3

6 1 0
                                    

Masa cutiku sudah habis dan aku kembali bekerja. Aku lihat Dina juga mulai sibuk dengan sekolahnya. Hanya sesekali ia main ke apartemenku. Hubunganku dengan Lila juga semakin dekat. Bukan dekat sebagai pacar tapi sebagai sahabat. Walaupun aku merasa tertarik dengan wanita itu. Tapi aku tahu dia bukan tipe wanita yang suka berpacaran.

Hari terus berlalu begitu juga dengan acara pernikahannya. Rencananya besok aku akan pulang ke Jogja untuk menghadirinya dan menjenguk keluargaku. Aku sudah mulai berdamai sekarng. Baiklah mungkin ini jalan yang Allah berikan untukku. Ya, setelah mengenal Dina dan Lila aku berusaha dekat lagi dengan Penciptaku.

__

Pukul lima pagi aku dan Dina berangkat ke bandara. Gadis itu bersikeras untuk ikut. Aku hanya bisa pasrah mengiyakan. Toh jika aku menolak ia akan terus bersikeras untuk ikut. Mungkin saja ia juga rindu dengan keluarganya.

Sesampainya di Jogja Dina terus mengikutiku dan bilang ia ingin tinggal di rumahku saja. Aku sih tak masalah. Ia sudah aku anggap seperti adikku sendiri jadi aku bisa bilang ke Ibu nantinya.

Sesampainya di rumah aku langsung di sambut oleh keluargaku. Aku lihat Dina sedari tadi tersenyum. Melihatku di peluk bergilir oleh anggota keluargaku.

"Siapa gadis manis ini Yan? Tanya Ibuku.

"Dia tetanggaku Bu, namanya Dina." jelasku.

"Siang budhe, nama saya Dina." ujarnya lalu mencium punggung tangan ibu.

"Wah sopan sekali. Sudah berapa lama kalian kenal nak?" tanya Ibu.

"Cukup lama budhe. Kak Iyan sudah saya anggap kakak saya sendiri. Maaf ya budhe Dina ikut menginap di sini." ujar gadis itu.

"Tidak apa, kalau gitu anggap saja budhe ibu kamu sendiri ya. Panggil Ibu saja. Ibu juga punya anak perempuan dua, namanya Fitri sama Mira." jelas Ibu. Dua orang itu bisa langsung akrab. Aku kadang heran kenapa gadis ini cepat akrab dengan orang.

" oh iya.. Mbak Fitri sama Mbak Mira nggak main kesini Bu?" tanyaku.

" nanti sore katanya. Yasudah kalian istirahat dulu." ujar Ibu. Aku hanya menurut.

__

Siangnya, aku meminjam motor ayah untuk berkeliling. Sudah lama tidak ke Jogja. Aku merindukan kota ini. Aku dan Dina memutuskan untuk ke rumah Dina  terlebih dahulu. Dengan petunjuk petunjuk darinya aku memasuki gang gang yang todak aku mengerti. Hingga kami berhenti di sebrang jalan rumahnya. Dina hanya terdiam di dekat motor.

"Kamu tidak ingin masuk?" tanyaku. Ia menggeleng. Matanya terus menatap rumahnya. Aku merasa familiar dengan rumah ini. Apa aku sering main ke kawasan ini dulu?

Aku mengikuti arah pandangnya. Aku melihat seorang anak laki laki berumur antara lima atau enam tahun yang sedang asik bermain sepeda di perkarangan rumahnya. Aku tak tampak jelas melihat mukanya. Karena jaraknya cukup jauh dari tempat kami berdiri

" dia Iyan.. Adikku." ujarnya. Dia pernah bercerita bahwa adiknya memiliki nama dan panggilan yang sama.

" kamu tidak ingin bertemu dengannya?" tanyaku lagi. Dasar gadis aneh. Kenapa ia tidak ingin bertemu keluarganya?

"Jangan jangan kamu kabur." tuduhku.

"Tidak, aku tidak kabur seperti dirimu. Kondisiku berbeda sekarang. Ayo kita pergi saja." ajaknya. Yasudahlah mungkin ia tidak ingin bercerita dulu.

Saat aku hendak menaiki motor, handphoneku berdering. Dan tertera nama wanita itu di id caller. Aku meyakinkan diri sendiri untuk mengangkatnya. Dina pun memberi isyarat untuk menganggkatnya.

"Assalamualaikum." salamku.

" Ryan, aku dengar kau ada di Jogja. Bisakah kita bertemu?" tanyanya langsung tanpa menjawab salamku. Berbeda sekali dengan Lila.

"Mm baiklah. Dimana?" tanyaku

"Di cafe biasa kita nongkrong dulu." ujarnya. Lalu sambungan terputus.

"Apa yang ia inginkan?" tanya Dina dengan nada tidak suka.

