"Ceritakan bagaimana kalian kenal dan bagaimana kalian bisa akrab?" tanya Bella serius.
"Woaah! Baiklah. Aku dan Isla bertemu di perpustakaan. Waktu itu aku lagi cari buku juga. Pas aku liat Isla, aku rasa dia kaya gelisah gitu. Aku tanya deh, dia cari buku apa. Dia jawab buku psikolog. Jadi aku bantu dia cari buku itu. Dan gimana kita akrab? Aku ga yakin aku dan Isla akrab" jelas Liam panjang lebar.
"Ga yakin? Maksud kamu gimana?" Tanya Bella.
"Yaaa karna kita-" ucapan Liam terpotong karena Isla sudah kembali masuk ke cafe.Isla duduk dikursinya, Liam dan Bella hanya diam dan saling melirik satu sama lain. Isla pun bingung dan bertanya, "kalian kenapa?".
Mereka hanya menggeleng dan tersenyum. Isla hanya mengangkat bahunya dan kembali meminum kopinya.
***
Liam's POV
Aku sampai dirumah pukul 9 p.m. Karena aku mampir dulu kerumah Harry untuk mengambil buku yang dia pinjam kemarin.
Lalu aku mandi dan makan malam. Aku tinggal sendiri diapartemen karena dekat dengan kampus dan ingin hidup mandiri.
Aku terus mencoba untuk tidur, namun susah. Aku merasa seperti ada yang aneh. Yang aku lupakan hari ini. Aku pun terus berpikir sambil mencoba untuk tidur.
"AKU LUPA MINTA NOMORNYA ISLA!?!!" Aku berteriak pada diriku sendiri.
Tapi kenapa harus punya nomornya? Aku dan Isla kan baru kenal. Tidak mungkin jika kita baru kenal dan aku sudah meminta nomor telfonnya. Huh, lebih baik aku lupakan dan tidur.
***
Aku terbangun oleh suara musik dengan volume yang cukup keras. Tidak mau mendapat masalah, aku pun terbangun dan membiarkannya. Karena memang sudah biasa. Dan itu tidak akan berlangsung lama.
Aku berjalan ke arah dapur dan membuat sarapan untukku. Setelah makan aku mandi dan bersiap. Aku akan pergi ke cafe untuk bertemu teman lamaku Louis.
Sampai di cafe aku mencari keberadaan Louis. Aku menemukannya sedang menatap layar ponselnya. Aku menghampirinya dan memanggil namanya, "Loui".
Dia menoleh dan tersenyum ke arahku lalu memelukku. "Hey Liam!" ucapnya. Aku pun melepas pelukannya dan duduk.
Louis adalah temanku sejak kecil. Namun kita jarang bertemu sebab aku pindah ke London untuk melanjutkan kuliah dan tinggal.
"Li-" ucapan Louis terpotong oleh ku karena aku berdiri untuk memesan kopi.
"Sebentar Lou. Kau tidak memesankan aku kopi. Jadi aku akan pesan sendiri" ucapku memasang wajah kesal dan berjalan untuk memesan kopi.
Namun aku mendengar suara yang tertawa yang cukup besar didengar. Louis tertawa cukup keras sehingga banyak yang melihatnya, namun dia tidak malu. Aku beruntung mempunyai sahabat sepertinya.
"Terima kasih" ucapku sambil tersenyum pada barista yang melayaniku.
Aku kembali ke tempat dimana Louis duduk dan sedang menatap kembali ke ponselnya. "Bagaimana kabarmu dan keluargamu?" Tanyaku pada Louis.
"Aku baik. Mereka semua juga baik" jawab Louis.
"Bagaimana hubunganmu dengan-" pertanyaanku terpotong oleh Louis.
"Tolong! Jangan bahas itu!"
Aku pun terdiam dan mencoba meminum kopi yang sudah sedikit hangat. "Liam?" Panggil Louis.
Aku hanya memberi tatapan, 'apa?' padanya. "Kau kan di London sudah hampir 4 bulan .. " ucap Louis menggantung.
"Lalu?" Tanyaku.
"Apa kau sudah punya?" Tanya Louis yang membuatku bingung.
"Punya apa?" Tanyaku lagi.
Louis menoyor kepalaku yang berarti dia kesal denganku. Apa salahku? Aku bahkan tidak tau apa - apa.
"Liam, kenapa kau bodoh sekali sejak jauh dari ku?" Tanya Louis dengan percaya diri.
"Hey, justru karna kau aku menjadi sesat. Dan aku bersyukur tinggal di London karna aku tidak akan ke jalan yang sesat" ucapku.
"Oh, jadi sebenarnya kau tidak merindukanku? Huh?" Louis menyipitkan matanya.
Aku ikut menyipitkan mata dan kita saling bertatapan. "Okay baiklah! Aku tidak mau kita bertengkar Louis. Kau sahabat yang sangat ku sayangi. Jadi aku mengalah" Aku berhenti menatap matanya dan meminum kopiku.
Wajah Louis terlihat senang, karena aku mengalah. Dia memang lebih tua dariku, namun sikapnya masih seperti anak - anak.
"Lou, apa kau mau main ke apartemenku?"
"Tentu. Aku sekalian akan menginap, gapapakan?" Tanya Louis.
"Oh Lou, tentu saja. Kau sahabatku. Tapi aku perlu belanja. Mau menemaniku?"
Louis menjawabnya dengan anggukan dan kita meminum kopi masing - masing.
***
Isla's POV
Hari minggu dan aku akan membersihkan apartemen.
Butuh waktu 2 jam untuk membersihkan apartemen yang dibilang tidak kecil dan tidak besar.
Setelah selesai, aku beristirahat sebentar dan pergi mandi. Ku rasa aku hampir melewatkan sarapan pagi. Dengan segera aku berlari ke dapur mencari makanan yang bisa ku makan.
Aku hanya menemukan roti. Karena bahan makanan ku habis. Aku akan pergi belanja hari ini.
Knock knock
Terdengar suara pintu yang diketuk. "Sebentar" aku berjalan ke arah pintu dan membukakan pintu.
"Hi Isla" ucapnya tersenyum dan memelukku.
Aku membalas pelukannya, "Hi Harry".
"Aku merindukanmu" ucap Harry. Aku pun tersenyum dan mempersilahkan Harry untuk masuk.
"Ada apa Har? Tumben datang kesini" tanyaku.
"Well, aku hanya akan menemuimu karena aku merindukanmu" ucapan Harry membuatku terkejut.
Aku dan Harry memang tidak ada hubungan. Tapi yang ku tau dia sempat punya rasa suka padaku. Namun aku belum bisa menentukan perasaan itu. Lagi pula Harry tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut.
"Baiklah Harry. Aku akan pergi belanja. Mau ikut?" Aku mengajaknya belanja karena aku tidak ada teman. Bella sedang pergi dengan keluarganya. Aku juga tidak bisa menyuruhnya untuk pulang, karena dia datang untuk bertemu denganku.
"Oh tentu. Kebetulan aku ingin cari sepatu boots baru" jawaban Harry membuatku terkekeh.
"Baiklah Harry. Aku akan bersiap - siap. Tunggu sebentar!"
Aku segera mengganti bajuku dan merapikan sedikit rambutku.
"C'mon Harry"
KAMU SEDANG MEMBACA
Window // Liam Payne
FanfictionIsla menyukai seseorang yang baru ia temui. Mereka bertemu lagi dipantai. Dan siapa sangka jika mereka tinggal disebuah apartemen yang sama. Mereka mulai mengenal satu sama lain. Dibalik itu semua, ada seseorang yang menyukai Isla. Namun Isla tida...