Rosalie (dua puluh satu)

861 58 4
                                    

Hujan. Hal yang bisa disukai maupun tidak disukai semua orang. Karena pada saat hujan turun, ada orang yang berharap turunnya lebih baik saat inilah, itulah. Ada yang berharap rintik saja, dan ada juga yang berharap deras saja. Bahkan ada yang berharap tidak hujan sama sekali.

Itulah manusia.

Sama seperti kedua sejoli yang sedang duduk berdampingan di sebuah ruang keluarga yang sebenarnya sangat luas. Mengingat rumah ini luas juga.

Abel dengan gerutunya dimulut, menutup kedua telinganya menggunakan bantal, karena sambaran petir yang mampu memekakkan telinga. Dan Tian yang malah santai mengganti channel TV. Menurutnya hujan malah bikin udara menjadi adem. Makanya Tian suka.

Hening dikeduanya. Sampai hembusan nafas seseorang yang menderu dibelakang mereka, membuat keduanya menoleh heran.

"Yo," sapa orang itu, Rizky. Ia melepas jaket coklat yang ia alih fungsikan sebelumnya sebagai penadah hujan dan menyampirkannya di bahu.

"Memang Pak Satpam nggak ngasih payung, Ky?" Abel bertanya, melupakan sapaan Rizky.

Rizky tertawa, ia menggaruk tengkuknya, "Tadi memang dikasih, tapi aku langsung kabur. Habis kalau payungan gitu kayak putri solo."

Tian menyeringai, "Kamu kan kalo malam putri solo."

Rizky meraup wajah Tian kesal, "Dikira aku dua kepribadian apa."

Abel ikut tertawa melihat tingkah kakak beradik itu. Namun ia tersadar ketika melihat pakaian Rizky basah.

"Baju kamu basah banget loh, Riz. Mana disini juga nggak ada pakaian cowok, adanya cewek semua. Ada sih cowok, pakaian pelayan aku."

Tian mengangguk seraya memegang dagunya dramatis, "Hmm, dua-duanya cocok buat kamu, Ky."

Rizky memutar matanya, jengah, "Aku tau Kakak selalu bawa baju lain di mobil. Langsung intinya aja kenapa. Udah kedinginan nih."

Entah itu kode atau apa. Abel menghadap ke Rizky, kemudian merentangkan kedua tangannya, "Sini aku peluk."

Tian melotot. Dengan wajah cemberut lucu, ia mendorong Rizky menjauh. "Ya ya ya, cepat ganti sana."

Abel terkikik sendiri melihat wajah cemburu Tian. Entah kenapa ia merasa senang.

"Kalau mau minta peluk sama aku aja, Abelyra," Tian berkata disertai seringainya. Mata hitam tajamnya menatap jahil.

Wajah Abel memerah cepat. Ia menimpuk wajah menyebalkan itu dengan bantal.

Mendengar Rizky memanggil namanya kebingungan tentang bagaimana cara mengambil bajunya. Abel menggunakan kesempatan itu untuk menetralisir detak jantungnya. Ia meminta salah satu pelayan disini untuk mengambil baju itu di mobil Tian. Tian sebal, karena acaranya untuk menggoda Abel lebih lanjut dinganggu, ia menunjukkan dimana tempatnya baju itu berada. Setelah memerlukan waktu lima menit. Rizky sudah siap dengan celana selutut berwarna coklat, dan kaos berwarna kuning bertuliskan it's hard, isn't it, love?

"Jadi?" Rizky memecah keheningan.

Abel berdehem. Ia membetulkan posisi duduknya, lalu lebih memilih menatap Rizky dibandingkan Tian, yang menatapnya intens.

Tian terkekeh sendiri.

Abel mulai menceritakan semuanya, tentang jawaban yang diberikan Fenee, maupun pendapat Resi tentang hal ini. Namun perkataan Abel terhenti ketika menyadari ada seorang wanita cantik duduk di sebelah Rizky.

"Jadi, aku dilupain?" tanya wanita itu.

"Oh iya, lupa," ujar ketiganya bersamaan. Abel menepuk dahinya.

RosalieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang