TEBAKAN JAYUS DAN GARING

124 5 2
                                    

Dumbledore: "Ingatlah jika tiba waktunya kalian harus memilih antara yang benar dan yang salah, ingatlah apa yang terjadi pada seorang anak yang hebat, dan baik, dan pemberani, hanya karena dia berada di jalan yang dilalui Lord Voldemort. Ingatlah Cedric Diggory."
(Harry Potter dan Piala Api)

Dua minggu setelah bersenang-senang dengan Karin, Naina berjibaku dengan terjemahan yang belum dia selesaikan. Selama dua minggu itu pula Naina tidak keluar rumah bahkan keluar dari kamar kerjanya kecuali untuk makan, atau ke WC. Bu Firda selama 3 hari sebelum deadline pun masih meneror Naina dengan kekhawatiran-kekhawatiran yang membuat kepala Naina tambah pusing. Hari ini saja Bu Firda masih menelpon Naina guna mengetahui sampai mana proses terjemahan sampai-sampai Naina mematikan hapenya tak ingin diganggu dengan ocehan Bu Firda. Karena telpon dari Bu Firda bisa mengganggu konsentrasinya dalam menerjemah. Dan sujud syukur pada Tuhan, dua hari sebelum deadline, Naina bisa menyelesaikan semua dengan baik. Selama dua hari tersisa, Naina hanya mengedit penggunaan diksi yang kurang tepat dan melakukan proofreading* hasil terjemahannya sendiri guna mengurangi perbaikan-perbaikan dalam terjemahannya.
Sekarang sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Masih ada waktu 3 jam lagi dari deadline yang sudah ditentukan. Naina mengambil hape yang baru dicas dan menghidupkan hapenya. Terdapat puluhan kali missed call dari Bu Firda dan puluhan sms juga dari orang yang sama yang menanyakan mengapa Naina mematikan hape sampai sumpah serapah. Naina lalu menekan
nomor hape Bu Firda untuk mengabarkan hasil kerjanya.
"NAI...", teriak Bu Firda. Naina menjauhkan hape dari kuping Naina.
Seperti biasa jika Naina tidak mengangkat hape dari Bu Firda, Naina harus siap mental dengan kemarahan Bu Firda. Naina sudah sangat paham dengan tindak tanduk Bu Firda sebagai editor senior di Lova. Dan sudah tujuh kali Naina dan Bu Firda bekerja sama, Bu Firda masih saja meragukan kinerja Naina, makanya pada kerjasama yang ketiga, Naina mulai berani mematikan hapenya. Paling Naina harus tahan dengan ocehan Bu Firda yang cukup panjang seperti lintasan gerbong kereta mengenai alasan Naina menonaktifkan hapenya.
"Iya Bu Firda. Aku hanya mau mengabarkan semua kerjaan sudah beres. Aku ingin langsung menyerahkan hasilnya dengan Bu Firda di kantor. Nanti kira-kira sejam lagi aku kesana", jelas Naina.
"Oke. Aku tunggu". Terdengar bunyi nada hape dimatikan. Dan pelakunya tentu saja Bu Firda. Ini siapa yang menelpon siapa yang menerima sih gumam kesal Naina. Seperti biasa jika kerjaan sudah beres, Bu Firda langsung mematikan hape sebelum Naina selesai berbicara.

****

Tepat pukul 10.30 Naina sudah berada di Lova, kantor penerbit tempat Naina sering menjadi penerjemah freelance. Naina terlambat 30 menit lebih lama dari yang dijanjikan. Orang-orang di Lova sudah mengenal Naina sehingga mereka yang melihat Naina menyapa Naina dengan ramah begitu juga Naina menyapa mereka. Naina langsung menuju ke ruangan Bu
Firda. Naina mengetuk pintu dan terdengar suara yang menyuruh Naina untuk masuk. Wangi aroma lavender tercium di ruang Bu Firda. Bu Firda pernah mengatakan pada Naina bahwa dia membutuhkan tempat yang nyaman dan tenang untuk mengedit hasil terjemahan novel-novel maupun novel-novel hasil karangan penulis-penulis baru Indonesia. Lilin aroma terapi lavender cukup membantunya mendapatkan suasana tenang itu.
Naina tidak mengerti dan tidak ingin mengerti.
"Kamu telat 30 menit, Nai", kata Bu Firda langsung tanpa basa basi.
Kebiasaan Bu Firda yang perfeksionis dan tidak menyukai jika sesuatu tidak sesuai dengan waktunya akan membuatnya kesal. Dan Naina masih
dengan tenangnya tidak perduli dengan ocehan Bu Firda.
"Aku emang telat 30 menit datang kesini, tapi aku menyelesaikan
terjemahanku lebih cepat 90 menit dari waktu awal kita tandatangan
kontrak, Bu. Ini hasilnya." Naina membungkam ocehan Bu Firda dengan menyerahkan flashdisk yang berisi hasil terjemahannya.
"Seperti biasa, kamu selalu bisa menjawab, Nai. Bu Firda menerima
flashdisk dan menyimpan hasil terjemahan di dalam laptopnya. Ini sudah aku salin. Aku akan memeriksanya selama kurang lebih satu minggu. Dalam rentang waktu itu, aku akan memintamu merevisi yang kurang sesuai menurutku. Baru invoice* yang kamu ajukan bisa diproses oleh bagian keuangan dan bayaranmu bisa cair. Kira-kira dua minggu atau tiga minggulah."
Naina mengangguk paham dengan sistem yang ada. Lagipula Naina tidak terlalu mengkhawatirkan soal bayarannya karena Naina besok sudah memulai proyek terjemahan baru dari pihak asing dan bayarannya pun cukup besar dengan DP 30% dari jumlah kata yang harus
diterjemahkannya. Ada dua proyek terjemahan yang sudah Naina
selesaikan tapi sampai sekarang belum ada kabar pasti kapan transfer
pembayarannya dan salah satunya novel historical romance yang baru
saja Naina selesaikan. Tapi hal itu adalah hal yang wajar karena sudah
ada perjanjian sebelumnya mengenai sistem pembayaran jadi Naina tidak
terlalu memusingkan hal tersebut.
"Oke. Aku tunggu ya informasinya, Bu Firda." Naina berdiri melangkahkan kakinya dari kursi.
"Tunggu, Nai...Aku belum selesai bicara. Kamu selalu saja mau cepat
pergi", tahan Bu Firda. Naina bingung tapi dia langsung menyadari
masih ada yang ingin dibicarakan editornya itu. Dia kemudian duduk
kembali.
"Aku ada proyek lagi buat kamu. Aku mau kamu menerjemahkan novel sejenis harlequin*. Kalo ini nggak terlalu terburu-buru, kok",jelas Bu Firda. "Aku juga yakin kamu nggak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk mengerjakannya. Soalnya kamukan sudah mengerti bahasa terjemahan untuk novel sejenis ini."
"Bukannya aku menolak, Bu. Tapi aku sudah menandatangani proyek baru dua bulan yang lalu. Dan pihak sana sudah menyetujui kalau aku bisa
memulai menerjemahkan buku mereka setelah aku menyelesaikan
menerjemahkan novel itu, Bu. Waktu yang kami setujui dalam kontrak
adalah aku bisa menyelesaikan menerjemahkannya dalam kurun waktu 6 bulan untuk buku sebanyak sekitar 500 halaman. Jadi maaf ya, Bu Firda cantik. Lain kali aja kita kerjasama lagi", jelasku.
"Aku mengerti Nai. Tapi apa tidak bisa kamu meluangkan waktumu sekitar satu bulan setengah dari enam bulan untuk menerjemahkan novel ini? Soalnya aku selalu puas dengan kinerjamu itu."
"Bu Firda kan tahu aku tidak bisa menerjemahkan 2 buku dalam satu
waktu. Hal itu akan merusak konsentrasi dan mengacaukan moodku, Bu. Membangun moodku yang sering turunnya daripada naiknya itu benar-benar susah. Dan Bu Firda jelas tahu kalau mood yang buruk bisa mempengaruhi hasil terjemahanku. Aku rasa Bu Firda tidak akan suka itu terjadi. Lagipula ada Ariana yang dua hari lalu baru menyelesaikan terjemahannya. Mungkin sekarang Ariana masih available. Naina menyebutkan nama penerjemah baru yang bisa membantu Bu Firda. "Bu Firda coba saja hubungi Ariana."
