"When every word and the sentence can't describe my feelings overall, just tears capable of showing everything"
-Anonymous***
Mentari pagi menyeruak memasuki celah jendela kamar Liana. Sinarnya begitu memaksa untuk masuk ke dalam manik mata cokelat Liana dan membangunkan Liana dari tidur nyenyaknya.
Liana melirik jam di layar gadget miliknya.
Pukul 04.57
Liana segera saja mengambil handuk dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi yang berada di sudut kamarnya. Ia melihat wajahnya sebentar di cermin yang tergantung di depan wastafel dalam kamar mandinya.
"Ck, mata gue kenapa masih sembab gini si?!" Liana bergumam sambil mendecak kesal. Matanya masih terlihat sembab karena menangis merindukan sosok Rendi.
Setiap pagi selalu seperti itu jika Liana menangis semalaman. Alhasil, selama semalaman, Albino harus menemaninya sampai ia tertidur dengan nyenyaknya.
**
Tok tok tok
"Kak Aal, udah bangun belom?" Liana mengetuk pintu kamar Albino dan berteriak sedikit kencang dari luar kamar. "Udah dong Lili sayang. Gue udah bangun kok. Sebentar." Ucap Albino sedikit berteriak dari dalam kamarnya.
Liana hanya mendelik mendengar kakaknya memanggilnya dengan sebutan 'sayang'. Sepuluh detik kemudian, Albino keluar dengan diiringi wangi parfum yang menusuk indra penciuman Liana.
"Wangi banget si kak. Kaya mau kemana aja." Liana mengibaskan tangan kanannya di depan wajahnya. "Biarin dong. Emangnya mau kalo pas gue rangkul lo, lo malah kebauan keringet gue?" Albino terkekeh dan mengajak Liana untuk turun ke lantai dasar rumahnya.
"Kak Aal."
"Hm?"
"Mama sama Papa kapan pulang?"
"Gak tau."
"Mereka gak ngabarin lo?"
"Gak."
"Gue kangen Mama sama Papa."
Albino hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Liana.Liana hanya terus mengerucutkan bibirnya. Ia kesal jika orang tuanya pergi terlalu lama meninggalkannya hanya berdua dengan kakak laki-lakinya. Ia selalu merindukan kasih sayang orang tuanya. Seketika, suara berat Albino membuat semua pemikirannya membuyar.
"Lili, nanti pulang sekolah lo tunggu depan kelas lo ya. Jangan kemana-mana sebelum gue sampe di depan kelas lo. Lo. Harus. Tunggu. Gue." Ucap Albino penuh penekanan di akhir kalimatnya. "Iya kak Aal yang bawel." Albino hanya membalas dengan mengacak kecil rambut Liana, membuat Liana sebal melihatnya.
**
"Lili, turun. Udah sampe."
Ucap Albino menyadarkan Liana yang sedang melamun dengan tatapan kosong.Ya. Liana memang sedang memikirkan kedua orang tuanya yang berada jauh darinya dan juga kakaknya.
"Hah? Kenapa kak? Uhm.. Oh iya. Tapi, lo jalan duluan aja deh ya? Gue gak mau bareng sama lo. Nanti mereka natap gue kayak kemaren. Gue gak suka pokoknya. Tatapan mereka udah kayak singa yang siap nerkam mangsanya." Ucap Liana panjang lebar dengan tas yang disampirkan dibahu kanannya. Albino hanya terkekeh mendengar ocehan kecil yang keluar dari mulut adiknya. "Iya Lili. Bawel banget si lo!" Ucap Albino gemas kepada adik perempuannya.
**
"Nana!" Vina memekik keras memanggil Liana. "Kenapa si, Vin?" Tanya Liana yang baru saja duduk di samping Vina. "Lo kenapa? Kok mata lo-" Belum sempat Vina selesai berbicara, Liana sudah menjawabnya. "Gak apa-apa. Gue cuma capek kok. Ke lapangan yuk,Vin. Udah mau bel nih."
Liana tidak mau membahas masalah mata sembabnya. Ia tidak mau orang mengetahui banyak tentangnya. Apalagi tentang masa lalunya. Masa lalunya yang indah bersama Rendi tepatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will Be Mine
Teen Fiction-Fellysha Liana Dinata- Mempunyai rasa kepada seseorang selain Rendi? Tapi, rasa ini membuat ku cukup bimbang. Menyayanginya dengan tulus atau karena dia bagaikan sosok Rendi dalam kehidupanku? -Aliandra Raditya Delovano- Dia cukup menarik. Sosokny...