"Jika kenangan adalah suatu ingatan yang abadi, maka di dalamnya engkau ialah seseorang yang tak pernah pergi. Tidak pernah untuk benar-benar pergi meninggalkan jejakmu disini."
***
"Kak Aal! Lo udah bangun belom si? Lama banget tau gak! Telat deh nih gue." Ucap Liana keras di depan pintu kamar kakaknya sambil mencebik kesal. Selalu saja seperti itu setiap pagi.
Selang beberapa detik, Keenandra Albino Dinata yang disebut 'Aal' oleh Liana, keluar dari kamarnya. Aroma parfum yang dipakainya menyeruak tajam di hidung Liana.
"Eh, ada adek gue tersayang! Pagi adek kak Aal yang cantik..." Ucap Albino sambil menunjukkan senyum manisnya. "Pagi apaan?! Kesiangan nih gue! Udah tau hari ini gue ada MOS kak." Liana mendelik kesal. "Iyadeh maaf. Tadi ada panggilan alam. Yaudah yuk, kita sarapan dulu." Ucap Albino yang dengan santainya merangkul Liana dan membawa adiknya itu ke meja makan di dekat dapur rumahnya. Orang tua Liana dan Albino tinggal di New York beberapa minggu yang lalu dikarenakan ada bisnis penting disana. Karena yang tinggal di rumah hanya Liana dan Albino saja, alhasil mereka selalu sarapan berdua di setiap paginya.Seadanya saja.
**
"Kak Aal." Panggil Liana saat mobil yang dikendarai Albino hampir sampai di SMA Cendikia. "Hm" Albino menjawab dengan pandangan yang masih terfokuskan ke jalan raya.
"Nanti sore temenin gue ke toko buku ya kak? Gue mau beli novel kesukaan gue. Please..." Ucap Liana memohon sambil terus menunjukkan puppy eyesnya. Albino mendengus kesal mendengar permintaan adik satu-satunya itu. "Gua nggak bisa. Ada urusan." Ucap Albino ketus.
"Yah kak... Please... ya ya ya?" Liana terus saja memohon sambil merengek kepada Albino. "Gue. Nggak. Bisa. Lo naik taksi aja deh. Bisa kan?" Ucap Albino penuh penekanan di awal katanya sambil sesekali melirik sekilas ke arah Liana dan memfokuskan pandangannya lagi ke arah jalan raya.
"Gue sih bisa aja naik taksi. Tapi kalo nanti terjadi apa-apa sama gue gimana? Nanti kalo Mama sama Papa tau itu karena lo gimana? Terus kalo lo nanti-" Ucap Liana panjang lebar sampai membuat Albino mendecak kesal. Dengan cepat, Albino langsung saja memotong perkataan Liana. "Oke, Fellysha Liana Dinata. Nanti gue temenin lo ke toko buku. Tapi lo harus berhenti ngoceh sekarang. Kuping gue panas."
"Ih nyebelin banget si kak!" Liana mencebikkan bibirnya. "Tapi thanks ya kak Albino yang ganteng.." Liana berteriak senang di dalam mobilnya, membuat Albino menutup sebelah telinganya. "Ishhh.. Lili berisik deh! Gue tau kalo gue ganteng. Tapi jangan teriak gitu juga dong. Pecah deh nih telinga gue." Albino mendengus kesal melihat tingkah laku adiknya. Liana hanya nyengir memperlihatkan deretan gigi putihnya.
**
Albino dan Liana yang sibuk dengan perlengkapan MOS-nya berjalan beriringan di koridor kelas. Tidak sedikit dari mereka yang berada di koridor memperhatikan Albino yang berjalan beriringan dengan perempuan cantik yang berada disampingnya. Tidak sedikit juga siswi yang kesal melihat Albino-yang salah satu most wanted di SMA Cendikia-berjalan beriringan di koridor bersama perempuan. Ini pertama kali mereka melihat Albino berjalan beriringan dengan perempuan cantik di sampingnya. Ya, perempuan itu adalah Liana.
Semua pelosok mata yang ada disana melihat Liana dengan tatapan bertanya-tanya. Liana yang tidak tahu-menahu kenapa mereka memperhatikan dirinya yang berjalan beriringan dengan Albino merasa risih.
"Kak, kenapa si mereka ngeliatin kita terus? Ada yang aneh ya kak? Gue risih deh." Ucap Liana setengah berbisik kepada Albino. Liana sangat tidak suka mendapat tatapan sengit dari orang sekitarnya. "Gak ada apa-apa kok, Lili." Albino tersenyum dan merangkul Liana, membuat siswi yang melihat mereka makin bertanya-tanya, siapakah perempuan yang berada di samping Albino?
KAMU SEDANG MEMBACA
Will Be Mine
Teen Fiction-Fellysha Liana Dinata- Mempunyai rasa kepada seseorang selain Rendi? Tapi, rasa ini membuat ku cukup bimbang. Menyayanginya dengan tulus atau karena dia bagaikan sosok Rendi dalam kehidupanku? -Aliandra Raditya Delovano- Dia cukup menarik. Sosokny...