"Ariana masih kurang jam terbangnya. Terjemahannya masih kurang mengalir sehingga masih banyak yang perlu diperbaiki. Ayolah, Nai. Demi kerjasama kita yang sudah berjalan selama enam tahun. Bantulah aku. Kalau kamu bersedia, bayarannya aku naikkan 20% dari semua jumlah kata yang biasa kamu terjemahkan. Aku rasa ini best deal, kan?"
"Menarik sih dengan bayarannya. Aku benar-benar berterima kasih atas
tawarannya. Ini bukan masalah bayarannya tapi komitmen yang aku pegang teguh serta profesionalitas yang harus aku junjung tinggi. Jika Bu Firda mau menunggu 6 bulan, aku akan mengerjakannya tapi kurang dari 6 bulan aku dengan berat hati menolaknya."
"Oke. Nanti kamu pikirkan lagi. Kalau kamu berubah pikiran kamu tahu dimana mesti menghubungi aku. Oh, aku hampir lupa. Besok malam ada pesta penyambutan presdir baru Lova dan dia juga seorang editor di Lova. Kamu tahukan penggantinya anak Pak Erwin. Beliau sudah melakukan
serah terima dua hari yang lalu dengan anaknya. Jadi sekarang aku mau mengundang kamu untuk ikutan menyambut presdir baru Lova. Biar
bagaimanapun kamu kan termasuk penerjemah senior, lagipula apa kamu nggak bosan berdiam diri di rumahmu. Sekali-kali kamu harus
bersosialisasi bertemu dengan banyak orang. Dan aku beritahu kamu kalo anak Pak Erwin, bos baru kita cakep dan keren. Kamu nggak bakal rugi."
"Kalo Bu Firda ngomong kayak gitu, emang aku bisa nolak? Soalnya kalo aku nggak datang juga Bu Firda pasti ujung-ujungnya ngancam nggak mau memberikan proyek terjemahan lagi ke aku. Jadi besok malam kapan dan dimana? Boleh aku ngajak Karin? tanya Naina. Soalnya aku nggak nyaman dengan orang-orang yang nggak aku kenal, Bu."
"Ajak aja. Soalnya kamu dan Karin itu sudah sepaket. Ngajak kamu
pasti Karin juga ngikut."
"Makasih Bu. Aku mesti pergi ke suatu tempat. Sampai jumpa besok malam."
Naina meninggalkan Lova menuju mall yang paling dekat dengan Lova. Biasanya selesai mengerjakan satu proyek, badan Naina akan sakit dan pegal. Jadi Naina menghabiskan waktu seharian ke salon; baik itu creambath, spa, atau refleksi untuk menyegarkan tubuh dan otaknya. Naina menyadari dia butuh perawatan kecantikan baik luar maupun dalam walau penampilan luarnya hanya dengan jeans dan jaket varsity merah yang ada hoodinya dan kacamata untuk menutupi mata panda akibat begadang selama kurang dari dua minggu. Sesampai disalon, Naina langsung dilayani oleh Rina yang biasa menanganinya. Naina sudah
dikenal disalon ini soalnya Naina pelanggan tetap yang akan datang
sebulan sekali. Belum lagi tampang Naina yang seperti tidak pernah
merasakan perawatan salon menjadi pengingat bagi pekerja salon disana.
Naina meminta paket perawatan penuh dari muka sampai kaki. Naina
sangat membutuhkannya karena dia merasa capek sekali. Selama perawatan, Naina mengirimkan pesan ke bbm Karin. Dan seperti biasa Karin kalo mendengar akan bertemu laki-laki tampan, maka dia akan ada di barisan terdepan.
Hari sudah sore ketika Naina menyelesaikan perawatannya. Dia tidak sempat makan tapi dia ingin makan eskrim di tempat biasa dia nongkrong untuk mencari inspirasi. Seperti biasa eskrim kotak sudah ada dimeja depan kursi mini mart. Ini yang disebut "me time" versi Naina. Naina duduk menyilahkan kaki dikursi memakan eskrimnya dan mulailah dia memperhatikan orang-orang yang lewat dijalan. Hari ini sekarang ini Naina merasa segar baik tubuh dan pikiran. Seperti biasa orang-orang lewat menjadi perhatiannya. Tidak ada yang menarik tapi Naina senang
mempelajari sifat manusia yang kadang kala tidak bisa ditebak selalu
misterius. Seseorang pria mendekati kursi tempat duduknya dan duduk
disampingnya. Seperti biasa Naina tidak perduli dengan orang yang
disampingnya. Dia tetap sibuk dengan kegiatannya. Naina tidak sadar laki-laki itu memperhatikan Naina.
"Bada", laki-laki itu berkata. Laki-laki itu berkata lagi. "Bada."
Naina lalu menoleh kebelakang melihat apakah ada orang selain Naina yang sedang diajak oleh laki-laki itu.
"Kau berbicara padaku?" tanya Naina sambil menunjukkan jari telunjuk ke arahnya.
Laki-laki itu mengangguk. "Namaku Bada."
Naina merasa aneh dengan cara laki-laki ini mengenalkan dirinya. Tapi Naina tetap merespon pembicaraan laki-laki itu. Naina memang cuek tapi jika ada yang mengajaknya ngobrol dia akan melayani obrolan dengan siapapun itu.
"Bada yang berarti laut?", tanya Naina tidak yakin.
"Kau tahu arti namaku?" Laki-laki itu terkejut ada orang yang tahu
arti namanya. "Benar-benar menarik. Banyak orang merasa aneh ketika
aku memberitahukan namaku. Dan sejujurnya kau adalah orang yang
pertama tahu arti namaku. Aku berani bertaruh kau pasti wanita yang hebat."
"Woah...Aku dipuji hanya karena aku tahu arti namamu? Aneh bener?"
Naina tersenyum senang jarang-jarang ada yang memujinya pada pertemuan pertama. "Tapi kau juga adalah orang yang pertama kali memujiku hanya karena aku tahu nama arti seseorang. Lagipula namamu benar-benar bagus. Dan aku juga berani bertaruh kau pasti setangguh lautan seperti arti namamu. Aku tahu Bada adalah bahasa Korea untuk laut. Oh ya,
namaku Naina biasa dipanggil Nai. Senang bertemu denganmu, Bada."
"Namamu juga bagus, Na. Bolehkan aku memanggilmu, Na? Na, aku punya tebakan untukmu. Kamu tahu kenapa jam dari dulu nggak berhenti muter?" Dengan cepat topik pembicaraan berubah.
"He...? Biasanya orang memanggilku Nai. Tapi apalah arti sebuah nama!" kata Nai sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal menunjukkan kebingungannya ketika Bada melontarkan tebakan padanya.
"Kau memintaku menjawab tebakanmu itu? Sambil berpikir tidak menemukan jawaban akhirnya Naina menyerah. "Aku nyerah. Nggak sanggup mikir. Pertanyaanmu benar-benar sulit."
"Nyerah... Ayolah kau harus berusaha menjawab dulu."
"Mungkin karena batere jamnya menggunakan batere Energi*er yang on terus", jawab Naina dengan tidak yakin.
"Kau masih ingat iklan batere yang menggunakan kelinci yang sedang menabuh drum yang pernah ada di televisi?"
Naina tercengang lagi mendengarkan pertanyaan Bada yang cukup absurd. Jika mereka adalah tokoh kartun, suara yang cocok untuk keadaan ini adalah suara burung gagak...kok...kok...kok...Dan lucunya pembicaraan mereka dengan mudah berganti topik dari tebakan ke iklan. Tapi Naina cukup bisa beradaptasi. "Jadi apa jawabnya?"
"Jawaban apa? Oh itu karena jarum jamnya nyari angka 13."
Naina langsung menggaruk kepalanya tanda dia frustasi. "Kau tahu kalo tebakanmu itu jayus dan super garing. Sampai kambing bertelur, sampai ayam beranak jarum jam nggak akan ketemu dengan angka 13. Udah ah, Bada. Aku rasa aku harus pulang. Sampai jumpa Bada. Senang bertemu denganmu."
"Oke Na senang bertemu denganmu, juga. Sampai jumpa. Aku harap kita bisa berteman dipertemuan selanjutnya."
"Aku juga."
"Na..., panggil Bada. Jika kita memang ditakdirkan untuk bertemu maka aku pastikan kita akan berteman. Aku juga akan menceritakan padamu kenapa orang tuaku memberi nama Bada padaku".
Naina tersenyum mengangguk meninggalkan tempat duduk dan kotak es krim yang sudah kosong. Mereka berpisah begitu saja tanpa ada prasangka dengan nasib mereka selanjutnya.

Someone Over The RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang