Snape : "Kau mempertahankan dia tetap hidup supaya bisa mati pada saat yang tepat?"
Dumbledore: "Jangan shock, Severus. Berapa banyak laki-laki dan perempuan yang telah kau saksikan mati?"
(Harry Potter dan Relikui Kematian)Selama hidup Naina yang sudah berjalan hampir ke 31 tahun ini, Naina selalu berusaha menghindari konflik. Dia tidak suka berdebat karena baginya berdebat hanya akan menambah masalah lebih besar lagi.
Berdebat tidak akan membuatnya menang dan masalah selesai begitu saja. Apapun permasalahan, Naina selalu berusaha diam. Bukan karena diam itu emas tapi karena Naina tidak suka bersitegang. Naina menyukai hidup yang damai. Hidup manusia itu sudah sulit tanpa perlu ditambahi dengan konflik. Naina ingat ketika waktu sekolah dulu, ada beberapa anak cowok dari kelas tetangga ataupun seniornya yang mendekatinya. Naina sempat berpikir dengan pedenya apakah segitu cantik dan menarik dirinya sehingga mereka berdatangan padanya. Naina mulai merasa ge'er istilah pada jamannya karena diberi perhatian lebih. Siapa yang tidak suka ketika beberapa anak cowok datang mendekatinya. Tapi pertanyaan
yang dulu sempat Naina tanyakan pada dirinya sendiri mulai terjawab
ketika Naina dan semua anak laki-laki itu sudah berhubungan dekat
layaknya teman akrab. Mereka ternyata memiliki agenda tersembunyi mendekatinya. Anak laki-laki itu menganggap Naina sebagai penghubung untuk mendekati Karin dan bertanya informasi tentang Karin; mulai dari
apa yang Karin suka dan apa yang Karin tidak suka. Naina bagaikan
salah satu alternatif jalan termudah untuk mereka mendekati Karin.
Walaupun Karin tidak seterkenal Gathan, tapi dia cukup dikenal oleh
teman lain kelas dan seniornya karena kecantikan, ketomboyan,
sekaligus kesupelannya dalam bergaul. Naina bukanlah anak yang suka bergaul. Dia terbiasa asik dengan dunianya. Kadang dia tertidur dikelas karena kecuek'annya. Mulai dari waktu itulah Naina mulai
memagari hatinya dengan perisai besar terbuat dari besi baja agar
terhindar dari rasa sakit. Mulai dari saat itu Naina terbiasa untuk
tidak berharap. Bukankah terlalu banyak berharap, maka sakit hati
yang akan didapat. Dan Naina membiarkan mereka, anak laki-laki yang menyakiti perasaannya tanpa keinginan membalas karena Naina tidak suka memperpanjang masalah. Lebih baik hanya satu orang yang sakit daripada dikemudian hari banyak yang sakit hati. Drama hanya untuk aktor dan artis. Naina bukanlah artis dan Naina bukanlah seorang drama queen. Dan masalah mendatanginya ketika dia hanya duduk diam berkonsentrasi
dengan terjemahannya disudut cafe. Bukan Naina yang mencari masalah,
tapi masalah selalu datang mencarinya. Dan masalah itu datang atas nama Gathan, bosnya di Lova. Gathan dengan mudahnya mempertanyakan loyalitasnya pada Lova padahal Gathan baru menjadi bos 3 hari di Lova. Mood Naina menjadi buruk seketika dan alamat terjemahannya ini akan terbengkalai sampai Naina bisa memperbaiki moodnya yang drop terjun bebas.****
Naina mengambil 3 pack Yakult dan membayarnya ke kasir mini mart.
"Kalo mbak Nai udah beli 3 pack Yakult berarti mbak Nai sedang bad mood akut."
Wajah Nai tersenyum tapi tidak matanya. Bahkan kasir mini mart tempat Naina biasa nongkrong kalau lagi bete' tenan atau mood yang berubah jadi jelek, tahu dengan situasi mood Nai yang berubah. Sebenarnya Naina ingin teriak dan marah tapi marah kepada siapa? Walaupun dia curhat ke Karin pun emosinya sulit dia redam. Naina menarik napas panjang. Sepanjang napas yang dia bisa tarik. Seorang laki-laki menarik 1 pack Yakult yang ada di atas mejanya. Dan mulai meminumnya satu persatu. Naina ingin marah ketika melihat Bada, teman barunya yang mengambil Yakult-nya.
"Kalau kau ingin marah, marah saja. Jangan diredam. Emosi yang selama ini kau tahan suatu saat akan menjadi bom waktu yang siap meledak membunuhmu dan orang-orang disekitarmu", kata Bara.
"Tahu apa kau tentang kemarahanku. Aku tidak ingin kau ikut campur.
Lagipula kita baru kenal." Mungkin cara Nai melepaskan kekesalannya
dengan orang yang tidak tahu apa-apa tidaklah baik. Tapi salah Bada
sendiri datang ketika Nai lagi bad mood. Tapi Bada tidak terpengaruh
dengan sikap kasarnya Nai. Dan yang membuat Nai lebih emosi lagi Bada
dengan santainya mengambil 1 botol Yakult dari pack yang diambil paksa
tadi.
"Yakult ini dianjurkan untuk dikonsumsi 2 kali sehari. Dan kau...ingin meminum 3 pack Yakult? Aku takut kau bisa overdosis dan
masuk UGD gara-gara alasan yang nggak elit ini. Ayolah Na...kau bisa
bercerita. Banyak orang bilang kalo aku pendengar yang baik loh."
"Maksudmu?" tanya Nai tidak paham.
"Ini sudah pertemuan kita yang ketiga. Tidaklah sulit melihat
sifatmu dalam tiga pertemuan. Kau suka dengan kesendirian. Kau asik
dengan kesendirianmu tanpa perduli orang-orang yang ada disekitarmu.
Kau sangat suka mengamati atau aku bisa bilang suka menjadi penonton."
"Apa kau seorang psikolog? Oh bukan aku rasa kalo kau ini suka ingin tahu urusan orang lain. Apa lagi kau tadi bilang kita baru tiga kali
bertemu. Aku pernah dengar kalimat tentang rasa ingin tahu bisa membunuhmu."
"Aku memang seorang psikolog, tepatnya psikolog klinis* dengan izin
praktek tapi aku menutup praktekku karena aku tidak suka terlalu terikat dengan waktu tertentu. Oops terlalu banyak informasi. Jadi wajar kalau sifat ingin tahu itu menjadi bagian dari diriku. Ingat...Dipertemuan kita yang kedua kita sudah setuju untuk berteman. Bukankah etika berteman adalah teman harus ada ketika teman yang lain membutuhkannya?"
"Untuk seorang laki-laki kau cukup banyak bicara. Lebih baik kau
tinggalkan aku saja atau kau tutup mulutmu. Aku akan baik-baik saja
setelah aku menenangkan diri. Dan stop melihat Yakult-ku. Kau sudah
menghabiskan 1 pack Yakult-ku."
Selama sejam mereka berada dalam kebisuan yang entah mengapa nyaman bagi mereka berdua. Yang ada hanyalah suara hilir mudik kendaraan dan orang-orang yang lalu lalang yang menjadi musik latar kebisuan mereka. Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menyembuhkan luka hati. Dan Naina memilih untuk berdiam diri dalam keramaian yang ada di depannya ditemani dengan Yakult, eskrim ataupun mi gelas. Dan hal itulah mulai dipahami oleh Bada. Bada mendapatkan lagi satu sifat Naina ini dipertemuan mereka yang ketiga. Naina terlihat sederhana tapi cukup paradoks dalam kesederhanaannya. Tidak ada yang tahu apa yang dirasakan hatinya karena dia memagari hatinya cukup tinggi menunggu seseorang yang cukup gila memanjat pagar tersebut.
"Aku lapar. Kau mau makan mi gelas?"tanya Naina kepada Bada.
Nampaknya Naina sudah bisa mengontrol kekesalannya.
"Dua. Kau yang bayarkan? Anggap saja bayaran karena menemanimu."
"Siapa yang suruh kau menemaniku? Bukannya kau yang suka makan gratis. Minumnya kopi instan?"tanya Nai lagi. Walau omongan Nai yang sarkastis tetap saja Nai membelikan Bada, teman barunya mi gelas.
"Aqua aja. Aku kurang fokus selama sejam kita berdiam diri.
Tenggorokanku seret karena hangover Yakult."
Naina masuk mini mart lagi dan membeli 4 mi gelas serta 2 botol Aqua.
"Keliatannya mbak Nai nggak ngegalau lagi", tanya kasir mini mart itu.
"Udah nggak usah banyak komen. Mbak laper. Ternyata menggalau itu menghabiskan energi", kata Nai pada kasir itu. Nai menyerahkan dua mi gelas yang sudah diisi air panas dan sebotol Aqua kepada Bada.
"Setiap aku kesini, kau ada juga disini. Jangan-jangan kau itu
menguntitku untuk makan gratis. Aku lupa waktu itu kau berjanji yang
akan membayar makanan kalau kita bertemu lagi," todong Nai.
"Nggak baik berburuk sangka. Dosa, Na. Dosa. Aku nggak bawa duit.
Kebetulan aku lagi sumpek makanya aku kesini. Dan kebetulan aku ketemu
kau. Ini namanya rezeki anak soleh. Keliatannya mi gelasnya udah
lembut." Bada mengambil sendok plastik yang ada diatas tutup plastik
mi gelas dan mengaduk mi dan memakannya. "Enak, Na. Terasa 1000 kali lebih nikmat karena gratisan."
Naina hanya mencibir tidak menemukan kata untuk membalas Bada. Mereka makan dalam diam. Setelah menghabiskan dua gelas mie gelas Bada memegang perutnya yang kekenyangan sambil bersendawa keras.
"Aku kenyang. Habis kenyang terbitlah ngantuk. Nah Nai, aku mau
pulang pengen tidur siang." Bada beranjak dari kursinya tersenyum
lebar. "Oh ya Nai. Makasih makanannya. Dan hampir lupa, aku masih memiliki izin sebagai psikolog jika kau ingin berkonsultasi denganku. Gratis tidak dipungut biaya. Sampai jumpa di Minggu jam 3 sore. Aku tunggu disini."
Naina belum sempat menjawab Bada sudah berlalu. Bada pasti berlalu. Dan Bada yang berlalu itu adalah teman yang dia izinkan untuk masuk dalam kehidupannya selain Karin. Naina hanya mendengus dengan tingkah absurd Bada. Mana ada psikolog kucel, slenge'an belum mandi dan kayak orang yang belum diberi makan 3 hari seperti Bada.
![](https://img.wattpad.com/cover/64444106-288-k739712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone Over The Rainbow
General FictionLove is worth to fight for. Naina is 30, plain, aloof, and boring. Tapi apa karena itu dia tidak berhak mendapatkan cinta? Naina yang realistis menyadari pangeran tampan hanya ada di dalam dongeng. Kalau pun ada di dunia nyata maka pangeran itu buk...