"Revan Adrian, Listen to me. I love you with all my heart. Dan aku tidak punya alasan seperti yang kamu miliki. Aku tidak peduli tentang alasan. Karena itulah cinta. Kita tidak butuh alasan apapun untuk bisa merasakannya." ~ Steffany Fabiana
***
"MAAF yah, hari ini tante tidak bisa mengantarkanmu. Tante ada urusan," ujar Tante Yulia ketika akan beranjak pergi. "Tapi ini kan weekend. Kamu bisa pergi bersama Revan, tante rasa jadwal bisnisnya tidak terlalu padat,"
"Iya tante, tidak masalah. Aku rasa Revan bisa mengantarku ke Manhattan," Nayla tersenyum
Beberapa jam kemudian Revan terlihat keluar dari kamarnya. Sepertinya ia sangat lelah hingga terbangun sesiang ini.
"Mau kubuatkan kopi?" tanya Nayla melihat begitu melihat Revan muncul didepan pintu kamarnya.
Revan sedikit terkejut. "Tante Yulia mana?" ujarnya begitu menyadari ia tidak melihat sosoknya. Ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Nayla.
"Sudah pergi beberapa jam yang lalu, weekend seperti ini beliau sering berkumpul bersama beberapa temannya," Nayla menjelaskan. Ia mencoba melangkah mendekati Revan. "Apa kamu mau minum sesuatu?"
Revan terkejut melihat Nayla bergerak maju ke arahnya, reflex saja dia bergerak mundur seperti orang ketakutan.
Melihat tingkahnya itu Nayla menjadi sedikit kesal. "Heh. Kamu kenapa sih? Memangnya kamu pikir aku akan melakukan sesuatu padamu?" ungkap Nayla kesal begitu mengetahui Revan sepertinya terlihat enggan mendekatinya.
Revan terdiam menyadari ungkapan tersebut. "Bukan begitu. Kamu itu menakuti tahu!" ujar Revan tak mau kalah.
"Hah. Yang benar saja!" Nayla mendesis.
Nayla segera beranjak menuju dapur meninggalkan Revan yang kelakuannya sedikit aneh tadi. Revan mengikutinya dari belakang.
"Aku mau ambil minum," ujar Revan begitu Nayla menoleh ke arahnya dengan wajah sedikit kesal.
Nayla mencibir. Ia berdiri di dekat kulkas untuk mengambil buah-buahan segar, sedangkan Revan menunggu di sebelahnya sambil memegang gelas kosong yang tadi di ambilnya.
Ketika ingin menutup pintu kulkas tiba-tiba saja, berberapa buah apel yang terletak di samping kulkas berhamburan ke luar. Nayla mencoba menunduk untuk mengambilnya, tapi sayang. Buk!! Kepalanya berada dengan kepala Revan yang juga ingin mengambil buah apel yang terjatuh tadi.
"Aduh," Keduanya meringis kesakitan memegang kepala mereka yang tadi sempat beradu.
Sesaat kemudian Nayla tertawa. Sungguh kondisi yang aneh dimana kepalanya baru saja terbentur.
"Benturan di kepalamu cukup keras yah?" Revan bingung melihat Nayla tertawa. "Apa yang kamu tertawakan?" tanyanya heran.
Nayla mencoba menenangkan tawanya. "Wajahmu tadi waktu meringis itu, benar-benar lucu," ujar Nayla.
Revan tertegun sejenak. Ia merasa ada yang aneh dengan isi kepala gadis yang satu ini. Berulang kali Nayla mengatakan bahwa dirinya itu lucu. Apanya yang lucu. Perempuan yang mengenal Revan Adrian selalu mengatakan kalau ia itu keren, mempesona, tampan, dan pujian yang lainnya. Tapi kenapa malah kalimat lucu yang keluar dari mulut Nayla.
"Entahlah," Nayla tersenyum. "Aku selalu merasa ingin tersenyum saja setiap kali melihatmu," jawaban polos itu meluncur begitu saja dari bibir manisnya. Nayla bisa merasakan setiap ekspresi yang keluar dari wajah Revan, entah itu kesal, kaget atau meringis seperti tadi selalu bisa membuatnya tersenyum.
Revan menghela nafasnya mendengar pengakuan tersebut. Ia mengisi gelasnya dengan air dingin di kulkas lalu meminumnya dengan cepat.
"Jadi, apa rencanamu hari ini?" tanya Revan singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Love (END)
RomanceCopyright © by Katrin Lee ===================== "Tapi takdir itu memiliki jalannya sendiri, walaupun kita berusaha menghindarinya, ia tetap akan menemukan jalannya sendiri." Kisah ini bercerita tentang persahabatan yang di dalamnya di hiasi cinta ya...