Lima Belas

2.4K 146 34
                                    

Ternyata pergi ke mall pun tidak mempan.

Rasanya sulit sekali membuang pemikiran kalau hidupku bisa berakhir kapan saja. Aku takut semuanya tersebar. Aku takut kalau orang-orang membullyku. Aku takut Austin tahu, kalau aku masih belum bisa melupakan Greyson. Aku bahkan semakin mencintai Greyson. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Pikiranku kalut.

Jadi di sinilah aku, duduk di sebuah bangku taman, sendirian. Aku sudah menyuruh Maddi pulang. Awalnya ia menolak, tapi karena terus kupaksa, akhirnya ia mengalah. Ia membiarkanku dengan pikiranku sendiri. Itu untuk kebaikannya, kalau tidak ia pasti sudah terkena amukanku. Aku terlalu frustrasi memikirkan apa yang akan terjadi besok. Atau sore ini. Saat latihan paduan suara.

Sial!

Aku bahkan baru mengingatnya. Hari ini ada latihan paduan suara lagi. Itu berarti, hidupku bisa berakhir hari ini. Aku ingat kalau ada sebagian fans Greyson dan Austin yang ikut paduan suara. Nyawaku benar-benar terancam.

Ya Tuhan, aku harus bagaimana?

Kupijit kepalaku yang terasa semakin berdenyut. Aku pusing sekali memikirkan semua ini. Berita tentangku akan segera tersebar. Harga diriku akan hancur berserakan di lantai. Wajahku akan terpampang di mading sekolah. Hidupku akan berakhir. Aku tidak sanggup membayangkannya. Aku akan dicap sebagai perempuan yang suka mempermainkan laki-laki. Aku pacaran dengan Austin, tapi mencintai Greyson. Hidupku benar-benar terkutuk.

Kupandangi rumput-rumput hijau di bawahku. Namun pikiranku melayang ke mana-mana. Aku berpikir untuk tidak ikut latihan hari ini. Bahkan aku sempat berpikir untuk keluar juga dari paduan suara, seperti Greyson. Tapi kuurungkan niat itu. Aku tidak boleh jadi pengecut seperti itu. Aku boleh takut bakalan dibully orang-orang, tapi aku tidak boleh menampakkannya. Aku kuat. Aku bisa menghadapi semuanya.

Aku terus meyakinkan diriku sendiri. Sampai seseorang duduk di sampingku. Kudongakkan kepalaku, untuk melihat siapa yang lancang duduk di sampingku. Aku sudah bersiap untuk mengamuk, tapi kemudian aku terdiam.

"Hai," sapanya, dengan nada lembut. Nada yang sama persis digunakannya di malam itu.

"Hai," balasku. Tiba-tiba aku merasa kesal melihat Greyson yang sok akrab duduk di sampingku. Sialan kau Greyson! Tadi pagi kau melewatiku tanpa memandangku. Tapi sekarang kau malah ada di sini, seolah tak pernah melakukan kesalahan apapun.

"Apa yang kau lakukan sendirian di sini?" tanyanya.

Memandangi rumput. Memaki diriku sendiri. Mendesah. Berpikiran yang tidak-tidak. Frustrasi. "Tidak ada," jawabku. Ia mengangguk. Kuberanikan diri untuk menatapnya, setelah berusaha menghindar dari wajahnya. Kulihat pipinya masih memerah. Itu pasti bekas tamparan Maddi. Rahangnya juga membiru. Ternyata Maddi hebat juga, ya.

"Apa itu masih sakit?" tanyaku sambil menunjuk wajahnya.

"Tentu saja! Sahabatmu itu benar-benar gila! Aku tidak pernah mendapat tamparan dan tonjokan sekencang itu," jawabnya bersungut-sungut. Sekilas ia terlihat seperti anak kecil berusia tujuh tahun yang marah-marah karena balonnya diambil orang lain. Aku tersenyum melihatnya. Entahlah, itu seperti kebahagiaan tersendiri bagiku.

Setidaknya ia mampu menenangkan pikiran dan juga hatiku.

"Kau beruntung tidak dijadikannya samsak tinju," kataku setengah bercanda. "Maafkan Maddi, ya?" bujukku.

"Oh, tidak masalah! Seharusnya aku yang minta maaf. Selama ini aku salah," katanya. Aku hampir tak percaya saat ia bilang begitu. Ia bahkan bicara dengan nada lembut. Lagi-lagi aku tak bisa menahan senyum. Ia benar-benar manis saat ini. Aku seolah telah melupakan semua masalahku.

Ia ikut tersenyum. "Apa yang dikatakan Maddi tadi benar?"

Oh, tidak! Jangan pertanyaan itu!

Aku gelagapan. Bagaimana ini?

"Apa kau benar-benar menangis... karena aku?" tanyanya lagi, agak berhati-hati menyebut bagian akhirnya. Namun ia semakin membuatku tersudut. Harus kujawab apa?

"Jujur saja," tuntutnya. Aku menghela napas.

"Ya," kataku pada akhirnya. "Apa yang dikatakan Maddi semuanya benar. Aku mencintaimu dari dulu. Aku sering menangis karenamu. Jangan anggap aku cengeng, karena semua itu salahmu! Aku mudah sekali menangisimu. Aku tahu kau tidak punya perasaan yang sama padaku. Aku mengerti hal itu. Tapi bisakah kau tidak menghindariku? Itu membuatku tersiksa."

Entah kenapa ia tersenyum.

"Aku bodoh sekali, karena selalu mengharapkan dirimu," lanjutku. "Aku bahkan tidak tahu kenapa aku begitu mencintaimu. Aku tidak pernah menyerah untuk membuatmu mencintaiku juga. Namun aku lelah. Sudah hampir dua tahun aku memendam perasaan ini, tapi baru kali ini aku bisa mengatakannya langsung padamu. Kuharap kau tak marah."

Tak ada pilihan selain mengatakan yang sebenarnya. Mungkin dengan itu ia percaya kalau aku sungguh-sungguh mencintainya. Ia tersenyum lagi setelah mendengar penuturanku. Aku akhirnya menunduk.

"Kau memang bodoh," katanya. "Tapi aku jauh lebih bodoh." Aku mendongak menatapnya. Ia kemudian tersenyum masam. "Dan kau pacaran dengan Austin."


Sebenarnya ada apa dengan Greyson??? Muehehe vote+comment?

Btw, mau nanya. Kalian lebih suka Day sama Greyson atau sama Austin? Gue udah punya shipping namenya wkwkwk. Dayseanne + Greyson = Greyseanne 😂😂 Dayseanne + Austin = Daystin 😂 aneh ya namanya wkwkwk. Biarin deh.

My Beloved Senior✔ [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang