c h a pt e r 6

74 7 0
                                    

"Justru pertemuan yang singkatlah yang biasanya banyak membuat kenangan-kenangan yang memang pantas untuk dikenang."

***


Aku melihat butiran air yang keluar dari kelopak mata Liana. Liana menangis!

"Kak Aal, maafin Lili ya? Lili udah buat kakak khawatir." Liana terus menangis di hadapanku. Ia terlihat seperti anak kecil sekarang.

"Gak Lili. Lili gak salah." Ucapku sambil mengelus pelan rambut Liana. "Lili gak boleh nangis ya?" Aku mengusap air matanya dengan kedua tanganku.

"Makasih kak." Liana tersenyum miris kepadaku. Aku pun membalas senyumannya dan menyuruhnya agar segera mandi dan mengganti pakaiannya yang sedikit basah.

**

Pukul 04.43

Itulah angka yang tertera di jam analog milikku. Aku segera bergegas untuk mandi dan berpakaian rapih.

Selang beberapa menit berlalu, aku duduk di pinggir ranjangku, mengumpulkan seluruh kesadaranku di hari ini.

Aku meraih gadgetku dan melihat notifikasi pesan masuk LINE disana.

Aliandra Raditya : Woy!
(Pukul 04.33)

Aliandra Raditya : Msh di alam mimpi lo ya?
(Pukul 04.45)

Aliandra Raditya : Gue. Pindah. Ke. Sekolah. Lo. Hari. Ini. Bye.
(Pukul 04.55)

Keenandra Albino : UDAH TAU
(Pukul 05.09)

Yap!

Aku baru mengingatnya sekarang.

'Radit pindah sekolah!'

**

Author's pov

Pagi ini Liana terus merutuk dirinya karena telah menangis seharian sejak kejadian kemarin sore. Seperti biasanya, mata Liana terlihat sangat sembab pagi ini.

Tok tok tok

"Lili, lo udah siap be-"

"Udah dong kak! Udah cantik kan?" Ucap Liana memotong ucapan Albino sambil diiringi oleh mata Liana yang berbinar lucu.

"Tanya sama tembok sana." Albino segera berlalu ke lantai dasar rumahnya, meninggalkan Liana yang masih memasang wajah memelasnya.

"Nyebelin!" Gumam Liana pelan, bahkan hampir tidak bisa terdengar.

**

"Kak, anterin gue dong ke kelas. Gue malu nih, mata gue sembab gini." Liana menutup kedua matanya sambil berjalan beriringan dengan Albino.

"Ma. Les." Perkataan Albino penuh dengan penekanan membuat Liana menghempaskan kedua tangannya dengan kesal.

Pada akhirnya, Liana hanya pasrah dan berjalan sendiri ke kelasnya.

Brak!

Liana merasa tubuhnya ditabrak oleh seseorang dengan cukup keras.

"Aw! Sakit ta-"

"Nana! Ikut gue!" Ternyata ia adalah Acha. Acha menarik tangan Liana dan berlari kecil.

"Liat tuh!" Jari telunjuk Acha menunjuk kedalam kerumunan para siswi SMA Cendikia.

Liana mengernyit bingung melihatnya. "Apaan si Cha?" Liana belum berhenti mengernyitkan dahinya.

"Ikut gue sini." Acha menarik tangan Liana hingga berhasil menerobos kerumunan siswi SMA Cendikia yang terlihat sedikit histeris.

Will Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang