Helloo~ Part 3 udah netes^^
selamat membaca ya dan semoga gak bosen***
Adel dan Papanya sedang berjalan menuju rumah Gilang sambil bergandengan tangan dan siap dengan baju seragam masing-masing. adel yang rapi dengan baju seragam SMA nya dan Roy lengkap dengan setelan jas kantornya seperti biasa.
Adel membuka gerbang dengan gerakan yang sudah ia hafal, lalu mereka memasuki gerbang bersamaan. Gadis itu berdecak sebal saat mendengar suara gaduh dari dalam rumah Gilang dengan begitu jelas terdengar ditelinganya.
"Gilang lo belum pake dasinya? Lelet banget sih, ini uda siang tau Adel gak mau kesiangan gara-gara elo ya," pekik Adel setibanya masuk ke dalam rumah dan melihat Gilang yang masih mengancingkan baju seragamnya dengan santai. "Aduh kok kamu doyan banget, sih rusuh pagi-pagi, Lang? Rambutnya masih acak-acakan itu, baju juga belum kamu masukin. Ih ya ampun Adel bisa stres kalo kaya gini." Cerocos Adel.
"Bunda Gilang minta roti, ya." Gilang menghiraukan oceha Adel yang sudah biasa memadati telinganya. Dan ia lebih memilih untuk memakai ikat pinggang sambil memasukkan bajunya ke dalam celana. Matanya melihat sepatu dibawah yang sudah Bunda siapkan, tapi itu bukan sepatu yang Gilang sukai.
"Aduh Bunda kok sepatu aku yang ini, sih?"
"Yang kemaren Bunda cuci. Uda pake aja iih ribut terus ya kamu!"
"Iya Bunda." Sahut Gilang melemah. Ia tidak berani lagi untuk merengek karena takut Bundanya akan menjewer atau mencubit gemas Gilang dihadapan calon menantu Bunda. Oh yeah? Menantu? Gilang hanya becanda kok. Tapi lebih enak kalau menjadi kenyataan. Ah sudahlah Gilang ngawur pagi-pagi.
"Cepetan sisir rambutnya Gilang!" perintah Adel yang langsung mendapat anggukan dari Gilang.
Bunda menggeleng mendengar ocehan anak bungsunya ini yang selalu rusuh di pagi hari. "Bunda gak tau deh sama jalan pikirannya dia, Del. Begadang maen game terus sampe jam tiga pagi. Pusing kepala Bunda." Curhat bunda pada Adel dengan tangannya yang sedang sibuk mengolesi selai kacang favoritnya Gilang dilembar atas roti tawar.
"Oh ada pak Roy juga? Ayo masuk dulu," Bunda sedikit kaget melihat Papa Adel sudah mematung di depan pintu. Roy mengangguk dan tersenyum seraya masuk mendekat Devi.
Laki-laki berusia empat puluh tujuh tahun ini melihat kedua anak itu sedang ramai beradu mulut. Roy mengulum senyum mengingat bahwa mereka sudah remaja, bukan lagi Gilang dan Adel yang memakai seragam putih merah, terlebih lagi Anak gadisnya sudah tinggi walaupun tidak setinggi Gilang. Dan hatinya kembali berandai-andai, andai saja Lyna masih hidup, betapa bahagianya mereka.
"Sini Adel pakein. Uda dua taun masih gak bisa aja pake dasinya. Telat nih Gilang." Adel menyambar paksa dasi panjang yang sudah tergantung dileher Gilang dan memposisikan dirinya dihadapan Gilang.
"Gak usahlah pake dasi, entar aja di sekolah. Mulut elo pagi-pagi uda kaya Bunda aja."
"Diem!"
"Awww." Gilang meringis karena pinggangnya dicubit oleh Adel. Yang benar saja ia akan ke sekolah tanpa memakai dasi. Aduh, Adel gak mau ya jadi santapan pak Saswi! "Sakit tau!" protes Gilang. Mulutnya penuh roti yang ia makan dengan terburu-buru sambil diam mematung menerima perlakuan Adel yang telaten memasangkan dasinya.
"Eh Del, posisi kaya gini pas banget ya kaya istri lagi masangin dasi buat suaminya. Terus entar suaminya pamit kerja, terus istrinya cium tangan suaminya, terus gue cium kening elu deh."
"Ngomong ngawur sekali lagi gue cekek nih pake dasi."
"Dua rius kali, Del gue. Sebel iih disebut ngawur terus." Bathin Gilang kesal. Sabar, biarkanlah mengalir seperti air sampai Adel tahu betapa hanyutnya jiwa Gilang karena cinta Adelyn Cantika.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY NEIGHBOR
Teen FictionSatu, kalo tetangga kok nempel banget? Dua, kalo pacar kok Gilang gak pernah nembak? Tiga, kalo sahabat kok mesra? Real Story by Scarletsnow❤