"Dia mengajak bertemu. Kamu ingin ikut?" tanyaku dan di jawab anggukan darinya.

Dalam waktu 15 menit, kami sampai di cafe favoritku dulu. Wanita itu telah menunggu. Wajahnya semakin cantik. Sayangnya tidak dengan pakaiannya. Menurutku pakaiannya terlalu terbuka dan aku merasa tidak nyaman dengan pakaiannya. Tidak seperti Lila yang selalu berpakaian tertutup.  Lagi, aku membandingkannya dengan Lila.

" Hai" sapaku. Ia tersenyum lalu tiba tiba memelukku.

"Ryan, tolong aku. Aku tidak mau menikah dengan Gery." ujarnya tiba tiba. Sebenarnya itulah yang aku mau dari dulu. Ia meninggalkan Gery dan kembali padaku, tapi entah kenapa sekarang aku merasa biasa saja.

"Ehem" deham Dina, membuat wanita itu melepaskan pelukannya.

"Siapa kamu?" tanyanya pada Dina.

"Aku ADIK nya." ujar Dina. Dan sekali lagi ia mengaku sebagai adikku.

"Dina ini Ayu, temanku dan Ayu dia Adik..." belum selesai ucapanku Dina memotongnya.

"Calon Adik IPAR" sambungnya. Reflek aku menoleh ke arahnya dan memberi tatapan 'kau gila?'. Lagi ia hanya menyengir dan kembali menatap Ayu.

"Aku Dina." ujarnya lalu menjabat paksa tangan Ayu, yang masih terdiam mencerna perkataan Dina tadi. Dia tersenyum terpaksa.

"Kau sudah punya calon?" tanya Ayu kepadaku.

"Iya dan kakakku lebih baik darimu. Dia tidak pernah menunjukkan auratnya untuk pria yang bukan muhrimnya. Dan tidak suka menyosor pria sembarangan." jawab Dina sebelum aku sempat menjawab.

"Dina!" ingatku padanya. Aku tau dia menyindir Ayu dan membandingkan dengan Lila. Ku akui yang ia bicarakan benar, tapi aku rasa aku masih mencintai Ayu.

" putuskan dia Ryan. Aku tau kau masih mencintaiku. Tinggalkan ia Ryan. Bawa aku pergi dari pernikahanku."Pinta Ayu. Aku sangat terkejut dengan permintaannya. Membawa kabur calon pengantin? Aku masih mencintainya tapi aku merasa tidak yakin.

"Aku.." lagi belum sempat aku selesai bicara. Dina lebih dulu bereaksi.

BYUR, ia menyiramkan segelas jus jambu ke tubuh Ayu.

"Apa kau sudah gila? Kau sungguh wanita murahan. Bisa bisanya kau bicara seperti itu. Bukan, kau bukan murahan tapi kamu tak berharga. Ayo kak kita pergi." ujarnya lalu menarik tanganku keluar dari cafe. Aku yang masih belum sadar atas kejadian tadi hanya menurut.

Lalu aku tersadar bahwa perbuatan Dina sudah keterlaluan kepada Ayu. Aku pun melepaskan genggaman Dina. Ia menatapku tak mengerti.

"Ayo kak kita pergi." ajak Dina.

"Tidak. Kau tidak bisa seperti ini. Kau sungguh keterlaluan Dina. Kau tidak bisa mengatur hidupku." ujarku datar.

"Kau mau bersama wanita gila itu? Apa yang bisa kau dapat dari wanita seperti itu?" tanyanya.

"Cintaku Dina. Sudah cukup kau mengatur diriku beberapa hari ini." ungkapku.

"Cinta? Kau sebut kau mencintainya? Kau sudah tak memilikinya Ryan. Cinta itu telah berubah menjadi obsesimu." ujarnya lagi.

" SIAPA DIRIMU? kau tak berhak mengatur diriku. Kau tak tau apa apa tentang diriku. Urus sendiri urusanmu dengan keluargamu, baru kau menasihatiku. KAU HANYA GADIS GILA YANG TERUS MENGIKUTIKU!!" bentakku.

Ia hanya terdiam menahan tangis. Apa aku terlalu kasar? Air matanya pun menetes. Kenapa aku merasa perih melihatnya menangis? Tapi dia salah bukan. Aku baru mengenalnya dua minggu ini, tapi ia telah berani mengatur diriku.

" ya, aku bukan siapa siapa bagimu kak. Tapi kalau kau tau aku telah menyayangi dan mengenalmu lama. Aku menyangimu lebih dari diriku sendiri. Bahkan dengan nyawaku sekalipun. Semoga kau tak mengambil keputusan salah Iyan." ujarnya sambil menangis lalu pergi berlari meninggalkanku.

aku terdiam mencerna kata katanya. Siapa dia? Apa aku pernah bertemu dengannya dulu? Apa maksud ucapannya itu?

INCEPTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang