2nd Class "Aku Sudah Besar"

21 3 0
                                    

Kertas ulangan umum semester 2 ada di depan mata. Aku sudah siap bertempur setelah aku latihan dengan tangisan karena dihentak dengan sapu.

Aku perhatikan dahulu semua soal. Ada 10 soal matematika di depan mataku. Semuanya aku isi dengan mudah.

"Oke semuanya, kumpulkan ya!!!" Seru wali kelas sekaligus pengawas ulangan.

"Belom, bu. Saya belom!!!" Seru Dedi yang belum selesai mengerjakan soal ulangannya.

Aku juga sebenarnya belum selesai. Tapi aku hanya diam konsentrasi separuh takut karena mami memandangku sinis dari depan pintu kelas.

"Udah, bu!!!" Seruku maju ke depan dan mengumpulkan kertasulangan
***
Masuk kelas baru "Aku udah besar"
Ulangan dan penerimaan rapot sudah lewat. Setelah menjalani libur yang menyenangkan, kini aku akan kembali menyentuh sekolahku.

"Cie yang udah kelas 2...!" Ejek papi yang juga sedang bersiap-siap.

"Abang udah kelas 2 berarti udah besar. Besok-besok perginya sendiri, ya?" Ujar mami tersenyum.

"Hahaha. Iyelah. Nanti abang pergi sendiri." Sahutku.

"Perginya papi antar, nanti papi tinggal. Pulangnya naik oplet ya." Kata mami memberi arahan yang dibalas dengan anggukanku. "Ini jajan kamu." Ucapnya lagi memberikan uang 2 ribu rupiah. Dari kecil memang aku sudah belajar apa yang namanya berhemat. Di saat yang lain diberi 10.000, aku hanya diberikan 2 ribu. 1500 untuk jajan 500 untuk naik oplet. Aku harus ekstra berhemat. Tidak ada istilah membeli mainan. Kalau tidak, aku harus kembali menahan nafsu saat melihat anak lain kenyang makan sementara aku kelaparan. Biasanya aku akan menjadi pengemis meminta-minta makanan kepada anak lain.

Cara lain untuk mendapat makanan adalah malak adik kelas. Ha? Serius? Mungkin metode malak adik kelas tidak cocok untuk anak kelas 2 SD.

Alternatif lain. Malak anak yang lebih "CUPU". Permasalahannya adalah aku adalah anak yang paling cupu di kelas. Tidak ada anak lain yang lebih culun daripadaku.

Alternatif lain. Berteman dengan orang yang kaya dan tidak pelit. Kembali muncul masalah. Aku mendapat teman yang pelit-pelit. Kacau. Satu-satunya cara adalah berhemat agar tidak kelaparan.

Mungkin terpengaruh dengan pujian papi, aku benar-benar merasa sudah besar.

Aku tak sengaja membeli mainan hari itu. Kalian tak usah terlalu memperdulikan kata tak sengaja. Walau tak sengaja aku sudah berpikir berkali-kali sebelum membeli. Mungkin hal ini bisa dikategorikan sebagai "tak sengaja yng berencana.

Harga mainan itu 1500 rupiah. Kalian pasti sudah mengerti kalau aku akan kelaparan karena tak bisa beli makanan. Aku mulai memperhatikan cara anak kelas 3 malakin anak kelas 2.

Cara-cara klasik malak pun banyak diterapkan. Malak versi sekolahku tidak separah malak yang ada di TV. Sampai menyakiti. Malak di sini dengan versi sedikit tawar menawar.

"Boy. Kue kue banyak tu? Bagi sikitlah." Palak salah satu anak kelas 3 kepada lutfi.

"Bukan punye aku ni. Punye kawan aku." Lutfi berusaha menghindar.

"Sikit jaklah kau ni pelit." Tawar sang kakak kelas, lagi.

"Tadak." Tolak Lutfi.

"Kau awas kau, aku tak kawan kau agik!!!" Ancaman sang kakak kelas.

Dengan muka terpaksa yang bentuknya abstrak banget, akhirnya Lutfi memberikan satu bungkus kue (chiki/snack) miliknya. "Dah lah, na satu untok kau!!!"

My Lexury School & ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang