Tiga

15 1 0
                                    

Masa lalu selalu memiliki tempat yang indah di jok belakang ingatanku.

Sementara aku duduk di belakang kemudi hidupku, ku usahakan untuk selalu fokus ke depan dan hanya sesekali melihat ke arah kaca spion untuk memastikan keadaan di belakang tetap aman terkendali.

Kata kunci : Sesekali.

Aku tidak ingin selalu menoleh kebelakang. Aku tidak ingin sering-sering memandang kaca spion. Aku tidak ingin hidupku berbenturan dan hancur.

Aku juga tidak suka jika mereka yang berada di belakang berusaha untuk menghalangi pandanganku dari jalan didepanku ini.

Karena itu ketika mantanku berdiri dihadapanku, aku langsung berbalik untuk menutup pintu tepat di wajahnya. Sangat disayangkan aku bukan Flash yang bisa bergerak dengan sangat cepat. Mantanku lebih dulu menarik lenganku dan memelukku.

"Lepasin" Ucapku mencoba tenang.

"Kalo aku lepasin kamu harus janji buat dengerin kata-kataku dan tidak lari." Berani-beraninya dia berusaha membuat kesepakatan denganku menggunakan cara ini.

"Lepasin atau aku teriak"

"Please, Vi"

"Jangan panggil aku vi!! Lepasin!!" Aku mulai kehilangan porsi tenangku.

"Vi dengerin aku. Aku beneran minta maaf. Aku butuh bantuan kamu"

"LEPASIN!!" Aku berteriak sambil meronta. Tapi tenaganya jauh lebih kuat dari aku.

"Aku benar-benar minta maaf Vi, please. Aku..." Belum sempat kudengar lanjutan dari kata-kata Alan, seseorang menarik dan memukulnya tepat di wajah.

Alan tersungkur.

Untuk sesaat aku tercengang. Sedikit lega dan sedikit kaget.

Alan berusaha bangun dan mengusap pipinya. Tanpa membuang waktu, Romi mencengkeram kerah baju Alan dan berkata "kalo elu coba sentuh Olivia lagi, gua hancurin muka lu."

"Sorry bro, emang lu siapanya dia?!"
Kepalan tangan Romi lebih dulu sampai di pipi Alan.

"I am not your bro"

Alan tersungkur, kemudian dengan terhuyung dia berdiri sambil memegangi ujung bibirnya yang berdarah. Tanpa mengucapkan kata apapun, dia lalu masuk ke mobilnya dan pergi.

A runner.

Masih begitu. Tidak berubah.

Cengkeraman tangan Tya dibahu ku mulai terasa menyakitkan. Aku baru menyadari dia memegangiku dengan sangat erat.

"Auw, Tya. Sakit" ucapku sambil meringis.

"Oops, sorry Tun, aku tegang banget"

"Aku yang ketemu mantan kenapa kamu yang tegang"

"Hello, Zaitun. Itu pacarku yang lagi berantem tadi. Wajar dong kalo aku tegang"

"Jangan tegang beb, kan udah aku bikin rileks tadi" sela Romi dengan candaan kotornya.

"Ewww... Jorok. Tapi, thanks ya buat kalian berdua. Kalo nggak ada kalian mungkin aku masih repot ngurusin kutil jerapah itu"

"Jorok apaan. So sweet tauk. Uhhh Bebeeeeb" ucap Tya sambil bersikap manja pada Romi. Romi hanya tertawa sambil mengelus elus kepala Tya. Pasangan satu ini bikin diabetes siapapun yang melihat.

"Ngomong-ngomong dia ngapain peluk peluk kamu tadi?" tanya Tya.

"Sambil masuk aja yuk ngobrolnya"
Kami berjalan menuju kamarku.

CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang