Bab II (Petaka ?)

758 32 0
                                    

"Serius lo udah jadian?" Feli bertanya tak percaya, kedua tangannya mengguncang bahuku kesana-kemari. Setelah semalam aku ketiduran karena kelelahan akhirnya kini aku mempunyai kesempatan untuk menceritakan apa yang telah terjadi padaku kemarin malam pada Feli, sahabat sekaligus saksi hidupku 2 tahun belakangan ini.

Aku mengangguk sambil kemudian ganti mencubit kedua pipi Feli gemas. "Akhirnya gue punya cowok, cakep lagi."

"Tapi kok lo nggak keliatan kalo udah jadian sama El? harusnyakan lo berangkat bareng ke sekolah kayak gue sama cowok gue."

"Iya juga sih, sebenernya Fel gue rada nggak yakin kalo gue beneran pacaran sama dia. Soalnya nih ya aneh gitu." Terangku.

"Aneh gimana?" tanya Feli sambil menyeruput es yang sudah ia pesan dari tadi. sekarang kami memang sedang berada di kantin yang sudah ramai dengan para murid yang kelaparan.

"Dia kemarin cuma bilang okey langsung nutup telpon nggak kayak orang yang baru jadian, harusnya kan setelah itu gue sama dia ngobrol." Celotehku panjang sambil mengamati suasana kantin, mataku berkelana mencari dimana El berada. Walaupun aku sendiri bingung apa yang akan aku lakukan jika sudah menangkap posisi El.

"heemmm.. bener juga sih, lo kemarin nyebut nama El nggak?"

Aku menggeleng mendengar pertanyaan yang di ajukan Feli, tiba-tiba saja aku mempunyai firasat buruk. "Fel, gimana kalo ternyata gue salah nomer?"

"Huh? Apa? Nggak mungkin Vee gue dapet nomer El dari sumber terpercaya kok." Feli spontan membela diri dengan menggeleng yakin.

"Tapi Fel, setelah gue inget-inget ya. Suara cowok yang di telpon kemarin itu beda sama El. Ya ampun Fel kalo gue beneran salah nomer gimana? Aduh gue bego banget sih baru nyadar sekarang kalo suaranya beda, suara El kan rada lembut gitu ya khas cowok baik-baik, tapi cowok kemarin suaranya dalem banget Fel kayak cowok yang bener-bener maskulin gitu."

Jantungku berkerja lebih cepat menyadari kecerobohanku semalam. Kalo cowok kemarin bukan El lalu siapa? Gimana kalo itu suara preman? Berarti gue nembak preman dong?.

"Serius? Sebentar deh lo kirimin nomer cowok yang lo tembak kemarin biar gue tanyain lagi ke sepupu gue. Mungkin dia lagi istirahat sekarang jadi bisa gue telpon."

Perintah Feli yang langsung ku kerjakan. Sembari menanti Feli yang sedang menelpon sepupunya di luar kantin, karena di kantin sekarang bising sekali aku memutuskan untuk memesan kembali batagorku yang sudah habis mumpung masih ada 10 menit waktu istirahat.

Ekor mataku mengkap sosok El yang kini tengah memakan bakso hanya berdua saja bersama Deo. Sikap El yang nampak acuh saja ketika melihatku entah mengapa membuatku semakin curiga. Bahwa aku benar-benar telah salah nembak orang. Lalu siapa yang sudah kutembak semalam?.

Saat aku hendak memsukkan potongan batagor ke dua ke mulutku ku lihat Feli tergesa mendatangiku. Matanya menatapku gugup yang membuatku urung memakan batagorku.

"Fel."

"Maaf ya Vee gue nggak sengaja beneran deh, gue nggak punya maksud buat malu-maluin lo atau ngejahilin lo serius ini kecelakaan beneran." Feli membentuk jemarinya menjadi huruf V melihatku dengan pandangan takut.

"Kenapa Fel, gue beneran salah nomer ya?" tanyaku, firasatku kini menjadi semakin buruk melihat Fel berdiri dengan menatapku takut. Jangan-jangan??

Feli mengangguk lesu, membuatku benar-benar pasrah dengan keadaan. "Terus kemarin itu nomer siapa?"

"itu,, itu nomer...."

Feli menatapku dengan ragu, tubuhnya mendekat ke arahku. Memposisikan mulutnya berdekatan dengan lubang telingaku. Lalu membisikkan sebuah nama dengan sebuah keterangan singkat yang membuatku sadar bahwa harga diriku benar-benar di injak lalu di buang di tengah jalan di lindas ban truk pengangkut sampah. Sumpah demi apa!? Dari sekian banyak cowok kenapa harus cowok itu yang menjadi sasaran tembakku kemarin malam????????

Wrong NumberWhere stories live. Discover now