PROLOG

196 9 1
                                    


Naina sedang berdiri di sudut ruangan menghindari keramaian sambil mengunyah makanan yang berhasil diambilnya tadi. Naina menyesal datang ke acara reuni yang diadakan teman-teman SMU seangkatannya. Setelah 13 tahun berlalu, tetap saja mereka hanyalah teman-teman tanpa nama bagi
Naina. Memang sejak SMU Naina bukanlah orang yang populer atau pun mempunyai kemampuan bergaul. Selama 3 tahun di masa sekolahnya yang datar dia hanya berteman dengan Karin. Kalau bukan karena Karin, sahabat Naina selama 13 tahun, Naina masih akan tetap di kamarnya dengan beberapa bab buku yang belum sempat dia selesai terjemahkan. Terjemahan tersebut seharusnya memenuhi target deadline 2 minggu lagi. Bagaimana pun Naina tidak merasa nyaman di tempat ini. Di sini teman-teman SMU-nya yang sudah lama tidak dilihatnya berlomba-lomba menunjukkan
keberhasilan mereka melalui pakaian bermerek, tas bermerek, kendaraan, serta pekerjaan yang mereka miliki. Bahkan teman-teman perempuannya
menunjukkan keberhasilan mereka dengan menikahi suami-suami yang
merupakan pengusaha kaya ataupun pejabat terkenal di kantornya. 30
menit yang lalu banyak teman Naina yang mendekatinya hanya untuk
merendahkan Naina atau bahkan mereka bertanya siapa Naina karena
mereka tidak mengingat Naina. Naina sendiri datang ke sini tanpa
persiapan. Pakaian yang digunakannya pun hanyalah jaket hoodi dan kaos berwarna putih di dalamnya beserta jeans sobek lutut belel dan dipermanis dengan sepatu Converse hitam putih yang lumayan butut. Tanpa riasan benar-benar polos sepolos piring berwarna putih.
Seorang pria yang cukup gemuk dan besar mendekati Naina.
"Elo, Naina kan? Yang duduk di belakang gue yang kerjaannya tidur
melulu pas pelajaran matematika?" tanya laki-laki itu pada Naina.
Naina samar-samar mencoba mengingat laki-laki yang ada di depannya ini.
"Sori, gue beneran lupa. Elo siapa?", tanya Naina balik bertanya.
Naina sendiri mempunyai sifat pelupa parah dan terkadang cuek akut dengan keadaan sekitar. Walau badai menghadang, Naina tetap tidak
peduli. Dia cukup bangga dengan sikap cueknya.
"Gue Edo. Teman yang duduk di depan elo pas kelas 3. Emang bener yang namanya sifat moga udah 13 tahun tetep aja nggak berubah. Elo masih kayak dulu. Ya muka, sifat bahkan gaya berpakaian elo. Asli gue beri elo 2 jempol."
"Makasih atas pujian elo. Walau gue ragu itu pujian atau hinaan. Elo
sendiri ngapain kesini? Nggak punya temen buat diajak ngobrol, makanya
elo deketin gue?"
"Ini anak tetep ya, anti sosial. Elo lagi nunggu Karin kan? Gue temenin biar elo nggak kayak alien di acara reuni ini. By the way, elo sekarang kerja di mana?"
"Kenapa elo pengen tahu? Elo mau nyombongin diri kalo elo udah
punya pekerjaan bagus?"
"Please deh Nai...elo ini selalu suka berburuk sangka. Gue hanya pengen nawarin elo kerja. Siapa tahu aja elo butuh. Pekerjaannya lumayan menjanjikan. Ini kartu nama gue kalo elo tertarik."
"Makasih, tapi gue masih nyaman kok dengan kerjaan gue yang sekarang."
Seorang wanita cantik yang memakai jeans berwarna biru dan berkemeja
putih mendekati Naina dan Edo.
"Gue cari elo, Nai di seluruh ruangan. Eh elo ada di sini nyudut dengan...Hai Do, udah lama nggak ketemu. Pa kabar?"sapa Karin ketika melihat Edo.
"Gue baik. Edo menggeleng-geleng terpesona dengan badan semampai
Karin. "Dan elo Karin makin cantik dan seksi aja. Karena elo udah
datang gue mau ke tempat temen gue. Hubungin gue kalo elo tertarik
dengan pekerjaan yang gue tawarkan?", kata Edo kepada Naina. Dan Karin bye...bye."
Naina hanya tersenyum simpul ketika Edo meninggalkan mereka berdua.
Tiba-tiba terdengar suara ribut dari beberapa orang. Kelihatannya
mereka sedang menyambut orang penting di acara reuni ini.
"Dari tadi ribut bener di arah sana. Kita ke sana yuk."
Karin mengajakku ke arah sumber keributan karena penasaran.
"Nai...itukan...Gathan, Nai. Woah dia nambah ganteng aja. Ternyata 13
tahun nggak ketemu membuat tampang Gathan menjadi super keren, Nai. Penasaran gue udah nikah belum si do'i? Gue denger Gathan itu mewarisi perusahaan penerbitan buku terbesar yang ada di Indonesia yang nyaingin Gramedia, Nai. Elo bisa minta tolong sama Gathan untuk
menolong elo buat dapatin proyek terjemahan selama setahun. Lumayan
kan Nai? Emang kalo ngeliat dia pas waktu SMU dulu orangnya udah bening, ganteng, pintar, berwibawa pokoknya sempurnanya laki-laki.
Ditambah lagi Gathan jadi ketua OSIS, tambah deh cewek-cewek pada
ngejer. Jadi nggak heran kalo anak-anak perempuan baik angkatan
kita, senior atau junior suka sama Gathan bahkan sampai sekarang. Kata orang laki-laki aura kegantengannya ketika menginjak usia kepala tiga. Dan gue rasa teori itu bener, Nai. Dan terbukti pesonanya semakin bersinar sekarang. Nai, gue butuh kacamata hitam, Nai. Ketampanan Gathan menyilaukan mata gue, Nai. Seandainya gue bisa jadi pasangannya."
"Mimpi terus elo, Rin. Udah ah. Masalah kita nggak akan selesai
dengan ngeliatin Gathan. Biarin aja mereka. Gue nggak peduli. Ayo,
kita cari makan aja. Gue laper. Dari tadi nunggu elo. Gue kayak
Wallflower* dipesta yang diadakan keluarga bangsawan." Naina lalu
menarik tangan Karin menghindari keramaian untuk mengajak Karin untuk mencari makanan yang bisa dimakan.

*****

*Wallflower: Gadis yang duduk di pesta tanpa berdansa

















Someone Over The RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang