Dua

14 2 0
                                    

Saat kecil aku selalu tertawa saat menonton kartun dimana Tom si kucing selalu gagal mengejar Jerry si tikus. Aku bisa tertawa terpingkal-pingkal setiap kali Jerry membuat kesal Tom. Entah kenapa adegan-adegan itu terlihat sangat lucu bagiku.

Namun tidak saat aku sendiri yang dibuat kesal oleh orang lain.  Hal ini sama sekali tidak lucu. Aku yakin wajahku terlihat sangat jelek dengan emosi yang siap meledak ini.

Aku terus berjalan menuju rumah kost ku sambil berulang kali mencoba menghubungi nomor Tya. Namun seperti 14 panggilan sebelumnya, Tya mengabaikan telponku dan membuatnya menjadi 15 kali panggilan 'yang sengaja' dilewatkan, atau bisa kukatakan, diabaikan.

Sialan!

Menyerah dengan telpon,aku mengiriminya sms.

"Kamu angkat telpon dariku atau kamu mati hari ini"  

Setelah sampai di kost, aku mencari kunci mobil di dalam tas ku. Aku bertekad untuk mengejar Tya kemanapun dia pergi. Aku bahkan tidak peduli jika dia berada di rumah hantu atau lubang kepiting.

Hari ini tidak ada yang bisa menyelamatkan dia dari amarahku. Dia bilang tidak ada perjodohan, dia bahkan menyebutku ke-pe-de-an, tapi ternyata dia sudah merencanakan ini. Dia bahkan memberikan nomor telponku pada laki-laki sok pinter, cabul, dan menyebalkan itu.

Ermm, mungkin dia tidak cabul tapi dari cara dia mengedipkan sebelah matanya padaku mengingatkanku pada film yang berisi pria-pria cabul di dalamnya.

Sebelum aku menyalakan mesin mobilku, handphone ku berdering. Pasti Tya sudah membaca sms dariku. Langsung saja kuangkat telpon itu tanpa repot-repot melihat identitas pemanggil.

"Dimana kamu? Kamu cuekin aku di cafe, nggak angkat telpon dariku, kamu tinggalin aku,  dan lebih parahnya lagi kamu ninggalin aku dengan cowok sakit jiwa itu. Kamu bahkan kasih nomor telponku ke dia. Tadi kamu bilang nggak ada acara kontak jodoh atau semacamnya. Tai banget tau gak!"

"Gua tau lu marah. Tapi setidaknya beri kesempatan orang lain untuk mengucapkan halo"

Aku diam.

Membeku.

Ini bukan Tya.

Ini jelas-jelas bukan suara Tya. Suara Tya tidak seberat dan semaskulin ini. Langsung ku tutup telpon dari 'aku tidak tahu siapa' dan berusaha menenangkan jantungku yang berdetak keras seperti akan keluar dari dadaku.

Bagaimana kalau itu telpon dari 'orang gila yang selalu menganggapku pacarnya' dan kenapa aku bodoh sekali tidak melihat identitas pemanggil sebelum mengangkat telpon itu tadi.
ugh!! bodoh maksimal!

"Tidak memberikan kesempatan orang lain untuk berbicara dan menutup telpon seenaknya. Sikapmu kasar sekali, Zaitun"

Dip!

Aku menghembuskan nafas lega. Setidaknya itu bukan orang yang selama ini kuhindari. Langsung aku simpan nomor telpon Dip supaya tidak terjadi hal seperti itu lagi. Ya aku menyimpannya untuk menghindari kejadian seperti tadi. Aku tidak menyimpannya untuk hal lain. Aku hanya... ah sudahlah.

Me : " Apa mau kamu?"

Dip : "Wow, lagi PMS atau memang singa satu ini belum jinak? Cewek-cewek selalu bilang kalo gua ini pawang yang handal. Elu mau gua jinakin?"

Me: "Pasti cewek-cewek yang kamu maksud itu adalah cewek-cewek barbie, plastik tak berotak. Sorry aku nggak butuh pawang"

Dip : "Yakin? Hati-hati dengan omonganmu, sayang. Karena kamu tidak akan pernah tau dengan apa yang bisa aja terjadi"

Merasa sudah cukup pusing karena menahan marah, aku memutuskan untuk tidak membalas sms dari orang sakit jiwa itu. Aku lalu menyalakan mesin mobil dan memutuskan untuk mencari Tya ditempat pacarnya, Romi.

CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang