-Dear Anastacia-
Let it flow, and you'll be okay
-Dear Anastacia-
Ku lihat bunda berdiri di depan pintu kamar mandi yang terbuka lebar, dan ayah yang cekikikan dan seringainya. Pikiranku seakan bekerja.
Apa yang ayah lakukan pada ibu hingga ibu teriak sebegitu kerasnya di tengah malam seperti ini?!?!
"Apa yang ayah lakuin ke bunda?!?! Ayah ga boleh lukain bunda kaya dulu lagi!! Anna ga suka laki laki yang kasar. Apa lagi ke bundanya Anna. Gaakan Anna biarin laki laki itu untuk hidup!!" ucapku tegas dengan nada yang cukup tinggi. Bisa dibilang sedikit membentak.
Ayah tidak merespon, hanya memberikan tatapan bingungnya. Karena kesal, ku serang ayah dengan beberapa teknik dasar taekwondo yang dulu ia ajarkan. Dengan mudah ia menangkisnya. Lalu saat aku ingin menyerang lehernya, ia memiting dan mengunci tanganku ke belakang. Aku meringis kesakitan. Sungguh, ini sangat sakit.
"Anna dengarkan ayah dulu. Tadi ibumu ingin ke toilet lalu...
-Dear Anastacia-
"apa yang harus aku dengarkan ayah?!?! Tidak! Aku tidak akan membiarkan bundaku disakiti olehmu, Bapak Peter yang terhomat! Singkirkan tangan kotormu dari lenganku se—" ucapanku terhenti oleh gelak tawanya yang sangat kencang.
Aku mengernyit.
Apa yang lucu? Apa yang dia tertawakan?
"Oh Anna, kau sangat lucu. Apakah wajahku semenyeramkan itu? Berhentilah berbicara dan dengarkan penjelasanku!"
"Aku mendengarkan!" ucapku meremehkan. Perlahan ia merenggangkan pitingannya dan sontak aku mundur beberapa langkah menjauhinya.
"Tadi ibumu ingin ke toilet, lalu ayah terbangun oleh decitan pintu yang sangat keras. Beberapa saat kemudia, ibumu berteriak. Sontak ayah melompat dari tempat tidur. Dan, yang ayah lihat hanyalah..." Ucapnya gantung.
Erggghh! Mengapa dia selalu membuatku penasaran?!?!
Menghembuskan napasnya kasar, lalu melanjutkan perkataannya.
"hanyalah sebuah kecoak terbang." Ucapnya ringan. Diikuti seringaian tipis.
Tunggu!! Apa yang Ia bilang tadi?!?! Kecoak terbang?!?!
Sontak aku berlari keluar kamar bunda.
"Mana kecoaknya?!?! Mana ?!?! ih jauh jauhhh!!! Bunda tolongin Anna!!" teriakku panik.
Demi apapun, gue mending ketemu macan daripada ketemu makhluk menjijikan namun bisa terbang itu.
Ku dengar gelak tawa tertahan dari mulut ayah. Menyebalkan. Kuberi tatapan tajam ke arahnya seakan akan mengatakan "apa?!?!"
"like mother like daughter" ucapnya ringan. "Anak dan ibu sama saja. Takut pada benda kecil yang tidak seberapa. Malu tuh sama badan. Badan aja gede, eh ketemu binatang kecil begitu langsung ngibrit." Lanjutnya.
"aku tidak takut. Hanya saja binatang itu terlalu menjijikan. Sangat menjijikan." Belaku.
"Sudahlah sayang, kembalilah tidur. Besok kamu kan harus pergi ke sekolah. Bunda ga mau kamu telat gara gara ini." Sambar bunda.
Seakan tersadar, mataku menyapu seluruh ruangan dan mendapati bahwa jam dinding di sudut ruangan telat menunjukan pukul setengah 12 malam. Namun aku tidak merasa mengatuk sama sekali. Perasaan was was membayangiku disaat rasa takut akan binatang menjijikan itu kembali lagi.
"Tidurlah nak. Besok, ayah akan mengantarkanmu ke sekolah." Ucap ayah
"Tidak. Saya tidak pernah diantar ke sekolah semenjak tidak ada yang bisa mengantar saya sekolah. Kira kira sekitar 10 tahun lalu. " ucapku sembari berlalu ke kamar. Mengingat ke jadian itu, membuat hatiku sakit lagi. Di kamar, aku hanya bercerita pada popo apa yang aku rasakan hingga rasa kantukpun mulai menyerangku dan semuanya berubah gelap.
YOU ARE READING
Dear Anastacia
Teen FictionJika pada alat pemantau denyut jantung udah datar datar aja, berarti lo udah ga hidup. sama dengan kehidupan nyata lo, kalo hidup lo datar datar aja, berarti lo ga pernah hidup. hidup lo semu. ==Dear Anastascia== Mengalah adalah pilihan yang bijak...