Selamat dari hukuman lari keliling lapangan 10 kali, sama sekali tidak lebih buruk daripada disuruh membawa rujak mangga muda besok ke sekolah. Parahnya lagi wakil ketua OSIS itu menyuruhnya membeli dengan tangannya sendiri, yang harus didokumentasikan lewat foto dan ditunjukkan padanya.
Reno melepas sneakers hitam bertali putih yang membungkus kakinya. Masih dengan baju olahraga kebesaran hasil pinjaman dari kakak kelasnya, ia menghempaskan tubuhnya ke sofa panjang di ruang tengah. Merasakan tekstur busa yang menelan tubuhnya seketika membuat Reno ingin terlelap. Namun suara derap langkah seseorang yang kian dekat membuatnya kembali terjaga.
Adalah mama, dengan daster lusuh selutut dan rambut tergulung roll besar-besar menghampiri anaknya dan menagih cerita selama seharian di sekolah seperti biasa. Entah kapan tepatnya, Reno sendiri sudah tidak ingat. Yang jelas rutinitas seperti ini terasa sudah mendarah daging di antara ia dan mamanya. Mama akan selalu menyempatkan diri, duduk di ruang tengah setiap jam pulang sekolah. Mendengarkan Reno bercerita tentang apa saja.
Dulu sewaktu beranjak masuk SMP, Reno sempat keberatan dengan kebiasaan ini. Seiring usia yang bertambah ia merasa rasa ingin tahu mama terhadap dirinya benar-benar mengganggu. Ia merasa saat menjalani pubertas dirinya mulai memiliki privasi yang bahkan mamanya tidak berhak tahu. Terlebih sebagai seorang anak laki laki ia tidak ingin dicap anak mama.
Sebulan setelah ia menolak bercerita lagi kepada mamanya, mama dan ayah harus keluar kota selama seminggu penuh untuk menghadiri pernikahan keponakan ayah. Di saat seperti itulah rasa sepi mulai menyapa, kerinduannya akan mama muncul ke permukaan, dan kesadaran serta penyesalan menyeruak bersamaan. Belum terlambat untuk menyadari bahwa ada kelegaan yang terasa ketika ia bercerita tentang nilai ulangan yang hancur, ekskul sepak bola kesukaannya, debar jantung yang tak keruan ketika anak baru itu lewat dihadapannya. Ada kehangatan dan haru ketika mama rela mendengarkannya berlama-lama walau dengan kantuk yang memberatkan mata.
Sejak itu Reno tahu, tidak seharusnya ada rahasia di antara mereka. Seperti halnya tidak seharusnya ada jarak di antara seorang ibu dan anak laki-lakinya.
"Gimana MOS hari pertama?" tanya mama, beliau mengambil tempat duduk tidak jauh dari Reno.
"Ancur ma." jawab Reno sekenanya. Ia lantas menyandarkan kepalanya di lengan kursi. "Beli rujak mangga muda dimana ya, ma?"
Mama tampak terkejut. "Loh kamu lagi kepingin rujak? Biar mama buatin deh, tapi nggak pakai mangga muda ya, susah nyarinya."
"Orang Sandra maunya pakai mangga muda."
Mama memekik tertahan. "Reno! Sandra itu siapa? Dia ngidam? Hamil? Astaga nak, kamu baru lulus SMP. Mama nggak pernah ngajarin kamu cabul.."
Mama terlihat ingin menangis. Sementara Reno mengernyit antara kesal dan heran.
"Ma apaan sih? Sandra itu seniorku, dia nyuruh Reno bawa rujak mangga ke sekolah sebagai hukuman karena aku telat tadi pagi."
Mama menyeka air di sudut mata tuanya. "Oh kirain, coba cari di rumah Pak Rw gih, mama denger istrinya jualan rujak. Tapi nggak jamin ada mangga mudanya sih, kan masih baru musim."
Reno mengangguk skeptis, tampak tidak terlalu berharap.
SkipSandra berhutang penjelasan tidak hanya kepada teman-temannya, tapi juga kepada dirinya sendiri. Menyelamatkan anak laki laki bernama Reno itu ternyata menggoyahkan kredibilitasnya sebagai wakil ketua OSIS sekaligus Pemimpin redaksi mading. Ganti hukuman yang ia berikan rupanya tidak memuaskan kehendak teman-temannya.
Sandra masih tidak bisa menjelaskan, bahkan kepada dirinya sendiri. Bahwa ada sesuatu yang berontak, jauh tersimpan di kedalaman sana ketika teman-temannya berniat menghukum anak itu semisal, lari keliling lapangan 20 kali, atau trap tangga sekolah 28 kali.
Hari ini ketika berangkat sekolah, Sandra tidak sesemangat biasanya. Tas ranselnya di sampirkan di salah satu pundak, sementara kakinya berjalan setengah menyeret. Di gerbang ia berpapasan dengan Dimas, ketua Osis sekaligus teman satu angkatan.
"Lemes banget hari ini?" tembak Dimas langsung, cowok itu sudah terbiasa nyablak dengan wakilnya.
"Kelihatan banget ya?"
"Dilihat dari pucuk Monas juga kelihatan kali, kaki lo aja nyeret kayak orang polio!" Ledek Dimas. Kalau saja tidak dalam keadaan Badmood berat Sandra pasti sudah tertawa-tawa.
"Salah banget ya Dim? kalau gue nggak suka ada hukuman fisik di MOS. Ini juga demi nama baik OSIS."
Dimas tersenyum mengerti. Senyuman itu kadang bisa membuat orang lain hilang keseimbangan.
"Gue ngerti, anak-anak juga udah ngerti. Mereka cuma lagi kesel, karena anak itu terkesan nggak ngehargai kita sama sekali."
Dimas tersenyum lagi, tanpa sadar Sandra ikut tersenyum.
SkipRujak yang semula menggunung itu cuma menyisakan selapis bumbu kacang yang ternyata masih dicoleki oleh kakak-kakak kelasnya. Beberapa dari mereka ada yang megucapkan terimakasih, sibuk mencelat mencari air minum karena kepedesan, ada yang cuek bebek, tapi Reno tidak perduli. Semua reaksi itu tidak ia butuhkan, yang ia inginkan hanya reaksi dari satu orang. Sandra, dari jam tujuh tadi Reno bahkan belum sempat melihatnya.
Ia lantas berdiri dari kursi dengan tidak nyaman oleh segala atribut aneh yang menempel di tubuhnya. Dirabanya saku celanannya, memastikan selembar foto yang telah ia cetak berada disana.
"Kak!" panggil Reno pada seorang cowok yang ia ketahui sebagai ketua OSIS. "Lihat Kak Sandra nggak ?"
"Sandra ya?" Cowok itu tampak berusaha mengingat-ingat. "Tadi sih saya lihat lagi ngasih arahan untuk kelompok Antasari di lapangan voli."
Pada MOS kali ini, para siswa baru dibagi menjadi beberapa kelompok. Reno sendiri tergabung dalam kelompok Ir. Soekarno.Tanpa ba-bi-bu lagi Reno melesat ke arah lapangan voli. Dari jauh sosok yang ia cari sudah kelihatan dengan tubuh jangkung dan rambut sebahunya. Dimanapun ia, Sandra seakan menonjol di antara yang lain. Seperti matahari di antara bintang-bintang.
Begitu tubuh jangkung itu membalik dan para siswa baru menyebar ke berbagai penjuru. Reno baru menyadari bahwa kini Sandra berjalan ke arahnya, dan tampak belum menyadari keberadaan Reno yang setengah tersembunyi di balik tiang.
"Kak wakil ketua OSIS!"
Sandra tampak terkejut, tapi sebentar kemudian tampak tenang seperi biasa. "Sekali lagi lo panggil gue nggak bener, gue suruh lo bawa air goreng ke sekolah." katanya sambil menggeloyor pergi.
"Galak amat sih kak, saya cuma mau kasih lihat ini."
Sandra berhenti sejenak, menerima selembar foto yang disodorkan Reno.
"Muka saya kaya mau retak lo kak, ibu saya sendiri ngira saya ngehamilin anak orang."
Kali ini Sandra tersenyum lebar. "Bagus deh, emang itu yang gue pengen."
"Jadi kakak pengen saya ngehamilin anak orang beneran? Gila apa? Saya pacar aja nggak punya. Bisa-bisa saya dipanggang hidup hidup sama bokap"
"Bukan. Gue seneng lo dapat malu, itu sanksi sosial namanya. Supaya lo nggak ngelanggar aturan lagi."Ada detik hening sebelum Sandra lanjut berjalan, menggemakan suara langkahnya di lorong panjang itu. Secara naluriah tangannya meraba saku roknya dari luar, entah sejak kapan foto yang diberikan Reno telah berada disana.
SkipSatu hal yang tidak mungkin terlewat dari kegiatan MOS. Selain membawa makanan yang disampaikan lewat teka-teki atau atribut mirip orang gila. Meminta tanda tangan senior sebanyak-banyaknya adalah kegiatan wajib dalam MOS. Biasanya kakak OSIS akan menyuruh juniornya melakukan hal-hal konyol sebagai syarat memberikan tanda tangan.
Sandra sendiri tidak menetapkan syarat aneh-aneh. Sesekali ia hanya menanyakan siapa pencipta lagu Indonesia Raya, atau dimana kota kelahiran Ir. Soekarno, selebihnya ia akan langsung mencoretkan tanda tangannya apabila diminta. Termasuk kepada Reno, tanpa berkata-kata ia membubuhkan tanda tangannya dan menyuruh Reno cepat menjauh.
Sandra ganti menandatangani buku milik siswa-siswa lainnya. Namun tidak lama kemudian ia mendapati buku milik Reno disodorkan kembali, ia menatap Reno kesal. Tanpa berkata-kata ia mencoretkan lagi tanda tangannya. Dua menit setelahnya ia mendapati buku yang sama disodorkan kembali tepat di bawah hidungnya.
"Maksud lo apa sih? Minta ke yang lain sana." kata Sandra geram.
"Saya mau tanda tangan kakak dulu yang banyak." jawab Reno inocent.
"For what? Gue kan bukan artis, tanda tangan gue nggak bisa jadi duit."
"Kakak bukan artis ya? Tapi kok saya lebih suka kakak daripada Nikita Willy."
Sebelum Sandra sempat menyahut, ia merasakan tangan Anneke menoyor bahunya. Dan dalam sekejap ia mendengar 'cie' dari segala penjuru. Sandra ingin menghilang dari daratan saat itu juga.Nggak bosen-bosen nunggu vote and coment dari para readers...
Nggak ada salahnya kan demi kebaikan cerita ini ..
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Me
Storie d'amoreSandra tidak pernah tahu kapan saatnya untuk menyerah. Hanya sesekali merasa lelah, jengah, bosan, kesal kemudian marah. Namun ketika ia memandangnya lagi, tiba-tiba saja gadis itu merasa ia bisa bertahan selamanya. Tidak ada yang bisa menjelaskan...