Cinta itu adalah ....

14.2K 1K 164
                                    

_

Satu minggu pasca peristiwa pemukulan ketua Geng Rags oleh Tarissa. Tidak ada upaya balas dendam oleh mereka. Hidup Tarissa masih aman dan nyaman.  Kalau menurut Rani itu karena pentolan Geng Rags tengah disibukkan oleh lomba robotic di salah satu universitas teknik. Jeffin dan Rado adalah perwakilan yang diutus sekolah. Atau kalau menurut Dhyara, mungkin karena Geng Rags sudah taubat dan berhenti mengganggu Tarissa. Nah, kalau yang ini adalah harapan terdalam Tarissa. Geng Rags berhenti mengganggunya karena sudah taubat.

Kondisi Sofi pun sudah kembali ceria. Hanya dua hari Sofi tampak murung, shock dengan perlakuan geng Rags. Keisengan Geng Rags sebenarnya ditujukan pada Tarissa, secara kebetulan malah sofi yang ketiban sialnya. Dan geng Rags pun tak menyangka sampai bisa seperti itu.
Sofi terjatuh dengan pakaiannya yang tersingkap. Memperlihatkan sedikit kakinya. Hanya sedikit, tapi bagi muslimah itu adalah aurat yang harus dijaga dari pandangan laki-laki yang bukan mahrom. Kalau ingat peristiwa itu Tarissa sangat geram. Bogem bagi ketua geng mereka sebenarnya belum cukup. Tapi setidaknya semoga mereka berpikir untuk tidak lagi melakukan keisengan seperti itu.

Berbicara tentang kemungkinan balas dendam Geng Rags yang suka semau gue, segala kemungkinan bisa terjadi. Kalau menurut Sofi, bisa jadi karena Geng Rags tengah menyusun strategi untuk pembalasan dendam yang lebih besar. Tarissa bergidik dan enggan membayangkannya. Tarissa hanya selalu menyiapkan mental akan kemungkinan buruk yang mungkin terjadi.

Seperti pagi ini, Tarissa menuruni angkot dengan level siaga satu. Pak Saef yang harus mengantar pesanan catering mamanya, tak bisa mengantar Tarissa sehingga Tarissa harus berangkat naik angkot. Tak masalah bagi Tarissa dia sudah terbiasa naik angkot. Tidak mentang-mentang memiliki supir keluarga, Tarissa menjadi manja.

Tarissa menengok ke kanan dan ke kiri setelah turun dari angkot. Dikuatkannya pegangannya pada tali tas selempangnya. Lalu dibenahinya khimarnya, merapikan posisinya. Tarissa lega, masih pagi belum ada siapa-siapa.

Baru lima langkah berjalan dihadapannya sebuah motor berhenti. Motor yang dikendarai siswa SMA lain, Tarissa menyimpulkannya dari seragam yang dikenakan siswa tersebut. Seorang gadis tampak turun dari boncengan motor tersebut. Mengenali sosoknya Tarissa segera memanggilnya.

"Jeni ...." Setengah berteriak, Tarissa berlari kecil.

Jennifer si pemilik nama hanya menoleh sesaat lalu melengos, menyerahkan helm pada pengendara motor. Lalu melangkah tak peduli. Pengendara motor segera pergi.

Tarissa berusaha memanggil lagi siapa tahu Jennifer tak mendengar panggilannya. Tapi Jennifer semakin mempercepat langkahnya menjauhi Tarissa. Tarissa hanya menghela napas. Jennifer adalah sahabatnya ketika awal-awal mereka masih menjadi siswa baru di SMA Insan Persada.  Entah sejak kapan mereka jadi jauh.

Tarissa kembali berjalan mendekati gerbang. Didapatinya Sofi sedang duduk di pos Satpam. Dengan senyum mengembang Tarissa menyapanya. "Assalamu'alaikum, Sof, ngapain disitu gantiin Pak Upan?" Tarissa nyengir. Pak Upan adalah Satpam sekolah. Pagi begini pak Upan masih ngopi di kantin belakang. Beliau baru akan stand by di posnya menjelang bel masuk berbunyi.

"Wa'alaikumussalam." Sofi mencebik menjawab salam. Dia duduk sambil memegangi perutnya. "Laper, nih, Tar, nungguin tukang uli bakar belum lewat juga. Biasanya pagi-pagi begini dia dah lewat."

"Yuk, aku bawa sandwich. Bekel buatan mama," ajak Tarissa.
Wajah Sofi berubah ceria seperti anak kecil yang minta es mambo dikasinya es krim. Tarissa dan Sofi berjalan menuju kelas.

Edge of Heart  [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang