"Ya Tuhan, perasaan aneh apa ini" – Nayla Felicia.
***
SESAMPAINYA di JFK Airport, Revan bergegas sambil membawa kopernya menuju tempat taksi di parkir.
"Kamu mau kemana?" tanya Nayla penasaran mengikuti langkah kaki Revan.
"Tentu saja mencari taksi, Gina sekretarisku sudah memesan kamar di Empire Hotel. Aku selalu menginap disana," ujar Revan yakin. "Kamu sendiri, menginap disana atau?" tanya Revan.
Nayla tertawa mendengar penjelasan Revan barusan. Ia berusaha memegang erat tasnya agar tidak terlepas dari tangannya. "Lihat itu," Nayla menunjuk kearah seorang wanita, dilihat dari wajahnya mereka yakin wanita itu asal Indonesia, ia berumur sekitar 50-tahunan, dan memegang kertas bertuliskan "Welcome! Mr. Adrian & Ms. Felicia"
Melihat hal itu tentu saja Revan bingung bukan kepalang. "Siapa dia?" tanya Revan heran.
"Dia pasti datang menjemput kita," Nayla tersenyum sambil berjalan kearah wanita tersebut. "Masa kamu tidak tahu, Adit sudah mengatur agar kita berdua menginap dirumah tantenya yang tinggal disini, namanya tante Yulia," ujar Nayla yang sedikit tertawa, ia sadar ternyata Revan tidak mengetahui apapun soal masalah ini.
Mata Revan terbelalak, ia berhenti sejenak dan segera merogoh handphone di saku jasnya. "Kurasa kamu pasti salah," jawab Revan panik. "Sekretarisku sudah sangat tahu kebiasaanku, ia pasti akan memberitahukan soal ini padaku terlebih dulu," jawab Revan sambil menekan nomor ponsel sekretarisnya.
Nayla mengangkat bahunya sedikit. Ia juga heran kenapa hal seperti ini bisa terjadi.
"Tunggu sebentar, aku telepon sekretarisku dulu," ujar Revan sambil menunggu panggilan teleponnya dijawab.
"Halo pak," Gina mengangkat telepon dari bosnya.
"Apa kamu sudah memesan kamar untukku di Empire Hotel?" tanya Revan tegas.
"Loh, bukannya bapak akan menginap dirumah kerabatnya bapak Adit?"
"Apa katamu?" Revan terdengar mulai kesal. "Apa aku pernah bilang seperti itu?"
"Maaf pak, sebelumnya saya memang akan booking hotel untuk Bapak, tapi Pak Adit menelepon saya dan mengatakan bahwa Bapak akan menginap di tempat kerabatnya," ujar Gina memberi penjelasan.
Revan menahan nafasnya, ia kesal dengan kelalaian sekretarisnya yang satu ini. "Kenapa kamu tidak berpikir untuk menanyakan hal ini terlebih dulu?"
"Sudah pak. Sebelum bapak berangkat kemarin, saya sudah mengatakan hal ini, tapi bapak bilang bapak sudah tahu soal ini," Gina sedikit beralasan "Tapi kemarin bapak tidak komentar apapun waktu saya tanyakan, jadi saya pikir bapak sudah setuju dengan Pak Adit," jelasnya.
Otak Revan berpikir cepat mengingat kejadian itu, dan benar saja, mereka berdua telah salah paham. Ia pikir kemarin sekretarisnya ini membahas masalah pesawat, ternyata masalah tempat menginap.
Revan mengusap keningnya, kepalanya sedikit pening. Bagaimana kejadian seperti ini bisa terjadi sih, rasanya ia ingin memarahi sekretarisnya itu tapi itu juga bukan sepenuhnya salahnya. Adit adalah orang yang ikut andil dalam masalah ini, kenapa sejak kemarin mereka bertemu, ia tidak memberitahukan hal ini padanya.
"Ya sudah," jawab Revan singkat sambil menutup teleponnya.
Nayla memandangnya penuh tanya. "Ada apa sih?"
"Tunanganmu itu benar-benar..." jawab Revan dengan wajah sedikit kesal. Ia kemudian menekan nomor ponsel Adit dan menghubunginya.
"Halo?" jawab Adit di telepon dengan antusias. "Apa kalian sudah sampai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Love (END)
RomanceCopyright © by Katrin Lee ===================== "Tapi takdir itu memiliki jalannya sendiri, walaupun kita berusaha menghindarinya, ia tetap akan menemukan jalannya sendiri." Kisah ini bercerita tentang persahabatan yang di dalamnya di hiasi cinta ya...