Sekolahku mengadakan kamping untuk hari ulang tahun sekolah. Acara ini adalah acara khusus untuk anak kelas tiga yang dua bulan lagi akan mengikuti ujian tes kelulusan.
Sebagian guru telah ikut memeriahkan acara ini. Jeno, sebagai ketua OSIS adalah dalang dari semua ini. Ini adalah acara yang dibuatnya.
Aku sangat membenci kamping!
Ya, camkan itu! Mengapa aku membenci kamping? Kalian tau, di acara kamping tentu ada acara jerit malam bukan? Aku benar-benar takut dengan hantu. Mendengar cerita hantu saja aku sudah ingin menangis.
"Pada saat jerit malam, semoga aku bersama Jimin Saem," Pinta Soohee. Ia mengepalkan tangannya memohon.
"Tidak mungkin jika kita nanti berpasangan dengan guru, Soohee," Selaku.
"Oya? Kata ketua OSIS tadi , ada yang berpasangan dengan guru dan ada yang berpasangan dengan murid," Jelasnya.
"Oh, begitu,"
Semoga saja aku berpasangan dengan Winwin. Namja paling tampan yang sudah aku taksir sejak kelas satu.
*****
"Waktunya pemilihan pasangan jerit malam," Teriak Jeno melalui microphone.
Ini yang paling kutunggu-tunggu. Semoga saja aku mendapatkan pria impianku. :D
Aku mulai mengambil gulungan kertas. Lalu membukanya. Aku mendapatkan nomor 12.
"Yeay! Aku berpasangan dengan Winwin! Nomornya sama denganku," Teriak yeoja disebelahku.
Sial! Sepertinya aku tidak beruntung hari ini. Kira-kira aku berpasangan dengan siapa?
"Eunra? Kau berpasangan dengan siapa? Aku dengan Sehun. Sayang sekali aku tidak berpasangan dengan Jimin Saem.." Ungkap Soohee lesu. Sepertinya ia tidak suka dengan pasangannya.
"Aku.. aku masih belum tau, Soohee. Aku mendapatkan nomor 12," Jawabku.
"Nomor 12?? Kau berpasangan dengan Jimin Saem, Eunra!!" Jerit Soohee. Sehingga semua murid menoleh kearah kami.
"Mwo? sstt.. Soohee. Bicaramu kurang kencang," Ledekku. Aku melirik malas kearah Soohee. Soohee nyengir-nyengir kuda.
Ya ampun! Mengapa dunia sempit sekali? Aku akan berpasangan dengan Jimin Saem? Ahh.. aku lelah dengan orang itu.
****
Jerit malam sudah dimulai. Murid-murid sudah berjalan dengan pasangannya masing-masing. Jerit malam kali ini, para siswa tidak membawa peralatan sama sekali. Para siswa hanya berjalan tanpa penerangan dan ditemani oleh kegelapan.
Tetapi aku dan Jimin saem masih berada di villa khusus guru. Di villa guru sangat sepi. Sehingga hanya aku dan Jimin saja. Karena guru-guru memasang strategi untuk menakut-nakuti siswa.
"Kau lagi?! Bosan tau!" Jimin mulai menyemprotkan kata-kata yang menusuk hati.
"Ingat, aku sama sekali tidak berniat apa-apa denganmu. Ini hanya kebetulan!" Peringatku. Aku duduk disebelahnya.
"Bilang saja kau sengaja memilih kertas itu. Supaya kau bisa berpasangan denganku. Jujur saja, Eunra!" Ledeknya tanpa melihat kearahku. Ia fokus terhadap ponsel ditangannya.
"Hei! Aku sama sekali tidak berniat sengaja! Dasar sok tau!" Semprotku.
"Aku sudah tau kelakuanmu, Park Eunra... kau tidak ingat perjanjian di gunung kemarin, hmm??"
"Aku ingatt!! Aku ingat sekali pak guru!! Dan aku tidak akan lupa!" Kali ini aku tak mau kalah.
"Panggil aku dengan benar Eunra.." Geramnya, Ia masih fokus terhadap ponsel ditangannya.
"Aku tidak perduli lagi! Aku tidak takut denganmu!"
Mendengar itu , Jimin langsung merangkulku. Ia mulai melepas syal yang kupakai, membuangnya dan menciumi leherku. Aku memberontak. Berteriak saja percuma karena tidak orang sama sekali disini.
"Cukup! oppa! Cukuppp!!" Teriakku. Jimin berhenti dari aktivitasnya.
"Akhirnya kau memanggilku dengan benar,"
Senyum itu.. senyum liciknya itu.. Amarahku sudah berada di ubun-ubun. Aku sudah tidak tahan lagi.
PLAK!
Tamparan keras akhirnya mendarat di pipinya. Akibat kelakuan tanganku yang gatal. Jimin meringis sambil memegangi pipinya.
"Aku bukan jalang! Berhentilah mencumbuiku!" Sentakku. Air mataku mulai keluar. Tak bisa ditahan lagi. Kelakuannya benar-bebar melewati batas.
Apakah dia pantas menjadi guru? Apakah seorang guru berani menodai muridnya sendiri?
"Maaf.." Desis Jimin pelan. Ia berdiri. Dan langsung masuk ke kamar mandi. Ia melangkahkan kakinya panjang-panjang. Aku bisa melihat raut mukanya yang berubah menjadi masam.
*****
Aku berlari secepat yang kubisa di kegelapan tanpa memperdulikan rasa takutku. Sesekali kakiku terantuk akar-akar pohon yang menjalar ketanah. Tapi aku masih bisa berdiri.
Saat Jimin masuk ke kamar mandi, aku langsung berlari meninggalkan villa tanpa Jimin. Aku benar-benar muak dengannya.
Dan tiba-tiba saja, kaki ku terantuk batu. Aku tersungkur dan masuk kedalam lubang yang cukup besar. Oh tidak! Seseorang tolong aku!
"Siapapun yang berada didekat sini! Tolong aku! Aku Eunra!" Teriakku sekeras mungkin. Dan hasilnya nihil. Tidak ada orang yang melewati jalan ini.
****
Keesokan harinya...
Jimin POV
Gadis menyusahkan itu telah hilang sejak malam. Berjam-jam aku mencarinya hingga pagi. Ini memang salahku. Salahku.. Kesalahanku kali ini sangat besar. Aku tak bisa menduganya.
Aku mulai mencarinya di hutan sejak malam. Dan aku belum kembali ke villa sama sekali. Kantung mata sudah muncul di bawah mataku. Bibirku kering dan rasa lapar mulai merajuk.
"Eunra.. kau dimana?!"
Sejak tadi aku berteriak. Tetapi tidak ada jawaban sama sekali.
"Seseorang yang berada didekat sini! Tolong aku! Aku Eunra!!"
Suara itu.. suara Eunra. Aku pun berlari menuju asal suara. Dan ternyata berasal dari sebuah lubang. Lubang yang cukup besar. Aku mulai melongok dan melihat seorang gadis yang meringkuk.
"Eunra.. kau baik-baik saja???" Aku mulai menyerahkan tanganku. Dan ia menangkapnya. Kutarik tubuhnya sampai keatas.
"Terima kasih." ujarnya. Kemudian ia pingsan didekapanku. Mungkin ia mengantuk. Kulitnya dingin. Aku membalas pelukannya agar tubuhnya mulai hangat.
Maafkan aku..
●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher My Husband
FanfictionKeluar dari boyband group yang bernama BTS karena sudah tidak ada pembiayaan album dari perusahaan adalah keputusan bagi seorang Park Jimin. Tidak ada masa depan untuk BTS. Saat masih debut, dia juga berkuliah mengambil jurusan pendidikan. Park Jim...