THREE

24 4 2
                                    

"Tik.. Bangun.." Suara halus itu membuat Tika membuka matanya. Ia menyipitkan matanya untuk menyesuaikan matanya dengan cahaya yang berasal dari lampu mobil. Tika menatap Gio yang berada di sebelahnya.

"Tik.. Rumah lo dimana?" Kata Gio akhirnya

"Perum Cempaka Blok A-12" Kata Tika dengan suara yang agak serak. Itu membuatnya terdengar menggemaskan. Gio hanya mengangguk lalu menjalankan mobilnya.

Gio POV's

Aku tiba-tiba teringat tentang kejadian tadi. Otakku dipenuhi dengan kejadian-kejadian saat Tika menangis dan memelukku.

"Lo kenapa?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut sialanku ini. Aku dapat merasakan tatapan Tika yang menusuk bahuku.

"Maksud gue.. Lo kenapa nangis tadi?" Tanyaku sambil melirik Tika dengan ujung mataku. Dapat kulihat tubuhnya sempat menegang. Suasana hening yang canggung memenuhi mobilku.

"Lo gak perlu tau" Kata-kata Tika yang terkesan dingin dan tajam membuatku terdiam. Hening kembali menyelimutiku dan Tika sampai mobilku berhenti di depan rumah Tika. Aku bergegas membukakan pintu untuk Tika

"Gue punya tangan" Katanya dengan ketus. Aku hanya tersenyum hangat padanya

"Gue pulang dulu" Pamitku lalu berbalik ke arah mobil. Terbesit sedikit harapan ia berterima kasih padaku karena telah mengantarnya sampai di rumah.

'Jangan berpikiran konyol man. Ia tidak akan melakukan hal itu karena ia benar-benar sedingin es' . Otakku mulai menyuarakan pikirannya. Aku segera berusaha melupakan harapanku.

Tika POV

Laki-laki itu membukakan pintu untukku saat kami sudah sampai di depan rumahku.

"Gue punya tangan" Ketusku. Laki-laki itu hanya tersenyum.

DEG

Tiba-tiba jantungku berdegup kencang saat melihat senyuman hangat yang tak pernah aku lihat dari seorang laki-laki sejak 2 tahun yang lalu.

"Gue pulang dulu" Pamitnya lalu berbalik ke arah mobil. Aku terdiam sambil menatap punggung tegap itu berjalan menjauh

"Terima kasih" Lirihku dengan spontan membuatku mataku membelalak seketika. Aku menatap ujung sepatu converse yang sedang kupakai sehingga membuat sebagian wajahku yang memerah tertutup oleh rambutku.Lebih tepatnya aku menyembunyikan semburat merah yang menghiasi pipiku saat ini.

"Apa?" Pertanyaan laki-laki itu membuatku spontan mendongak sehingga aku dapat melihat tubuhnya yang tinggi menjulang di hadapanku. Aku menatapnya tak mengerti

"Maaf?"

"Volume suara lo terlalu kecil. Gue gak bisa denger lo ngomong apa.Jadi gue minta tolong buat ngulangin perkataan lo tadi"
Ia membungkukkan badannya sehingga mataku dapat menangkap matanya yang berwarna cokelat gelap.Aku berusaha untuk tidak gugup dan menahan semburat merah di wajahku

"Te-terima kasih"
Sial. Mulut dan wajahku mengkhianatiku. Pipiku memerah. Aku menunduk untuk menutupi wajahku yang merah padam.

"Bisakah kau mengulanginya. Aku tak dapat mendengar suaramu" Kata laki-laki itu sambil mendekatkan telinganya ke wajahku dan membuat jarak di antara kami semakin menipis.Wajahku semakin memerah.

"Terima kasih!" Aku mengeraskan suaraku di depan telinganya.Wajahku benar-benar merah padam. Ia terkekeh lalu mencubit kedua pipiku lembut.

"Lo lucu kalo lagi blushing " Katanya sambil mencubit kedua pipiku.Aku hanya bisa terdiam.

" Yaudah, gue pulang dulu" Katanya mengacak-acak rambutku pelan. Ia memasuki mobilnya lalu tak lama mobil itu sudah tak terlihat lagi di mataku. Beberapa menit kemudian aku baru bisa mencerna apa yang terjadi.Reflek, aku memegangi pipi dan kepalaku sambil tersenyum simpul lalu memasuki rumahku.

***

TBC..

Tinggalkan jejak dnegan voments guys.
Bikin cerita itu gak gampang..

Just With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang