Prolog

41 4 2
                                    

Kelas? Jika aku mendengar kata itu, banyak kata yang bisa menggambarkan tempat itu.

Seru dan menyenangkan, bosan, sakit, khawatir, apa pun itu, bagiku semua bisa terjadi di dalam kelas.

Di dalam kelaslah banyak kisahku terjadi. Mulai dari merasakan manisnya disanjung, paitnya kena hukum, hingga asamnya bau ketek teman-temanku yang jarang mandi.

Semua ada di dalam kelas.

Semua bisa diceritakan ketika kita ingat.

Kini aku sudah duduk di kelas 3 SMA. Aku bersekolah di salah satu sekolah negeri yang tidak bagus-bagus amat. Mungkin ketika sekolah swasta di kota memiliki WC yang bagus dan bersih, yang bahkan bisa kita jadikan tempat tinggal, WC sekolahku tentunya sangat buruk. Bahkan seten pun tidak rela melihat kencingnya jatuh di WC hina sekolahku itu.

Dilihat dari aspek WC saja, sekolahku sudah ketinggalan jauh. Belum lagi dilihat dari aspek lainnya. Sangat buruk.

Dalam perjalanan Pendidikanku sudah puluhan kelas yang sudah aku rasakan.

Kelas pertama yang aku rasakan adalah kelas 1 SD, layaknya anak SD lainnya, aku tidak perduli bagaimana keadaan kelasku. Yang terpenting adalah mami masih ada di sebelahku. Tak jarang aku -atau anak lainnya- menangis ketika mengetahui orang tuaku telah tiada. Iyalah bego, kalo orang tua lo ninggal pasti lo nangis. Kalo lo nggak nangis berarti lo udah dikutuk jadi upil jerapah. Tapi kali ini aku tidak akan membicarakan masalah meninggal atau upil jerapah.

Kelas 2 SD. Aku menikmati kelas baru. Tapi kali ini aku hanya nenikmati kelas baruku selama 1 bulan lebih saja. Aku harus pindah ke Jakarta mengikuti orang tuaku yang juga ke sana. Waktu itu aku tidak mengerti kenapa kami harus pindah.

Dengan wajah bodoh aku ikut dengan tangan dipegang oleh ibuku menuju satu sekolah dengan luas tanah kecil dan bertingkat. Aku rasa sekolah itu adalah sekolah satu atap. Pasalnya aku melihat gerombolan anak berseragam putih abu-abu sedang skot jam. Ingin rasanya aku menghampiri kereka dan berkata "sukurin" sambil kentut di depan muka mereka lalu mereka pingsan dan meninggal. Oke, aku mulai merasa horor. Kentut itu horor, loh. Jangan bahas masalah kentut lagi.

Aku memasuki ruangan kelas baruku lalu duduk dan belajar.

Satu kata untuk kelas baruku ini. Ya, "membosankan".

Dengan jumlah siswa hanya 7 orang, ditambah dengan guru yang sudah lanjut usia, membuat aku merindukan kelas lama serta aroma indah keseruan saat kami kentut bersama dalam kelas. Itulah yang membuat aku ngeri dengan kentut. Terakhir aku dihukum mencium pantat temanku ketika kami -para lelaki sejati kelas 2 B- kentut masal di kelas saat belajar. Kejadian itu tidak memakan korban jiwa. Hanya saja 4 orang pingsan, 2 orang muntah-muntah dan yang lainnya luka-luka.

Tidak bertahan lama di sekolah itu, aku pun kembali pindah ke sekolah lain.

Kali ini aku pindah ke sekolah negeri. Aku bersekolah di tempat yang kelasnya ramai, tidak ada anak SMA dan tentu gurunya memadai. Tapi kali ini aku harus jalan kaki untuk pergi ke sekolah. Aku sudah lupa apa yang membuat aku harus jalan kaki waktu itu. Tapi itu cukup menyenangkan. Aku bisa melihat berbagai kejadiab sosial ketika aku berjalan. Mulai dari interaksi orang tua dan anak - anak berantem dengan bapaknya. Interaksi kerjasama antar masyarakat - copet digebuk masa. Dan masih banyak lagi.

Tapi seperti sekolah sebelumnya. Aku menetap di sekolah itu hanya 2 minggu saja. Aku juga lupa mengapa aku pindah.

Akhirnya aku sampai disebuah kampung yang cukup kumuh. Ketika aku masuk ke kampung itu, aku melewati jalanan yang bergelombang dan beberapa gunungan sampah kecil.

Aku sampai di sebuah panti asuhan kecil yang terletak tidak jauh dari depan perkampungan itu.

Di situlah pertama kali aku menemukan apa arti "cinta monyet".

Di tempat itu aku bertahan cukup lama. Hampir 1 tahun setengah aku mengenyam pendidikan di tanah ibukota. Aku sudah harus kembali ke pontianak. Haru menyelimuti perpisahan malam itu. Kami berpelukan seperti sekumpulan teletabis yang salah satu anggotanya harus pensiun dini jadi teletabis karna harus bergabung dengan power ranger menggantikan power ranger pink yang hamil di luar nikah.

Aku mendarat di tanah khatulistiwa dengan berbagai ekspetasi tentang kelas baruku kelak. Berbagai pertanyaan timbul. "Orangnya ramah nggak, ya?", "gurunya baik nggak?", "siswanya suka beol sembarangan nggak?" Pertanyaan itu timbul setiap saat selama perjalanan ke rumah.

Aku sekolah di tempat aku dulunya bersekolah. Aku kembali menyentuh tanah kelahiranku. Sekolah yang mengajarkan membaca, menulis dan mencuci tangan sebelum makan. Tempat pertama aku merasakan pendidikan.

Lulus dari SD dengan predikat juara 1 umum di sekolah membuat aku percaya diri bisa masuk ke sekolah negeri dekat rumah.

SMP itu memang sekolah unggulan di daerah itu. Ada sekolah yang lebih bagus dari itu, tapi terletak di kota. Aku harus bangun pagi-pagi sekali agar tidak terlambat. Kira-kira satu jam perjalanan menggunakan angkutan umum.

Cerita "pindah-pindahku" sewaktu di Sekolah Dasar, terulang lagi sekarang.

Aku harus pindah lagi dengan alasan menjaga kakek angkatku yang sudah lanjut usia dan tinggal seorang diri. Kakekku ini adalah seorang donatur untuk salah satu sekolah. Tapi aku kadang bingung, kenapa tidak dijaga oleh pihak sekolah? Apakah dia merepotkan? Apakah dia susah dibilang? Atau dia suka buang air sembarangan di atas sofa? Bentar, ini kakek atau kucing anggora?

Aku pindah ke tempat yang cukup jauh. Sekitar satu jam perjalanan ke luar kota. Tempat yang bisa dibilang kota namun masih sarat dengan suasana pegunungan khas pedesaan. Mungkin lebih fair jika kita sebut kecamatan.

Di sana aku bersekolah sambil bekerja menjaga sang kakek. Setiap pagi aku harus menyiapkan sarapan dan memungut daun-daun di halaman. Aku lakukan itu selama 3 bulan dan pindah ke rumah teman mamiku.

Berjalan hingga aku SMA. Aku tidak lagu seperti itu. Aku kini menetap di satu sekolah.

Setiap sekolah memiliki pengalaman masing-masing. Dan setiap kelas dari tiap sekolah memiliki rasanya tersendiri. Semua akan indah jika membuatnya indah dan akan menjadi bencana jika kita tidak mensyukurinya.
-DAN-

My Lexury School & ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang