Dua

8K 98 7
                                    

*****************************

"Ser, mana yang terlihat lebih mewah? Yang ini atau yang ini?" Kata Nathan membandingkan design untuk undangan pernikahan kami. Ia membandingkan antara yang berwarna silver dan yang satunya berwarna biru muda. Aku akhirnya mengetahui bahwa dia adalah seseorang yang perfectionist. Segala sesuatu harus sesuai dengan rencana dan....mewah.

"Jika ditanya mana yang lebih mewah, aku akan menjawab silver yang lebih mewah. Tapi jika ditanya mana yang aku sukai, biru lah yang aku suka." Ujarku. Sebenarnya aku ingin menguji dia. Mana yang dia lebih pentingkan. Keinginannya atau keinginanku?

"Ya sudah, kita ambil yang kau sukai." Katanya sambil tersenyum lembut kearahku. Astaga...benarkah dia lebih mementingkan diriku dibandingkan dengan dirinya? Apakah memang ini sifat aslinya? Atau hanya sandiwara belaka?

"Benarkah? Apa tidak kenapa-napa jika tidak mewah?" Tanyaku memastikan.

"Hmm." Angguknya mantap. "Sehabis ini, kita foto pre-wedding ya." Lanjutnya.

"Untuk apa? Tidak usah, lah." Jawabku malas. Untuk apa foto pre-wed segala? menghabis-habiskan uang saja.

"Kenapa tidak usah? Ini harus, Ser. Pernikahan hanya terjadi satu kali seumur hidup. Jadi harus benar-benar istimewa. Ulang tahun yang terjadi sekali dalam setahun saja heboh. Apalagi pernikahan yang terjadi hanya sekali seumur hidup?" Dia memang pandai berbicara. Aku kalah. Dan mungkin tidak akan menang..

"Baiklah." Kataku pada akhirnya.

******

"Aku tidak pernah benar-benar melamarmu sebelumnya. Jadi mungkin inilah waktunya." Katanya berlutut didepanku. Memang kau tidak pernah melamarku. Tiba-tiba saja aku harus menikahimu tanpa ada proses pendekatan apa-apa.

"Maukah kau menikah denganku?" Katanya sambil mengeluarkan kotak cincin. Ketika aku melihat isinya, astaga...mewah sekali....ada hiasan seperti mawar yang aku yakin pasti terbuat dari berlian. Pasti tidak murah...setelah aku menganggukan kepalaku, dia lalu memasangkan cincin itu di jari manisku. Ketika aku meraba cincin itu, ternyata ada ukiran namanya. "Nathanael."

Sekarang, aku resmi menjadi calon istrinya, bukan?

"Kau menyukainya?" Katanya sambil memeluk pinggangku.

"Hmm.." Kataku sambil mengangguk. "Pasti mahal."

"Ya. Itu spesial untukmu. Hanya satu di dunia. Aku dapatkan itu di France." Ujarnya mantap.

"Benarkah? Terimakasih.." Kataku sambil terus memandangi cincin pemberiannya. Hey, wanita mana, sih yang tidak tergiur jika diberi berlian dari France? Ini benar-benar seperti impian!

"Hmmm." Gumamnya dengan posisi yang sekarang sedang memelukku dari belakang. "Aroma mu manis. Aku suka." Katanya setelah menghirup dalam-dalam aroma tubuhku. Aduh.

Dan tiba-tiba.......

"Cieee yang mau jadi penganten sih tau aja mesra-mesraan mulu." Kakak laki-laki Nathan -- yang bernama Daniel -- tiba-tiba masuk seenaknya ke dalam ruang keluarga. Eh? Seenaknya? Ini juga bukan tempat private kan? ..... Lagian...ini rumahnya juga....

Saat mendengar ucapan Dani, aku langsung berusaha melepaskan diri dari pelukan Nathan. Sebenarnya sangat tidak nyaman dipeluk dengan seseorang yang sama sekali tidak aku cintai. Tapi mau gimana lagi? Dia baru saja memberikan aku berlian. Tidak mungkin kan ketika ia memelukku langsung aku tolak? Ha ha ha....tapi masalahnya...Nathan malah mempererat pelukannya.

"Jangan dilepas..." Ujarnya didekat telingaku.

"Tapi ada kakakmu. Aku malu!" Bisikku sambil terus berusaha melepaskan pelukannya.

Are We Real?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang