Semua orang akan melakukan hal yang membuatnya nyaman supaya mereka bisa tidur dengan nyenyak. Baik itu dengan menyalakan AC, mematikan lampu, menghapus make up, melepas pakaian dalam, atau menggunakan pakaian longgar.
Tak terkecuali aku.
Cukup baby doll sebagai pakaian terbaikku untuk tidur. Tanpa make up, tanpa bra, dan celana dalam.
Jadi ketika Dip memutuskan untuk menculikku tepat 10 menit setelah dia bilang akan menjemputku, aku pergi hanya dengan memakai kostum tidurku dan sandal selop babi.
Bayangin aja tengah malam begini ada cowok gila sedang membonceng cewek yang patut dipertanyakan pula kewarasannya.
Tadinya aku tidak menganggapnya serius ketika dia berkata akan menjemputku. Kalau saja aku tahu dia benar-benar akan berdiri didepan pintu kamar kost ku dan menyeretku pergi setelah dia meminta helmnya, aku akan berganti pakaian, memakai jaket, dan memakai sepatu yang lebih nyaman dipakai.Dip sialan!
Aku tidak tahu kemana Dip akan membawaku. Yang aku tahu aku memejamkan mata dan memeluknya erat. Terlalu takut bahkan untuk membuka mata. Selang beberapa saat kurasakan tangan Dip yang dingin, menyentuh tanganku.
"Elu bisa buka mata sekarang. Nggak masalah kalau elu gak berhenti meluk gua. Gua cukup nyaman dengan posisi ini. Tapi gua rasa lu gak pengen ngelewatin pemandangan ini" ujar Dip.Mendengar suaranya, aku langsung saja menarik tanganku dari pinggangnya.
"Kamu tu ya, bisa nggak sih bawa motornya biasa aja nggak usah sok... Wah..." pemandangan di depan mataku membuatku lupa dengan kekesalanku pada Dip.
Perlahan aku turun dari sepeda motor dan berdiri menatap hamparan lampu kota di bawah.
Benar kata dia. Pemandangan ini sangat sayang untuk dilewatkan.
Lokasi kami berada jauh diatas bukit yang menghadap kota. Kelap kelip lampu membuat kota di bawah kami seperti hamparan bintang di langit malam.
Kudengar langkah suara Dip hingga akhirnya berhenti disebelahku.
"Cantik ya?!" ucapnya.
"Ah, pasti dia akan mengucapkan kalimat gombal 'bukan pemandangannya, tapi kamu.' Hmmm.. Dasar Cowok," pikirku dalam hati.
"Iya. Cantik banget" sahutku kemudian.
"Tapi lebih cantik lagi..."
Nah kan, benar dugaanku
" Bintang bintang yang terlihat dari sini, apalagi waktu purnama dan langit cerah. Indah banget" sambungnya.
Sial, dugaanku meleset.
"Wajah lu kenapa? Lu sakit? Mules?" tanya Dip sambil melihat ke arahku.
Aku menoleh kearahnya, bingung dengan pertanyaan yang baru saja Dip lontarkan. Lalu meringis malu ketika sadar bahwa ekspresi wajahku telah membuat Dip salah paham.
"Kalo lu sakit lebih baik kita pulang aja"
"Kamu kok mendadak care gini"
"Ya daripada lu pingsan disini. Yang ada malah ngerepotin gua"
Brengsek! Kenapa juga aku mau diajak orang nyebelin ini.
"Siapa juga yang mau pingsan disini. Ntar kamu apa-apain, lagi" elak ku.
"Sulit sih buat nggak ngapa-ngapain orang kaya elu"
"maksud kamu?"
"Oliv... Oliv... Terlalu polos. Terlalu manis."
Seumur hidup tidak pernah kutemui lelaki yang blak-blakan seperti lelaki di depanku sekarang ini.
Kurasakan darah mengalir ke wajahku membuatnya hangat. Pipiku pasti terlihat merah. Memalukan.
"Apaan sih" jawabku.
Hening.
Kami tak saling berbicara. Hanya menatap kelip 'bintang' di hadapan kami.
Kucuri pandangan pada Dip. Untuk pertama kali, melihatnya dengan seksama. Mata coklat, hidung mancung, kulit putih bersih. Dia tinggi, meski badannya tidak berisi dan berotot seperti pria pria di iklan susu, tapi proporsional. Sangat pas untuk dipeluk.
"Foto aja gua, bisa lu simpan di dompet buat lu liatin tiap hari" ucap Dip mengagetkanku.
"Aku nggak liatin kamu kok" elakku.
Dip menoleh kearahku. Mendekat beberapa langkah sehingga dia tepat berada didepanku. Aku mencoba untuk melangkah kebelakang, hendak membuat beberapa jarak dengannya. Tapi tangannya lebih dulu memegang lenganku. Membuatku tidak bisa mundur.
"Elu tau nggak aturan di tempat ini"
Aku hanya diam, sentuhan tangan Dip membuatku tidak bisa merangkai kata.
"Salah satunya, lu nggak boleh bohong." Dip diam sejenak sambil terus mendekat kearahku. Sangat dekat sampai wajahku hampir menyentuh dagunya.
Kemudian Dip sedikit menunduk dan berbisik di telingaku, "Jujur gua pengen cium bibir yang sudah mengumpati gua lebih dari beberapa kali hari ini. Jujur gua pengen tau rasanya. Entah manis, pedas, atau...."
Nafas Dip ditelingaku membuat jantungku berdegup kencang.Dip tidak melanjutkan kata-katanya. Dia menarik kepalanya dari sebelah telingaku. Menatap wajahku.
Bibirku terasa kering, kubasahi ia dengan lidahku. Mata Dip kemudian tertuju kearah bibirku. Memandangi bibirku seolah ingin menciumnya.
Untuk sejenak, aku sangat ingin meraih kepalanya dan menyatukan bibirku dengan bibirnya. Untuk sejenak, aku pun penasaran dengan bibir Dip.
Dip lalu menunduk. Kupejamkan mataku, membayangkan bibirnya yang akan segera menyentuh bibirku.
Dia menciumku.
Di pipi.
Aku membuka mata. Penuh pertanyaan di kepalaku. Bukannya Dip akan mencium bibirku?
Dip melepaskan genggamannya dari lenganku dan berjalan menjauh, menuju sepeda motornya.
Masih berdiri di tempatku sebelumnya, aku melihat Dip naik keatas motornya lalu mengenakan helm.
"Udah larut, gua antar lu pulang" ucapnya sembari menyodorkan helm kearahku.
Aku kemudian segera mengambil helm dari tangannya dan naik di belakang Dip.
Seperti sebelumnya, aku memeluk erat Dip. Namun dia tidak lagi membawa motornya dengan kencang. Sambil membawa motornya perlahan, dia meletakkan salah satu tangannya diatas tanganku. Membuat tanganku tetap hangat.
Membingungkan.
Lelaki yang membingungkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/64510633-288-k796990.jpg)