3rd Class "Lingkungan Baru yang Membosankan"

17 1 0
                                    

Setelah kejadian mendapat nilai nol itu, aku mulai takut untuk tidak belajar dan bermain-main. Aku semakin giat untuk belajar. Hingga suatu saat aku harus meninggalkan SD ku untuk pergi ke Jakarta.

Tak ada salam, tak ada perpisahan. Aku pergi begitu saja. Bahkan aku lupa - maaf mungkin bukan lupa, tapi memang sengaja - mengembalikan Pensil Dewi, temanku yang aku pinjam dan semua buku pegangan siswa yang aku pinjam dari sekolah. Sekarang yang pasti semua sudah menjadi hak milikku.

Penerbangan menuju Jakarta cukup menyenangkan. Aku lupa apa penyebab kami harus pindah ke Jakarta. Ingatan itu sudah pudar, yang pasti dari cerita mami, kedua orang tuaku memang ada urusan di sana.

Kami sampai di sebuah bangunan berlantai 2 di pinggir jalan. Agak masuk ke dalam karena di depannya terdapat halaman yang cukup luas. Yang pasti di situ berbeda dengan keadaanku di Jungkat, tempatku tinggal dulu. Di Jungkat tidak seramai ini, jarang ada kemacetan, sedikit anak-anak yang main di tepi jalan raya tanpa tahu resikonya -di Jungkat mainnya di hutan- dan yang pasti di Jungkat belum ada bencong.

Kami masuk dari pintu samping. Mami dan papi seakan sudah fasih dengan bangunan ini. Dengan santai dia mengetuk pintu lalu membukanya setelah mengetuk. Tak ada orang yang menjawab kami langsung masuk. "Om Heri!!!" Seru Mami.

"Oh, Ya!!! Melva!!! So sampe ngana?" Logat itu tidak asing bagiku. Itu logat Manado. Mami memang orang asli Manado. Papi adalah orang asli Poso, Sulawesi Tengah.

"Iyo." Mami menghampir dan menyalami orang tua itu. Begitu pun Papi.

"Gimana ngoni pe perjalanan?" Tanya pak tua yang bernama Heri itu.

"Bae-bae jo." Jawab papi. Di ditunjukan sebuah Kamar. Asik, kamarnya ber-AC. Mungkin di sini aku akan lebih semangat tidur.
***
My New Class
Aku berangkat ke sekolah, ditemani mami, papi, dan adikku. Mungkin singkatnya kami pergi 'sekeluarga'. Rencana mengantar sekolah terlihat seperti acara wisuda. Sekeluarga ikut semua. Mungkin setelah aku diantar, aku akan diajak foto bersama.

Sampai di sekolah baruku, aku melihat segerombolan siswa SMA sedang skot jam. Aku berlindung dibalik tubuhku saat salah satu anak SMA itu menatapku. Hanya jaga-jaga, aku hanya takut kalau-kalau saja dia adalah seorang homo sekaligus pedofil. Pandangannya penuh nafsu. Aku hanya takut dilecehkan nantinya.

Setelah mendaftar, aku naik ke atas gedung sekolah itu dan mendapati kelas name tag '2 B Class'. Aku masuk ke dalam kelas. Aku terkejut. Aku menemukan kelas yang sepi bahkan seperti tidak berpenghuni. Keceriaan anak-anak tidak aku dapati dalam kelas itu.

"Kamu siswa baru, ya?" Wanita 40-an itu. Maaf, umurnya 40-an tahun. Bukan buatan tahun 40-an. Kelas itu sudab sepi dan akan lebih menyeramkan jika yang mengajar adalah mumi tahun 40'an.

"Iya, bu." Aku memasuki kelas itu dengan perlahan.

"Masuk." Undang wanita itu dengan tersenyum. "Perkenalkan diri kamu." Ujar wanita itu.

"Nama Saya David Alfrinando Nayoan, nama Bapak saya Marko Nayoan, Nama Ibu saya Melvalina Lendo, nama adik saya Elia Farnando Nayoan dan Gloria Mayva Nayoan." Entah kenapa sekarang aku berpikir aku terlalu bersemangat waktu itu. Mungkin wanita itu berpikir,"Sebenarnya dia kenapa? Saya suruh memperkenkan diri kenapa yang dikenalkan semua keluarganya?" Tapi untung saja aku tidak tahu nama kakek-nenek, paman-bibi dan sepupu-sepupuku. Jika aku kenal mereka, mungkin satu semester tidak akan cukup untuk sesi mengenalkan diriku. Ada yang kurang "dan keluargaku".

Aku duduk dengan tenang di bangkuku. Entah kenapa aku selalu bertemu dengan pelajaran matematika. Bahkan di lingkungan yang baru aku kenal. Aku keluarkan buku paket matematika "milikku". Sebenarnya itu buku paket yang menjadi hak milikku secara sepihak. Pelajaran pun dimulai.
***
Seminggu berlalu. Tidak ada yang menyenangkan di tempat itu. Akhirnya aku kembali minta pindah. Alasannya? Yang pertama aku sangat merasa bosan. Kedua, perlu diketahui bahwa dalam seminggu aku sudah telat 4 kali. Dan selama aku terlambat aku selalu melihat 'kakak kelas' SMA yang sama dengan yang aku lihat pertama kali. Aku selalu melihat dia dan semakin hari dia semakin memandangku dengan 'pandangan nafsu'nya. Aku tidak mau jadi korban pelecehan.

Bosan? Tentu ya. Aku perlu sesuatu yang lebih segar dari sebelumnya. Walau pun begitu aku hanya bisa nengingatnya sebagai pengalaman.
-DAN-

My Lexury School & ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang