Taka's POV
Beep! Beep! Beep!
Aku mendengar suara semacam itu lagi, kali ini diikuti dengan suara berat nafasku yang mengerikan. Perlahan-lahan aku membuka mataku yang mungkin sudah lama terpejam. Aku pun merasakan nyeri yang luar biasa disekujur tubuhku yang masih terkulai lemas, bahkan aku tidak bisa menggerakkan tanganku. Mungkin aku sedang bermimpi, namun setelah aku ingat jika tidak ada rasa sakit dalam mimpi, aku tahu ini bukanlah mimpi.
Aku melihat disekelilingku, ruangan yang familiar dengan bermacam-macam alat yang membuatku ngeri. Ruangan ini pun hanya diterangi lampu yang tidak terlalu terang. Tubuhku dipenuhi dengan kabel, jarum dan selang, bahkan kini aku menggunakan BiPAP untuk bernafas. Astaga, ternyata segalanya telah memburuk.
Aku mendengar suara ayahku meskipun samar-samar. Suara itu terdengar dari luar sana. Aku ingin memanggilnya, namun suaraku tercekat. Tidak mungkin, aku kesulitan untuk berbicara.
"A-yah..." suaraku nyaris tidak terdengar bahkan olehku sendiri. Aku mencoba memanggil ayahku, dan rasanya sulit sekali. Air mataku tidak bisa aku bendung lagi ketika menahan semua ini, aku membiarkannya menetes.
Aku pasrah, dan mulai memejamkan mataku. Kini aku mendengar langkah kaki seseorang yang semakin mendekatiku. Aku harap itu langkah kaki milik ayahku, bukan malaikat maut.
"Kau sudah sadar, nak?" Syukurlah, ternyata itu benar ayahku.
Aku yang masih kesulitan berbicara hanya mencoba membuka mulutku untuk mencoba menyampaikan sesuatu padanya.
"Ayah," dan sesuatu itu mulai terasa lebih berat bagiku, "Ibu dimana?"
"Sabar ya, nak. Aku masih mencoba untuk menghubunginya," Ternyata ayah mendengarku. Ia pun menggenggam tanganku dan membelai rambutku. "Kau pasti akan sembuh, nak! Ayah berjanji," Kata-katanya yang terdengar mantap itu malah membuatku merasa bahwa itu semua tidak mungkin karena aku melihat air matanya mengalir deras. Aku pun hanya bisa mencoba untuk tersenyum meskipun berat.
Disaat seperti ini, aku hanya ingin ibu berada disisiku. Biasanya, dia akan menceritakan banyak hal yang membuatku lupa jika aku sedang sakit. Ia pasti akan menceritakan petualangannya ketika masih muda dulu hingga menyanyikan lagu pengantar tidur untukku. Suaranya yang merdu membuatku keluar dari buruknya rasa sakit.
"Ayah... dimana yang lainnya?"
"Teman-temanmu akan kesini sepulang sekolah, dan adik-adikmu mungkin juga sama."
Aku terdiam sejenak setelah berbicara dengan ayahku. Kali ini perasaanku sangat berat, bagaikan aku tidak memiliki banyak waktu lagi. Jika ayahku masih berusaha supaya aku sembuh, sepertinya sudah tidak mungkin. Aku bisa melihat bahwa sebentar lagi segalanya berakhir, entah hari ini atau mungkin beberapa hari lagi. Aku yang merasakan semuanya, bukan siapapun.
Sebenarnya aku masih ingin hidup lebih lama lagi, merasakan segalanya, mencoba apapun, hingga memperbaiki keadaan yang sekarang terjadi. Kurasa hidup ini terlalu kacau untuk kutinggalkan. Aku ingin, ketika aku pergi nanti, kehidupan ini tidak kacau lagi. Aku ingin orang tuaku kembali bersama, dan aku juga ingin sahabat-sahabatku kembali seperti dulu.
Namun memang berat ketika aku menyadari bahwa semua itu tidak mungkin. Sembuh? Sepertinya itu hanya mimpi siang bolong. Orang tuaku kembali bersama dan keluargaku utuh? Ah! Aku tahu sekali bagaimana cara mereka berpisah. Cara dimana tidak ada lagi hal yang sanggup menyatukan mereka kembali. Sahabat-sahabatku? Mereka terlalu kecewa denganku. Aku tahu kalau semuanya adalah salahku. Karena aku, mereka semua terpecah. Karena aku, rencana mereka gagal. Aku memang jahat. Mungkin dalam lubuk hatiku, aku menginginkan agar semua orang sama hancurnya seperti aku. Aku yang tiba-tiba jatuh sakit dan menderita itu tidak mau menderita sendirian. Tapi itu harusnya bukan keinginanku. Aku tidak mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lullaby (a One Ok Rock Fanfiction)
FanfictionAku hanya ingin tidur. Tidur, dan melupakan rasa sakit ini.