BAB III (Ternyata Dia ??)

663 42 14
                                    

"Denger-denger Arez udah 3 hari ini nggak masuk sekolah Vee. Lo tau dia kenapa nggak masuk?"

Pertanyaan Feli seakan menusuk tepat di hati Vee. Sebagai seseorang yang berstatuskan pacar Arez walaupun hingga sekarang belum ada yang tau mengenai statusnya ini, tekecuali Feli yang kini tengah memasang wajah penasaran di bangku kantin sambil tetap menyuapkan kuah bakso di depannya.

"Gue juga nggak tau," Ujar Vee sambil mengangkat bahunya pasrah.

"Lo kan pacarnya Vee."

"Terus? Lo tau sendirikan terakhir kali gue ngobrol sama Arez ya di hari terakhir kali Arez masuk sekolah, di hari tepat dia nembak gue."

Vee melirik sebal. 3 hari ini dia seakan di beri waktu untuk intropeksi diri, apakah hubungan yang sedang di jalinnya berjalan dengan normal ataukah aneh?

Feli meringis merasa bersalah atas ucapannya pada Vee. Sebenarnya Feli cukup tau bahwa kini Vee tengah dilanda kebingungan dengan sikap Arez yang seakan tak memiliki hubungan dengan sahabatnya tersebut.

"Kalo gue boleh kasih saran, lo hubungin Arez duluan aja deh Vee. Sampai sekarang lo belum pernah telepon Arez kan?"

"Gue nggak tau harus ngomong apa ke dia, gue takutnya gimana kalo gue ternyata cuma jadi bahan taruhan? Atau dia cuma iseng ngomong kayak gitu ke gue. Dia kan cakep Fel, banyak cewek lebih cantik dari gue. Lagian dia 3 hari nggak masuk kan? Jangan-jangan dia termasuk cowok yang suka bolos."

Vee mengutarakan semua ketakutannya tak mempedulikan suasana kantin yang bertambah ramai.

"Lo bener-bener korban sinetron Vee, daripada lo punya pemikiran negatif kek gitu. Mending telfon Arez deh! Tanya gitu dia dimana, atau langsung to the point aja, tanya dia nganggep lo pacarnya apa bukan biar semuanya beres. Jangan cuma mengalir kayak air. Kalo lo butuh kepastian nggak ada salahnya melawan arus, daripada mati tenggelam."

"Kesannya gue ngejar-ngejar dia dong?"

Tanpa menjawab pertanyaan Vee, Feli langsung mencubit lengan Vee gemas.

==3==

Rumah bercat putih itu merupakan rumah terbesar di Kota Vee. Pagarnya berwarna emas. Kokoh dan tinggi, mengelilingi rumah yang tak terlihat dari luar. Gerbangnya setinggi hampir empat meter dan dihiasi aksara-aksara latin. Di setiap sudutnya terdapat pos penjaga yang mana di setiap posnya terdiri dari 3 atau 4 penjaga bertubuh kekar dan berwajah garang.

Di depan gerbang rumah terdapat air mancur setingggi hampir 3 meter dengan patung 3 bocah kecil yang tengah membawa busur. Di sisi kanan dan kiri ruas jalan menuju pintu utama rumah terdapat deretan pohon rindang yang memanjakan mata.

Sudah hampir 3 tahun lamanya Arez meninggalkan rumah yang menjadi saksi pertumbuhannya untuk menyelesaikan pendidikannya di luar negeri. Siapa yang menyangka bahwa diusianya yang baru menginjak 19 tahun Arez telah menyelesaikan studi masternya. Berkat IQ yang masuk kedalam kategori genius Arez kini berada sudah bergabung diperusahaan milik keluarganya. Berkat IQnya pula Arez merasa masa remajanya ditarik paksa oleh keluarganya. Membuat ia diam-diam mendaftarkan diri di sekolah milik pamannya menjadi siswa baru berstatuskan kelas 1. Cukup menggelikan, hingga perbuatannya diketahui oleh ayahnya dan menyebabkan ia mendapatkan masalah baru.

"Aku ingin mengumumkan sesuatu."

Suara berat penuh nada intimidasi milik Ayah Arez itu menggema di ruang keluarga yang kini di kelilingi oleh anggota keluarga lengkap tak terkecuali kakeknya yang sudah tua.

"Arez akan menduduki posisi general manager."

Suasana hening sejenak, semua orang memperlihatkan raut terkejut terlebih Arez. Omong kosong apa ini? Teriaknya dalam hati. Ia menatap Ayahnya penuh amarah. Ayahnya tahu Arez tidak suka berbisnis, baginya bisnis hanya permainan membosankan yang tak pernah menarik minatnya. Beberapa saat kemudian semua orang memperlihatkan wajah bahagia dan takjubnya.

Wrong NumberWhere stories live. Discover now