- 4 -

4.7K 465 60
                                    

"Bu! Prilly cabut ke toilet tuh tadi sama Dinda!" Teriak Randy, si ketua kelas. Ia baru masuk ke kelas dengan keadaan ngos-ngosan dan keringat yang bercucuran di dahi.

Dinda dan Prilly. Duo tukang cabut, sama-sama cuek dan tomboy. Bedanya, Prilly masih ada cewek-ceweknya, sedangkan Dinda bener-bener nggak peduli sama penampilannya, tomboy abis!

Bu Riska, guru Matematika itu memandang Randy penuh tanda tanya. "Kamu kenapa keringetan begitu? Hah?"

"Tadi, saya digebukkin pas ngejar Prilly sama Dinda di toilet cewek. Tau nggak sih, Bu, itu toilet isinya geng Prilly semua!" Jelas Randy sambil mengatur napasnya. Sontak, murid-murid tertawa serempak mendengarnya.

"Dari kelas XII-1 sampe kelas XII-5 ada, Bu! Gila, gila!" Lanjut Randy heboh.

"Saya sebutin, nih. Ada Prilly, Dinda, Jessica--"

"Michelle sama Gritte, kan?" Potong Bu Riska yang sudah hafal betul.

Randy mengangguk cepat.

Mereka memang tidak semua satu kelas. Tapi urusan cabut-menyabut, mereka paling kompak dan semangat.

Prilly sekelas dengan Dinda. Sementara Gritte, Jessica, dan Michelle sekelas. Kelas mereka tetanggaan, fyi.

"Randy, kamu masuk. Biar Ibu yang urusin 5 cewek nakal itu," ucap Bu Riska dingin.

***

"Sudah berapa kali kalian berulah?!" Suara teriakkan Bu Riska terdengar menggema di lorong toilet.

"Baru 6 kali, Bu. Ah, nggak asik. Ya, nggak, guys?" Prilly tertawa meremehkan.

"Terutama kamu, Prilly," kata Bu Riska penuh penekanan.

"Iya, saya tau kali. Ibu kan paling sensi sama saya. Ya saya, sih--"

"Nggak ada yang nyuruh kamu bicara!" Bentak Bu Riska. Prilly menyibak rambutnya gerah.

Sedangkan Jessica, Gritte, Michelle dan Dinda hanya diam. Tapi bukan berarti mereka takut. Mereka cuma males aja denger ocehan Bu Riska yang fix! Bawel banget.

"Sekarang, kalian pulang! Nggak usah balik ke sekolah lagi," Bu Riska menunjuk kelimanya.

"Yaudah, yuk. Malah seneng kita bisa ke mall. Thanks, ya, Bu!" Prilly memimpin gengnya untuk pulang, yang sebelumnya mengambil tas masing-masing di kelasnya.

"Astaghfirullah... Darah tinggi saya ngurus 5 cewek itu," Bu Riska menggeleng sambil mengelus dadanya.

***

Kejadian Prilly dan gengnya cabut, itu adalah hari terakhirnya mereka membuat ulah. Karena apa? Karena esok harinya, sudah mulai liburan sekolah selama sebulan.

Sementara Ali, masih sibuk dengan barang-barangnya bersama Caca.

"Ca, udah yuk, nggak ada yang ketinggalan, kan?" Ali memastikan, setelah semua tas masuk dalam bagasi mobil BMW biru metaliknya.

"Siap! Udah aku periksa, lengkap semua, Bos," Caca terlihat bersemangat. Ali mengacak rambut Caca lembut, lalu mencubit pipi tembemnya.

 Ali mengacak rambut Caca lembut, lalu mencubit pipi tembemnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yaudah, pamit dulu ke Bunda sama Mama," kata Ali. Bunda yang dimaksud adalah Bundanya Caca yang kebetulan sedang bercengkrama bersama Mama Ali.

"Eh, anak-anak Bunda udah pada mau berangkat, ya?" Kata Bunda Caca, Caca mengangguk senang.

"Iya, Bun. Ali sama Caca berangkat dulu, yaa!" Kemudian, Caca dan Ali bersalaman dengan Bunda dan Mama.

"Ali," Mama Ali -Kiran- menginterupsi kegiatan Ali, sambil menunjuk Ali dengan telunjuknya. "Jagain mantu Mama, loh!" Lanjutnya, membuat seisi ruangan tertawa geli.

"Mama apa, sih? Iyaa, Ali pasti jagain si anak manja ini, kok!" Ali menarik hidung mancung Caca.

"Alii! Sakit tau," pekik Caca kesakitan. Lantas, Mama dan Bunda menggeleng sambil terkekeh.

"Yaudah, berangkat ya," lalu, mereka berdua naik ke mobil BMW Ali.

***

Sedaritadi, Caca merengek kelaparan karena macet yang panjang. Terpaksa, Ali menepikan mobilnya di Cafe terdekat.

Mereka singgah disana hanya untuk makan sebentar. Selepas itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju hotel di Puncak.

"Yang deket kebun teh, ya, hotelnya," ucap Caca manja.

Ali tersenyum hangat, "iya, marmut. Cerewet banget, sih?" Ia mengacak rambut Caca.

Setelah 20 menit berlalu, sampailah mereka di sebuah hotel bintang lima.

Ali ke kasir untuk check-in, sementara Caca duduk di lounge hotel tersebut. Menunggu Ali.

"Kamar nomor 117 ya, Mas," ucap Mbak tersebut seraya menyerahkan kartu hotel sebagai kunci. "Iya, Makasih," jawab Ali, mengambil kartu tersebut.

Ali dan Caca naik ke lantai 4 menggunakan lift, sambil menarik koper masing-masing.

Namun, tidak sengaja kartu milik perempuan yang tadi berlalu di sebelah mereka terjatuh. Ali berhenti, kemudian memungut kartu itu.

"Bentar ya, Ca," kata Ali.

Punggung perempuan itu belum jauh, maka Ali mengejarnya sekedar untuk mengembalikkan kartu hotel miliknya.

"Mbak!" Panggil Ali. Merasa terpanggil, cewek tersebut menoleh.

Ali yang tadinya berlari mengejarnya, langsung mematung di tempat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ali yang tadinya berlari mengejarnya, langsung mematung di tempat. Langkahnya perlahan terhenti.

"Prilly...?" Kartu yang dipegangnya terjatuh begitu saja. Gadis itu memasang raut wajah penuh arti yang Ali tidak bisa tebak.

"A-ali?" Prilly menatap Ali. Wajahnya seperti ingin menangis, tapi juga senang.

BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang