Gadis itu terus menundukkan kepalanya dan berulang kali meremas tangannya yang ia tautkan. Gadis itu menghembuskan nafas beratnya lalu mendongakkan kepalanya dan memandang pria yang kini sedang asyik memotret dengan camera DSLR miliknya di taman kampus mereka itu.
Gadis itu, Anna merasakan dadanya teramat sesak dan merasakan tenggorokannya terasa tersendat karena kata-kata yang sejak semalam sudah ia rangkai kini sangat sulit untuk ia ungkapkan. Anna merasakan matanya memanas saat melihat pria yang sudah satu tahun terakhir ini menyandang status sebagai kekasihnya itu tersenyum saat melihat hasil fotonya dengan puas. Anna merasakan matanya yang mulai berkaca-kaca saat mengingat jika hari ini ia tidak akan melihat senyum itu, senyum yang selama satu tahun terakhir ini menjadi senyuman favoritnya dan senyuman penyemangatnya. Anna mengalihkan pandangannya dan tangannya terulur untuk menghapus air mata yang berhasil lolos keluar dari pelupuk matanya. Gadis itu memejamkan matanya sejenak berusaha untuk menguatkan dan meyakinkan hatinya kalau ia benar-benar harus mengungkapkan kata-kata yang sudah ia susun itu kepada pria yang hari ini terlihat tampan dihapannya itu.
"Reuben..."
"An...coba lihat deh, yang ini bagus ya?" Ucap Reuben yang membuat Anna seketika langsung terdiam. Ia menatap intens pria itu lalu ia segera mengalihkan pandangannya ke camera yang dipegang oleh Reuben dan melihat hasil foto yang ditunjukkan oleh Reuben."Hmmm... iya bagus," Ucap Anna lirih. Reuben tersenyum lalu kembali mengarahkan cameranya ke objek lain yang ingin ia foto. Anna terdiam dan lagi-lagi hembusan nafas ia keluarkan. Ia ingin sekali mengeluarkan kata-kata yang ingin ia ungkapkan tapi entah kenapa ia merasa mulutnya terkunci rapat dan ia merasakan hatinya sakit dan dadanya sesak saat ia ingin mengeluarkan kata-katanya itu.
"Reuben..." Panggil Anna lagi tapi Reuben hanya berdehem dan sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari objek yang ingin ia foto itu. "Reuben, aku ingin bicara... sebentar," Ucap Anna lirih namun ia yakin masih bisa didengar oleh Reuben karena suasana taman kampus yang tidak terlalu ramai sore itu. "Bicara saja," Ucap Reuben yang masih fokus dengan cameranya."Bisakah kamu menatapku sebentar saja..." Ucap Anna yang mulai nampak kesal dengan sikap Reuben itu. Ia lelah, ia sudah lelah karena selalu diperlakukan seperti itu oleh Reuben. Selalu menjadi nomor dua diatas segalanya. Selalu menjadi urusan yang terbelakangkan jika sudah berurusan dengan camera dan teman-temannya. Dan mungkin saat ini adalah puncak dari rasa sabarnya. Mengakhiri, ya mengakhiri semuanya tapi entah kenapa gadis itu merasa berat untuk melakukan itu semua. Ingin terlepas dari Reuben tapi ia tidak ingin kehilangan Reuben. Aneh bukan? tapi sepertinya kali ini Anna lebih mementingkan egonya daripada hatinya. Walaupun ia tahu nantinya ia akan terluka tapi itu tidak masalah karena ia yakin luka dan rasa sedih itu lambat laun akan hilang dengan sendirinya daripada ia harus tetap bertahan dengan rasa sakit yang ia terima.
"Reuben ..." Ucap Anna lirih.
"An... sebentar lagi oke?" Ucap Reuben yang masih sibuk dengan cameranya itu. Anna mengepalkan tangan kirinya dengan kuat. Harus sekarang, pikirnya. Gadis itu menatap Reuben dengan pandangan nanar dan sedikit kabur karena matanya mulai berkaca-kaca kembali. "Lets break up!" Ucap Anna lirih tapi masih bisa didengar oleh Reuben. Masih bisa didengar karena pria itu langsung menghentikan aktivitasnya untuk memotret objek yang ingin ia foto. Pria itu terdiam dan perlahan tangannya ia turunkan lalu memandang gadis disampingnya yang kini sedang menundukkan kepalanya."Maksudnya?" Ucap Reuben menatap intens Anna yang membuat Anna kini mendongakkan kepalanya dan memandang Reuben."Kita putus." Ucap Anna dan berusaha keras untuk menahan air matanya agar tidak keluar dihadapan pria itu.
Reuben terdiam, ia merasakan lututnya lemas dan merasakan hatinya mencelos saat kata-kata yang diucapkan gadis dihadapannya itu kembali terdengar ditelinganya. Reuben memandang Anna dan berusaha mencari sebuah kebohongan dari pancaran mata Anna, tapi ia harus menelan rasa pahit saat ia sama sekali tidak menemukan kebohongan itu tapi justru sebuah keyakinan yang gadis itu pancarkan.