Sixteen : The Truth

24.1K 1.3K 7
                                    

Suasana di ruang keluarga Nabila dirasakan cukup menegang. Setidaknya untuk saat ini.

Iman, yang baru datang beberapa menit yang lalu karena diminta untuk ke sini oleh Nabila pun terlihat berusaha menahan emosinya yang sebentar lagi akan meledak.

Di sini, mereka membentuk lingkaran mengelilingi karpet yang terentang lebar di hadapan sofa.

Sementara Arkan yang masih termasuk dalam kategori anak di bawah umur, mengungsikan diri ke kamar Zidan .

Adnan berdeham. Berusaha mencairkan suasana yang sangat awkward itu. "Jadi, siapa dulu kira-kira yang mau ngomong?"

Fairuz menghela nafas, menurutnya, ini waktu yang tepat untuknya menjelaskan semuanya. "Gue."

Semua pasang mata langsung mengarah ke hadapan Fairuz sekarang.

Mata laki-laki itu mengalihkan tatapan dari semua pasang mata itu dan memilih untuk menatap layar tv yang searah dengan dirinya saat ini. "Jadi, waktu itu gue lagi ke acara ultah temen gue."

Fakhri memotong ucapan kakaknya, "Oh, acara ultahnya si--"

"Ri, kayaknya bukan saatnya lo nanya hal ga penting deh." Fakhri langsung menutup bibirnya rapat-rapat saat Iman menyuruhnya diam dengan kata-kata halus tapi bernada sinis.

Sementara Fairuz menahan tawanya untuk tidak tertawa saat melihat adiknya yang terlihat cukup takut dengan anak laki-laki yang tadi ia ketahui dipanggil Iman.

"Yaudah, Far. Lanjutin lagi cerita lo." Fairuz mengangguk mendengarkan perintah dari Adnan.

"Iya, jadi waktu itu gue ke ultah temen gue. Gue lupa namanya siapa. Pas banget 'kan acaranya di klub yang mungkin sering dia kunjungin. Trus, pas acaranya udah mau selesai, gue liat dia mabok. Kebetulan, gue setengah mabok dan ada di sebelahnya.

"Eh, tiba-tiba dia nyerang gue. Yang namanya ga sadar 'kan gue iya-iya aja. Trus pagi-paginya...oke terlalu porno dijelasin di sini. Intinya, gue nyesel banget karena udah berbuat sedosa itu." Terlihat dari raut muka Fairuz, sepertinya dia memang terlihat menyesal.

Semua orang yang ada di ruangan itu terlihat sangat bingung harus menanggapi apa. Hingga Nabila bersuara, "Itu beneran?"

"Iyalah, masa gue boong." Kata Fairuz dengan nada yakin.

Keisha yang tadinya menunduk menatap Karpet karena sedikit trauma melihat wajah Fairuz akhirnya mengangkat wajahnya, "Lo ga boong 'kan?"

Fairuz mengangguk yakin,"Gue 'kan gak semabok lo. Sebenernya juga 'kan ini salah elo."

Iman bangkit dan menunjuk Fairuz dengan penuh amarah, "Tapi kenapa lo ga nolak dan ngelepasin diri aja?You're such a jerk."

Nabila menahan lengan sepupunya itu agar tetap berada di posisinya dan berusaha menenangkannya. "Man, tahan emosi." Ujar Adnan.

Fairuz menghela nafas lagi, "Udah gue bilang. Gue nyesel banget udah ngelakuin hal yang kayak gitu. Sumpah."

Jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V.

"Untuk itu, gue minta maaf dan--"Iman memotong ucapan Fairuz.

"Emang lo kira, kata maaf sama nyesel lo itu bakal ubah semuanya? Keisha udah kehilangan masa depannya." Walaupun ia sangat kecewa dengan Keisha, ia masih sangat peduli dengan gadis itu. Dan itu membuat Keisha semakin diserang perasaan bersalah.

Baby & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang