Aku kembali pindah ke sekolah baru dengan tanpa perpisahan, tanpa air mata, apalagi pertumpahan darah. Jika dengan pertumpahan darah, cerita ini mungkin akan menjadi sama dengan "GGS" - "Ganteng-ganteng Sekong".
Aku pindah ke salah satu sekolah negeri bernama SDN 3 JURANGMANGU TIMUR. Aku tidak ingat kejadian spesial di sana. Yang aku ingat hanya aku pernah dapat uang 5000 dan uang itu aku pake untuk hal yang bodoh - beli ikan cupang. Endingnya adalah ikan cupang itu disita guru dan diancam akan dijadikan ikan cupang sambal goreng. Hanya itu yang aku ingat.
Aku juga lupa kenapa aku bisa keluar dari sekolah itu dan pindah ke sekolah lain. Aku tidak ingat ada guru killer atau kakak kelas songong yang hobi malakin adik kelas. Namun, pada intinya aku pindah lagi.
Ini adalah sekolah ke 3 salama aku di Jakarta dan sekolah ke 4 selama aku kelas 2 SD.
Sekolah baruku terletak di sebuah kampung bernama Kampung Sawah di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Kesan pertama saat aku masuk di dalam kampung itu adalah 'kampung ini adalah perkampungan kumuh'. Terlihat dari banyaknya genangan air atau becek dan sampah yang bertebaran. Namun pemandangan yang menarik di sana adalah anak-anak yang bermain dengan asiknya. Kesan kedua dari kampung itu adalah 'kampung ini tetap kampung yang kumuh'. Perlu diketahui anak-anak di sana waktu itu lagi main becekan. Jadi tetap saja memberikan kesan kumuh. Aku tidak mungkin bisa seperti mereka. Aku punya keluhan penyakit kulit yang cukup 'wow'. Aku tidak boleh kotor-kotoran yang terlalu berlebihan. Kalau aku sudah kelewatan kotor biasanya kulitku akan gatal-gatal. Karena itu aku tidak bisa melakukan perbuatan kotor atau pun ngomong kotor. Aku juga alergi rumput. Ya, aku akan gatal-gatal jika memakan rumput. Tapi terakhir aku makan rumput di depan rumahku, aku dikatain orang gila oleh adikku.
"Bang, Nanti jangan suka main becek kaya mereka. Nanti kurap kamu makin banyak!" Ujar papi. "Nanti kalo kamu kurapan lagi, papi nggak mau obatin kamu lagi. Biarin kamu aja yang makanin kurap kamu sampai abis." Ancam papi.
Tiba-tiba suara asing masuk. "Masa anaknya disuruh makan kurap, pak? Kan nanti makin parah, pak!" Tukang ojek tiba-tiba sewot.
"Kan saya cuman becanda, bang!" Ujar papi.
"Wah, bapak parah ni, jangan sembarang becanda, pak. Gimana kalo anaknya maka kurap beneran? Mending kurapnya enak, kalo nggak?"
"Tapi 'kan...."
"PAK, BANG, DIAM!!! TAU TADAK AKU DITENGAH NI UDAH NAK MATI RASENYE!!!??? KALIAN TU BAU KETEAK, TAU TAK???" Protesku yang sudah terhimpit mereka berdua.
"Pak, anak bapak ngomong apa barusan, kok saya nggak ngerti?" Aku lupa kalau aku di Jakarta. Tidak ada orang melayu di Jakarta. Aku lupa sesuatu - aku tidak bisa bahasa atau logat di Jakarta. Aku harus gunakan bahasa apa nanti? Sesuaikan sajalah.
***
Setelah semuanya di urus, mulai dari surat pindah dan hal lainnya, aku pun memulai hariku di Panti Asuhan Immanuel - nama tempat itu Immanuel.Hari pertama aku mulai di sebuah bangunan kecil dengan banyak tempat tidur bertingkat. Ada sekitar belasan anak dan beberapa remaja dan pemuda.
"Bang, papi dengan mami langsung pulang ke Jungkat, ya. Kamu baik-baik di sini." Ujar mami. Aku hanya bisa tersenyum tegar melihat mereka pergi.
***
Hari pertama di sekolah baru terasa mudah bagiku. Apalagi aku sudah beberapa kali masuk sekolah baru. Tapi yang jadi masalah adalah 'bahasa'. Aku harus menyesuaikan lagi bahasa yang ada.Hari pertama berarti hari perkenalan diri. Aku kembali dipanggil maju oleh wali kelas baruku, "Anak baru, silahkan kenalkan diri kamu dulu." Di setiap sekolah pasti aku mendapat julukan yang sama - anak baru.
Aku maju dan dengan satu nafas, "Nama Saya David Alfrinando Nayoan, nama Bapak saya Marko Nayoan, Nama Ibu saya Melvalina Lendo, nama adik saya Elia Farnando Nayoan dan Gloria Mayva Nayoan."
"Ciee... Namanya sama... ciee... Gloria namanya sama." celetuk salah satu anak di situ. Aku hanya bisa tetap berdiri di depan dan tersenyum malu. Ingin sekali aku membalas celetukan anak itu, "Ha...?? Sama? Mungkin kita jodoh!!! I LOP U...!" Dengan gaya a là pemnuru cinta tak lupa dengan bunga mawar di mulut.
"Bagus. Lengkap, ya." Ujar guruku.
"Eh, bokap nyokap lo orang mana?" Tanya seorang lagi kepadaku. Terlalu, andai dia tau aku orang mana.
"Ape? BOK*P? ape tu?" Tanyaku kembali. Entah kenapa sebagian dari kelas tertawa dan sisanya menahan tawa.
"Bokap ama nyokap? Bukan BOK*P!!! Maksudnya nyak sama babe lo." Anak yang tadi kembali bertanya.
"Ha? Ngape jadi babi?" Tanyaku balik.
"Sudah-sudah. Jangan bahas masalah Bok*p dan babi, sekarang kamu langsung duduk aja David." Wali kelas pun menengahkan perdebatan yang mulai terdengar menjijikan itu. Aku berjalan ke tempat dudukku dan melihat tampaknya anak tadi sedikit kesal.
"Oke semuanya, kita hari ini mulai belajarnya..."
Aku memulai kembali cerita belajar. Di sekolah baru aku membangun asa yang baru. Tapi entah berapa lama aku bertahan di tempat ini. 1 bulan? 2 bulan? 3 bulan? Atau mungkin 1-2 tahun? Aku tak tahu. Yang pasti aku siap meninggalkan tempat ini, meninggalkan setelah aku merasa nyaman, lagi.
-DAN-
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lexury School & Class
РазноеBanyak kelas yang sudah aku masuki. Setiap kelas punya rasa masing-masing. Aku menganggap semua sekolah dan semua kelasku itu MEWAH. I present it for You All. "My Lexury School & Class" My true story... *** Maaf karena beberapa dialog menggunakan ba...