Eleven

32 2 0
                                    

D-DAY

[four hours earlier]

Tok..tok..tok..

"Masuk."

"Selamat pagi, Ms. Karlie. Aku ingin kau bersiap, karna Mr. Eric akan mengajakmu kesuatu tempat."

"Kemana?"

"Aku tidak tahu kemana, yang jelas aku ingin kau bersiap dalam 1 jam. Ini pakaian untukmu dan sarapan, lekas bersihkan tubuhmu dan aku akan kembali 1 jam lagi."

"Baiklah." Setelah Carrel keluar aku langsung membersihkan tubuhku secepat mungkin.

Aku melihat pantulan diriku di cermin, sekujur tubuhku dipenuhin dengan luka lebam. Aku duduk di closet toilet dan memijat pelan kedua kakiku.

 Aku duduk di closet toilet dan memijat pelan kedua kakiku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rasa nyeri di sekujur tubuhku. Meskipun Courtney udah memberiku obat penghilang rasa nyeri dan lotion penghilang bekas lebam, tapi aku rasa ini memerlukan waktu yang lama untuk menghilangkannya.

Selama aku disini yang entah dimana, aku belum bertemu dengan Eric. Bahkan Eric tidak menunjukkan batang hidungnya, baguslah, aku juga tidak akan mencarinya. Aku sudah sedikit mengulik informasi dari Carrel maupun Courtney. Mereka bilang aku masih berada di Amerika, namun mereka samasekali tidak menyebutkan secara spesifik dimana aku.

Tok..tok..

"Nona Karlie, is everything alright?"

"Yes," Aku melihat bekas suntikan di kedua lenganku dan sedikit membiru. Hampir setiap malam aku disuntikkan cairan, —aku tidak tahu cairan apa itu, yang jelas cairan itu membuatku seperti orang tidak berdaya. Membuatku tidak bisa melawan semua orang yang berperilaku seenaknya padaku.

Setiap 3 kali sehari Courtney memberiku pil secara paksa, awalnya tidak namun karena pil tersebut membuatku tidak berdaya, aku mencoba untuk menolak, tapi apa yang terjadi? Satu pukulan mendarat di pipiku. Dan pukulan itu dilakukan oleh salah satu bodyguard Eric, lalu berujung suntikan cairan di lenganku itu. Aku merasa seperti tidak punya tenaga sedikitpun untuk melawan Eric dan orang-orang suruhannya itu. Bahkan Courtney dan Carrel yang awalnya baik padaku, menjadi lebih dingin sekarang. Mereka kerap memaksaku menelan banyak pil dan menyuntik paksa tubuhku.

Aku rasa lotion yang diberikan Carrel padaku tidak bereaksi dengan baik. Aku masih bisa merasakan sakit disekujur tubuhku setiap malam. Rasa sakitnya tidak pernah hilang. Aku yakin Carrel bohong padaku mengenai lotion ini.

Aku langsung membersihkan tubuhku di bathtub dengan sabun cair yang sudah di sediakan. Aku masih merasakan tubuhku sangat lemas, bahkan aku tidak dapat menjangkau kakiku dengan kedua tanganku.

"Nona Karlie? Aku beri kau 5 menit lagi." Sekarang suara perempuan terdengar, itu pasti suara Courtney.

"Ya." Aku beranjak perlahan dari bathtub dan melilitkan handuk pada tubuhku.

"Ini bajumu," Courtney memberiku sebuah dress berwarna pastel polos. "Setelah selesai, aku akan menata rambutmu."

Aku hanya mengangguk, lalu Courtney mulai membantuku berpakaian. Mungkin dia tahu aku tidak punya tenaga yang cukup untuk sekedar memakai baju, namun begitulah kenyataannya. "Oh ya, barang-barangmu sudah aku kemas di dalam koper, kau akan berpergian jauh dari sini. Aku harap kau tidak membuat onar." Katanya dengan nada yang cukup di tekankan pada kata onar.

Aku melihat pantulan diriku di kaca, aku sudah seperti mayat berjalan. Wajahku pucat pasi, kantung mataku mulai terlihat dan bekas luka di jari-jariku yang tak kunjung hilang. "Aku akan memoles wajahmu dengan sedikit make up, aku tidak mau orang-orang nanti melihatmu seperti mayat berjalan."

Oh, sepertinya Courtney menyadari aku seperti mayat hidup.

Aku hanya mengangguk.

***
Aku dibawa oleh para bodyguard Eric ke dalam mobil van besar berwarna hitam dope. Di dalamnya sudah ada Eric yang sedang memandangi tablet miliknya.

Aku tidak berniat menyapanya. Aku duduk dikursi paling belakang bersama dengan Courtney duduk di sampingku.

"Karlie, kau tidak menyapa ayahmu?"

Aku hanya diam. Tidak, aku tidak ingin menyapanya.

"Karlie!" Courtney menatapku dengan intens.

Tidak, aku tidak bergeming.

"Courtney, tidak apa. Saat ia mengetahui semuanya, ia akan tunduk padaku." Terlihat senyuman miris di bibir Eric.

Oh, aku tidak perduli.

Setelah hampir 2jam diperjalanan aku tidak bisa sekalipun menutup mataku. Aku terlalu penasaran kemana aku akan dibawa pergi. Tentu saja aku tidak menanyakan hal tersebut pada Courtney, apalagi Eric.

Perutku lapar. Sudah memasuki jam makan siang, aku rasa, namun mereka belum ingin memberhentikan mobil ini ketempat peristirahatan. Tentu saja, aku terlihat gelisah.

"Lapar?" Tanya Courtney padaku.

Aku hanya mengangguk kecil. Courtney mengambil tempat makan berukuran sedang dan memberikannya kepadaku.

Brokoli steam, mashed potato, dam scrambled egg. Ya, memang, Courtney pasti sudah menduga aku akan lapar selama perjalanan.

Tanpa ragu, aku langsung melahap semua makanan yang diberikan pada Courtney. Courtney menyiapkan air herbal untukku dan ia letakan di kulkas penghangat. Ohiya, apa aku lupa beritahu bahwa aku memakai pakaian serba panjang? Alias menutupi seluruh tubuhku? Courtney memberikanku long dress polos berwarna putih, sepatu pantopel, dan sarung tangan. Aku seperti gadis di tahun 80an. Tentu saja itu Courtney lakukan agar orang-orang tidak menatapku curiga saat mereka melihat tubuhku yang penuh lebam. Courtney juga mengepang rapih rambutku seperti anak desa, dan aku tidak tahu apa tujuannya.

Setelah selesai makan, Courtney langsung memberikanku minuman herbal tersebut. Dan tidak sampai 5 menit mataku sudah berat dan semuanya menjadi gelap.


+Broken+

since i'm busy with this semester, i do sorry because for this lately update huhu

but still thank you for those who read this story. i hope you enjoy when reading this. please, please wait patiently, so many things i haven't tell on this story and this story will be end at part 20 or 25. [idk either]

if you don't mind please vote or comment for your feedback, it will made my day!


still, thank you.

-nabil

Broken | l.pWhere stories live. Discover now