingga pukul 12 siang pun air hujan tetap tidak mau beristirahat. Awan hitam masih tampak di atas, tapi beruntung petir tidak ikut serta dalam hujan kali ini.

Suasana dingin dan lembab memeluk tubuh Caca hingga membuatnya mengeratkan jaket.

"Mau ke kantin?" Tanya seorang cowok yang tiba-tiba hadir dan berdiri di samping Caca.

Caca terkekeh ketika mendengar suara yang tidak asing baginya itu. Ia mendongakkan kepala ke samping dan mendapati Aldo berdiri di sana. "Nanti saja" tolak Caca

"Menurut legenda, jika hujan turun tanpa henti seperti sekarang, tandanya ada bidadari cantik yang sedang berduka" kaya Aldo sambil menatap hujan.

"Aku juga pernah dengar legenda itu" jawab Caca tanpa mengalihkan pandangannya dari hujan. "Tapi setelah aku beranjak dewasa, aku berpikir kenapa bidadari itu bisa bersedih? Bukankah bidadari selalu tersenyum karena dunianya sangat menyenangkan?"

Aldo terdiam mendengarkannya. Ia menghembuskan napas perlahan, lalu tangannya menengadah hingga air hujan membasahinya. "Aku tidak pernah berpikir sejauh itu. Yang aku tau, semua makhluk hidup pasti mengalami masa-masa sulit hingga membuatnya bersedih." Aldo berhenti sebentar untuk mengambil napas. "Sekalipun ia berada di dunia yang sangat menyenangkan" lanjutnya, dan menarik tangannya yang telah basah terguyur air hujan.

"Bersedih meskipun dunianya menyenangkan..." gumam Caca kepada diri sendiri, tapi masih terdengar oleh Aldo. Ada senyuman yang mengembang di wajahnya, lalu ia mengembuskan napas perlahan seakan membuang beban yang ada.

Aldo menatap Caca setelah mendengar hal itu. Caca yang di kenal nya bertubuh tinggi, berkulit putih, bermata hazel, mempunyai senyum yang manis, dan aura yang selalu berhasil membuat orang di sekitarnya nyaman akan keberadaannya. Diam-diam ia selalu menikmati senyuman Caca, senyuman yang mampu membuatnya merasa nyaman selama ini. Buru-buru ia menggelengkan kepala, mencoba meruntuhkan perasaan tak wajar yang mulai hinggap dengan perlahan.

Keduanya terdiam dan larut dalam kedamaian yang di bawa hujan. Mereka sangat menyukai hujan. Caca masih ingat ketika masih kecil, ia, Aldo, dan Boni-kakaknya- sering bermain hujan-hujanan sampai tubuh mereka menggigil dan berakhir pada omelan orang tua mereka.

Masih lekat dalam benaknya cerita indah itu. Cerita yang selalu membuat tawa bahagia tak bisa berhenti. Tapi cerita itu hanya ada pada masa kecil, dan sekarang mereka tidak bisa mengulang masa itu lagi karena semuanya telah berbeda.

Bel masuk kelas terdengar ke seluruh penjuru sekolah. Para siswa pun berbondong-bondong memasuki kelas untuk kembali mendapatkan ilmu. Waktu berjalan sangat lambat hingga jam menunjukkan pukul 2 siang. Dering bel pulang telah terdengar dan itulah saatnya para siswa pulang ke rumah
----------***----------
Caca sedang duduk di bangku depan kelas yang ada di lantai dasar. Cuaca siang ini sudah mulai cerah, berbeda sekali dengan beberapa jam yang lalu. Senyum Caca terukir ketika menatap orang-orang di hadapannya. Di lapangan tidak jauh dari tempatnya duduk, para siswa-siswi calon pengurus OSIS sedang berlatih untuk acara pelantikan walaupun kondisi lapangan becek akibat hujan tadi pagi.

Di antara mereka ada Aldo dan juga Risma, sahabat-sahabatnya. Melihat Risma yang antusias dengan setiap instruksi dari pembina OSIS, sedangkan Aldo berdiri sambil mendengarkan dengan setengah hati membuat Caca tersenyum geli.

Tiga puluh menit yang lalu, Caca sudah menelpon daddy untuk menjemputnya, tapi sampai sekarang masih bertahun datang juga. Daddy selalu mengantar-jemput Caca setiap hari. Walau sesibuk apapun, daddy tidak pernah membiarkan Caca pulang-pergi sendirian. Daddy sangat over dalam menjaga Caca. Meski kadang risi dengan semua perhatian daddy, Caca paham itu semua wujud kasih sayang daddy kepadanya.

"Latihannya di istirahatin dulu, kasihan anak-anak udah pada kecapeakann" jawab Ian sambil mengedarkan pandangan ke arah lapangan sekolah, tempat anak-anak OSIS sedang latihan.

"Tuh kan, semua pada bubar" lanjutnya, dan beberapa detik setelahnya, Risma dan Aldo berlarian ke arah Caca dan juga Ian

"Masih nunggu daddy kamu?" Tanya Aldo kepada Caca

Caca mengangguk pelan. "Gimana latihannya? Seru?" Tanya Caca kepada Aldo dan Risma.

"Banget" jawab Risma riang

"Apanya?" Tukas Aldo sewot dan mendengus secara berlebihan. "Yang ada panas!"

"Itu kan menurut kamu. Kalau menurut aku seru, nggak salah dong" ucap Risma yang tidak kalah sewotnya dari Aldo.

"Makanya, buka mata hati biar bisa ngelihat mana yang seru dan mana yang enggak!" Jawab Aldo sewot

"Mata hati? Emang kamu kira lagi ada adegan yang tragis apa?" Balas Risma

"Iya, kejadian sewaktu otak kamu rada-rada...." ujar Aldo menggantung, sambil membuat angka dua pada kedua tangannya dan menggerak-gerakkan tepat di kepalanya.

Dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang