"Cinta itu bukan tentang alasan ataupun keharusan. Cinta itu cuma cinta. Pure love." ~ Malika Winata
"MENURUTKU, pertunangan kalian benar-benar kurang greget. Masa semuanya diatur oleh orang tua kalian. Memangnya Adit tidak ada inisiatif untuk melamarmu dengan cara yang lebih romantis?" Lena memprotes ketika Nayla menunjukkan cincin pertunangan yang didapatnya tadi malam.
Orang tua Nayla dan Adit telah sepakat mengatur pertunangan yang sederhana dan hanya dihadiri kedua keluarga saja.
Usia pacaran keduanya sudah terbilang cukup lama. Tepat saat mulai Adit kuliah, mereka sudah berpacaran. Kini Adit sudah mandiri dan bekerja di perusahaan milik keluarganya. Nayla sendiri baru menyelesaikan kuliahnya. Sudah genap empat tahun lebih mereka menjalin hubungan.
Malika yang duduk tepat di sebelah Lena enggan berkomentar banyak. Hanya ucapan selamat yang sanggup ia berikan ketika mendengar berita pertunangan kedua sahabatnya itu.
"Adit bukan tipikal pria romantis. Kurasa kalian berdua tahu itu. Kalian sudah lebih dulu bersahabat dengannya kan," Nayla tersenyum kecil sambil mengambil sepotong cake dan meletakkannya di piring.
Lena dan Malika hanya mengangguk setuju dengan ucapan Nayla. Memang Adit itu jauh dari kesan yang romantis.
Malika mengambil potongan buah segar favoritnya sebagai makanan. Maklum saja, pekerjaannya sebagai model menuntutnya tampil cantik dan segar, sesegar buah-buahan yang sekarang sudah memenuhi mulutnya.
Berbeda dengan Lena, gadis manis keturunan china yang memiliki perawakan mungil ini, sama sekali tidak peduli makanan apapun yang ia makan, karena biasanya makanan tersebut tidak berpengaruh banyak dengan perubahan bentuk tubuhnya. Tubuhnya selalu saja langsing walaupun porsi makannya lumayan banyak. Benar-benar membuat iri, rutuk Malika dalam hati melihat isi makanan di piring Lena.
"Sekarang Adit pasti sedang bersama dengan Kris dan Revan. Aku penasaran wajah mereka berdua begitu mendengar Adit lebih dulu bertunangan." Lena tampak bersemangat.
"Memangnya wajah mereka akan seperti apa sih ?" Malika tertawa kecil sambil mengigit potongan apel berwarna merah.
Lena hanya tertawa membalas ucapan Malika.
"Are you happy?" Malika menyenggol lengan Nayla yang sempat didapatinya melamun di depan piring cake tanpa menyentuhnya.
"Ah, kenapa?" wajah Nayla sedikit kebingungan membalas pertanyaan Malika.
"I'm asking. Are you happy? Kamu kelihatannya tidak antusias." Malika mengerutkan alisnya sambil menatap Nayla yang duduk disebelahnya.
Nayla sedikit tergagap. "Antusias. Tentu saja aku antu..si..as.." suara semakin pelan terdengar.
Lena menelan makanannya dengan cepat. "Sudah kuduga, mestinya Adit melamarmu dengan cara yang lebih romantis. Sekarang lihat tampangmu..." Lena kembali menyatakan pendapatnya lalu mengambil segelas jus dan meminum habis dengan sekali teguk.
Malika memberi isyarat kepada Lena untuk diam sejenak, "What's wrong? Ada sesuatu yang menjadi beban pikiranmu, ceritakan saja. Mestinya kamu kan bahagia sekarang." ucap Malika pelan sambil mengusap bahu Nayla.
"Aku juga tidak tahu. Aku bahagia karena Adit adalah lelaki yang baik, dan kurasa kalian pun tahu itu," ungkap Nayla yang di balas senyum oleh kedua sahabatnya. "Setelah hampir lima tahun bersamanya, aku rasa aku juga sangat menyayanginya,"
"Dan?" tanya Malika pelan alisnya mulai bertaut.
Nayla menghela nafas sejenak sebelum menjawab, dari wajahnya terlihat sedikit keraguan dan kegalauan. "Di dalam hatiku seperti ada potongan puzzle yang hilang. Dan potongan itu tidak aku temukan pada dirinya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Love (END)
RomanceCopyright © by Katrin Lee ===================== "Tapi takdir itu memiliki jalannya sendiri, walaupun kita berusaha menghindarinya, ia tetap akan menemukan jalannya sendiri." Kisah ini bercerita tentang persahabatan yang di dalamnya di hiasi cinta ya...