Sekelebat Mimpi

21 1 0
                                    

Sejauh apapun kita berpisah, aku akan tetap mengawasimu, aku akan tetap melindungimu. Pasti. Jadi, tunggu aku kembali.

Eden mengerang, sambil memaksa matanya yang masih berat untuk terbuka. Sekelebat bayangan buram mimpi semalam melintas di kepalanya. Seorang anak lelaki mengatakan perpisahan padanya, memegang tangannya dengan lembut, memeluknya dan meninggalkan kecupan kecil di dahinya. Tapi dia tidak bisa melihat wajah anak itu dengan jelas, hanya seberkas senyum bahagia yang tulus dan hangat.

.....aku akan tetap melindungimu. Pasti. Jadi, tunggu aku kembali.

Gadis itu memegang kepalanya. Memejamkan mata kuat-kuat, agar kalau-kalau dia ingat sesuatu. Tapi, malah sakit kepala yang ia dapat. Eden menggerutu kesal, lalu beranjak dari tempat tidur. Ia memutuskan untuk melupakan mimpi tidak jelas itu dan bersiap ke sekolah.

-

Timeskip-

Perutnya bergemuruh menandakan cacing di perutnya minta asupan. Eden pergi ke kantin hanya untuk mendapati antrian ratusan manusia yang berdesakan. Tidak ingin menghancurkan tubuhnya sendiri, ia pergi ke atap untuk menghabiskan waktu makan siang.

Sumilir angin menerbangkan rambutnya yang semakin panjang. Matahari yang cerah menghujaninya dengan cahaya yang perlahan membakar kulit. Dipandangnya kosong area sekitar gedung sekolah.

...Tunggu aku kembali.

Kata-kata perpisahan itu datang lagi menghampirinya, melintas sebentar lalu pergi meninggalkan tanya. Eden memejamkan mata, menelusuri liku ingatannya, berusaha menyimpulkan siapa yang ia tunggu. Siapa yang mau mengawasinya? Melindunginya?
Semua pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya membuat perut yang belum diisi bergemuruh sekali lagi. Eden mengusap-usap perutnya, berusaha menenangkan rengekan lambungnya itu.

"Hei, kalau lapar jangan ditahan, kalau lambungmu mengamuk, susah juga, kan?"

Gadis itu menoleh ke arah sumber suara. Bola matanya mendarat pada bola mata hitam si pemilik suara. Sambil tersenyum, lelaki itu melemparkan sekantong plastik, lalu berjalan ke arah gadis itu. Dengan cepat Eden berhasil menangkapnya. Aster memposisikan dirinya senyaman mungkin di sebelahnya.

"Sudah, cepat makan. Perutmu nanti bergemuruh lagi", ucap Aster lalu terkikik.

Wajah Eden terasa panas, lalu ia menyadari wajahnya memerah. Aster yang melihat ekspresi Eden tertawa makin keras.

"Hahaha, kau harus melihat ekspresimu itu", katanya sambil memegangi perutnya yang agak nyeri.
Eden menghela napas, "Diamlah, itu tidak lucu".
"Hah? Apa? Haha... sudah cepat makan"
"Terima kasih, aku tidak lapar", dan di saat yang tepat gemuruh perutnya lagi-lagi terdengar.
Sial, bicara soal waktu yang tepat. Kenapa kau tidak membelaku, dasar!

"Wah, kau dengar itu? Apa itu suara katak? Atau akan turun hujan?", Aster meledek.
"Berhentilah menggangguku, aku ingin sendiri"
"Aku tak akan pergi, sebelum kau makan", ucap lelaki itu sambil melirik roti yang di pegang Eden.
Sekali lagi gadis itu menghela napas, lalu menunduk menatap roti yang ia pegang. Melihat roti itu perutnya mengaum lagi. Tidak tahan dengan auman menyedihkan dari lambungnya, ia buka bungkus plastik itu lalu memakan isinya.
Aster terkikik.
"Apa?", tengok Eden kesal.
Alih-alih menjawab, Aster malah mengusap kepala Eden sambil mengembangkan senyum. Mata Eden membulat, napasnya tertahan, segaris senyum tulus anak kecil lagi-lagi memenuhi pikirannya. Senyuman Aster terasa hangat, tulus, dan....familiar. Tangan Aster masih mengusap puncak kepalanya dengan lembut, mengingatkan Eden akan genggaman hangat dalam mimpinya.

*Klik*
Eden terkejut dan menoleh ke belakang, wajahnya memerah.
"Wah, wah, pasangan baru awal bulan", ucap gadis berambut pirang yang dikuncir kuda, Noelle Rogreen, primadona sekolah.

Sial.

<( ̄︶ ̄)> []~( ̄▽ ̄)~* ( ̄﹏ ̄) ( ̄ˇ ̄)

Maaf late updatenya yaa ::>_<::

Tugas numpuk dan inspirasi baru saja berhembus 🍃

Jangan lupa vomment nya yaa

-yuka

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIFFERENCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang