BAB 9

73.5K 3.8K 67
                                    

Selamat membaca

_______________

"Kamu sudah bangun?"

Abi melirik Naraya yang baru saja membuka kedua matanya. Tubuh Naraya masih terbungkus selimut dengan wajah merah merona.

Abi tersenyum hangat mendekati Naraya lalu duduk disisi ranjang samping istrinya. Naraya bangkit menyenderkan tubuhnya dikepala ranjang dengan kedua tangan saling bertautan satu sama lain.

Rasa malu tiba-tiba saja menggerogoti perasaannya ketika bayangan tadi malam kembali ia ingat. Bayangan dimana ia merayu suaminya, memaksa Abi hingga sang suami mau menuruti kemauannya dan berakhir dibawah selimut yang sama.

"Bisa bangun? Mau ku bantu?" tanya Abi dengan senyumannya.

Naraya buru-buru menutup wajahnya dengan selimut merasa semakin malu dengan kata-kata Abi. Naraya bukan lah orang yang mudah terbawa perasaan namun entah mengapa bersama Abi ia selalu merasa terbawa akan perasaannya sendiri.

"Bisa kok Mas."

"Yakin?"

Naraya mengagguk semangat memberikan senyuman terbaiknya untuk Abi. Abi mengulurkan tangannya mengusap rambut Naraya pelan.

Ada banyak kepalsuan yang Abi tunjukan sejak semalam didepan Naraya. Perasaannya sama sekali tidak bisa dibohongi, seberapa kali ia mengelak namun lagi dan lagi nama mantan istrinya masih terus terngiang-ngiang didalam ingatannya.

Ia menyentuh Naraya, bercinta dengan istrinya namun bayangan Pinka justru semakin kuat melekat dalam bayangannya. Abi merasa bersalah melakukan semua ini kepada Naraya.

Apa yang sudah Naraya lakukan untuknya dan keluarga Abi begitu besar. Kedua orang tuanya dibiayai oleh Naraya hingga sembuh, adik bungsu Abi bisa melanjutkan sekolah karena uang dari Naraya. Namun Abi justru tidak bisa membahagiakannya, ia malah terus memikirkan wanita sialan yang sudah menjualnya.

"Mas," panggil Naraya lembut.

"Eh. Iya Nay?"

Abi mengusap wajahnya berulang kali lalu tersenyum kearah sang istri. Ia tidak boleh menujukan pada Naraya bahwa wanita itu masih belum bisa lepas darinya.

"Sudah rapih, mau kemana mas?" tanya Naraya melihat penampilan suaminya.

Abi itu ganteng dimata Naraya, ada banyak rasa penasaran yang selalu ingin Naraya tuntaskan kepada Abi. Naraya ingin Abi mengatakan apapun yang tidak Naraya ketahui.

"Mau ke rumah Mba Yuni, Nay."

"Mau apa?" sergah Naraya.

Abi mengerinyit mengusap lagi kepala Naraya berusaha memberikan ketenangan kepada istrinya. Jelas sekali tatapan tidak suka yang Naraya tunjukan ketika nama Yuni keluar dari mulut Abi.

"Aku mau pamit sama Mba Yuni, Nay. Kan aku udah nggak kerja lagi," jelas Abi lembut.

Naraya mengagguk-anggukan kepalanya mengerti, perasaannya menghangat setelah mendengar jawabn Abi.

Ini adalah keputusan yang paling baik bagi Abi dan juga didirinya. Dengan Abi jauh dari wanita-wanita itu Naraya yakin cepat tau lambat Abi akan bisa melupakan Pinka.

"Hati-hati mas."

Abi menunduk mencium kening Naraya lalu pergi untuk menemui Yuni. Abi sudah setuju akan keinginan Naraya yang memintanya bekerja diperusahaan yang saat ini Naraya pimpin.

Selama perjalanan menuju rumah Yuni, Abi hanya diam saja fikirannya masih terbayang-bayang akan apa yang sudah ia lakukan bersama Naraya. Ia merasa salah namun setelah melihat senyuman bahagia diwajah istrinya semua rasa itu berubah, mungkin dengan cara seperti ini ia bisa membahagiakan Naraya.

Ku Beli Suami MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang