c h a p t e r 2

76 7 2
                                    

"Dalam tangis yang berserakan aku menunduk, terisak dalam penggalan cerita. Merasakan berapa banyak air mata yang ku peras dalam jiwa."


***

Liana's pov

Sore ini aku berniat untuk membeli novel di toko buku yang biasa ku kunjungi bersama dengan kak Albino.

**

Aku masuk ke dalam toko buku yang ku kunjungi. Aku sibuk memilih-milih novel yang akan ku beli nantinya. Aku membaca sinopsis novel yang kelihatannya menarik untuk dibaca. Tetap saja dari awal aku datang, aku tidak menemukan satu novel pun yang akan ku beli nanti.

Yup!

Aku melihat novel yang sepertinya menarik untuk dibaca dan akan ku beli nanti. Tetapi sayangnya, novel itu berada di rak paling atas. Aku mencoba untuk meraih novel tersebut. Tetapi hasilnya nihil. Aku tidak bisa meraih novel tersebut.

"Duh susah banget si diambilnya." Ucapku dalam hati.

Aku terperangah ketika ada tangan yang terulur ke novel tersebut dan mengambilnya. Aku menoleh melihatnya. Aku hanya diam beberapa detik untuk memerhatikan wajah lelaki yang mengambil novel tersebut. Jantungku berdegup lebih cepat dari sebelumnya. Ya. Dia seperti......Bayangan Rendi. Mirip sekali. "Eh lo mau apain novelnya?" Ucapku dengan jantung yang masih berdegup kencang. Lelaki itu berhasil mengulang kembali memoriku bersama Rendi. "Mau dibeli." Jawab lelaki itu dengan santainya.

"Loh tapi itu kan novel yang mau gue beli juga." Ucapku dengan nada suara sedikit kesal. "Siapa cepat yang meraih, dia yang dapat." Ucap lelaki itu singkat. "Tapi gue yang nemu novelnya lebih awal." Aku tetap bersikeras untuk merebut novel yang ku pilih tadi. "Kan gue bilang. Siapa yang cepat meraih, dia yang dapat. Bukan siapa yang cepat nemuin, dia yang dapat." Jawab lelaki itu. Masih santai seperti yang tadi. "Ih nyebelin banget si. Itu novel yang gue pilih. Balikin nggak!" Aku semakin geram dengannya. Tingkahnya sangat menyebalkan. Berbeda dengan... Rendi. "Pilih yang lain aja." Ucap lelaki itu lalu berlalu meninggalkanku.

"Gila ya tuh cowo! Jangan sampe deh ketemu lagi." Ucapku dalam hati. Aku berharap agar tidak bertemu dengannya lagi. Karena jika aku sampai bertemu dengannya, ia bisa membuatku semakin gila karena kemiripannya dengan Rendi.

Aku sudah kehilangan mood ku untuk melihat novel yang lain. Aku berjalan dengan sangat malasnya ke arah mobil dan meminta kak Albino untuk segera pulang.

**

Sesampainya mobilku di depan rumah, segera saja aku turun dan berjalan lemas menaiki tangga menuju kamarku. Aku bisa melihat kak Albino melalui sudut mataku. Ia terheran-heran sepertinya.

Aku merebahkan tubuhku di atas kasur. Lelah. Sangat lelah.

Tiba-tiba saja aku kembali mengingat sosok lelaki yang mirip sekali dengan Rendi. Ya. Lelaki itu membuatku merindukan Rendi. Bahkan sangat merindukannya.

Aku berjalan ke arah lemari kecil di dekat tempat tidurku. Aku mengambil salah satu album foto bersampul merah. Aku membukanya perlahan. Dan menemukan sosok Rendi disana. Rendi yang sedang merangkulku dan tersenyum menghadap kamera. Aku sangat merindukannya.

Kehadirannya selalu membuatku nyaman. Aku terus membuka halaman demi halaman yang ada dalam album foto tersebut. Tanpa kusadari, ada sesuatu yang mengalir di pipi kiriku. Ya. Aku menangis dalam diam. Aku menutup album foto itu dan duduk di balkon kamarku. Aku menekuk lututku dan membenamkan wajahku disana.

Aku menangis sesegukan. Ingatanku terus kembali kepada Rendi.

*flashback on*

"Rendi, pelan-pelan dong! Tungguin aku." Teriakku dari belakang Rendi yang masih berumur 10 tahun. Kakiku terus mengayuh sepedaku yang berada tidak begitu jauh dari Rendi. Saat aku kembali melihat Rendi, ia sudah mengayuh sepedanya lebih kencang dari sebelumnya. Akupun ikut mengayuh sepedaku sedikit kencang dari sebelumnya. Tiba-tiba --

Will Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang