Move On

12.2K 916 104
                                    

_

Jeffin memacu CJ7-nya dengan kecepatan tinggi. Dia kesal, kenapa tiba-tiba Jennifer ada di kamarnya. Bahkan Jeffin marah pada orang rumah--Mbok Nah dan Pak Mul--mengapa mengijinkan Jennifer masuk ke kamarnya.

Mbok Nah beralasan bahwa Jennifer yang mengatakan kalau Tante Nita yang menyuruhnya. Makanya Mbok Nah mengijinkan. Ugh ... Jeffin belum mendapat jawaban mengapa Jennifer bisa ada di rumahnya.

Saking kesalnya Jeffin memilih pergi. Harus satu atap dengan Jennifer bukanlah pilihan. Jeffin segera melajukan CJ7-nya dengan kencang, dia tahu kemana harus pergi jika sedang kesal seperti ini.

Ketika melewati rumah Rizky, tak lepas mata Rizky melihat Jeffin yang ngebut. Rizky menggeleng. Tersenyum pahit dengan harapan mendalam untuk Jeffin mau berubah menjadi anak yang tidak memberontak. Menjadi anak manis seperti dulu.

Setelah menyelesaikan tugas menyiram tanaman dari bundanya, tadi, Rizky memang sempat duduk-duduk santai menikmati udara sore di teras rumahnya. Dan setelah melihat Jeffin melintas, Rizky memilih masuk ke dalam.

"Magrib nanti kamu imamnya, ya, Riz." Pak Wisnu berucap di balik koran sore yang dibacanya. Mengejutkan Rizky yang sedang lewat di hadapannya. Pikiran Rizky masih dipenuhi oleh Jeffin dan Jeffin.

"Siap, Yah."

Melipat surat kabar yang dibacanya, Wisnu menepuk sofa di sampingnya. "Sini duduk, Riz. Kita tunggu Magrib sambil ngobrol."

Rizky tersenyum, momen seperti ini adalah momen favoritnya. Bertukar pikiran dengan sang  ayah sambil menunggu panggilan azan Magrib.

"Di sekolah masih sibuk?" Wisnu menyesap teh di hadapannya.

Rizky duduk sambil meregangkan sendi-sendinya, menghilangkan pegal setelah aktivitas menyiram tanaman. "Alhamdulillah sudah enggak, Yah. Kemarin sudah terpilih ketua Rohis ikhwan dan akhwat yang baru. Tinggal pelantikan, Rizky sudah full konsen ke persiapan ujian akhir."

"Terus, sudah bikin keputusan mau lanjutin kuliah kemana?"

Rizky menggeleng dan mengernyit bingung. "ITB mungkin, Yah, tapi belum tahu mau ambil jurusan apa?"

Wisnu agak terkejut, kenapa Rizky tiba-tiba ingin masuk ITB. "Sudah move on dari cita-cita menjadi dosen?"

"Nggak, lah, Yah." Rizky tertawa kecil. "Apapun jurusannya Rizky tetep pengin jadi dosen." Kali ini Rizky menjawab pasti.

"Okay,  Ayah dukung. Belajar saja yang serius, ya, Riz."

"Insya Allah, Yah."

Mendapat support dan motivasi dari ayahnya seperti ini, Rizky merasa sangat beruntung. Sekalipun bukan orang tua kandung, namun perlakuan Ayah dan Bundanya tidak jauh berbeda dengan perlakuan orang tua kandung. Pada titik ini dia bersyukur. Beroleh kasih sayang dan arahan bagi masa depannya.

Rizky jadi memikirkan Jeffin. Bagaimana jadinya masa depan Jeffin. Jeffin yang cerdas malah salah gaul. Bergabung dengan Rags yang selalu akrab dengan masalah. Ahh, Jeffin semoga Allah memberimu hidayah.

_____ Edge Of Heart

Setelah menembus kemacetan kota di jam pegawai pulang kerja. Jeffin memarkirkan CJ7-nya tepat di bawah pohon di samping 'Bengkel Gaz', Bengkel langganan Jeffin. Bengkel milik Bang Gaza. Di atas mobil, Jeffin tersenyum menyapa Bang Gaza yang memakai kaus lusuh dengan belepotan oli.

Edge of Heart  [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang