Part 2

29.2K 2.2K 50
                                    

Matahari sudah mulai meredupkan sinarnya perlahan-lahan. Bias-bias cahaya kekuningan memancar. Semilir angin di kota berpasir ini menerpa jilbab seorang gadis yang memamerkan senyum percaya dirinya menatap seorang pemuda tinggi dan tampan yang ada di sampingnya.

Mereka sama-sama menunggangi kuda mereka. Dengan sang lelaki menunggangi kuda putihnya 'Seperti pangeran' pikir Annisa. Tapi pangeran berkuda putih itu hanya ada di sebuah dongeng bukan? Dongeng yang selalu di ceritakan umminya saat dia kecil.

"Kau terlihat begitu percaya diri," ujar Fazza.
"Tentu, salah satu sifat yang harus di miliki setiap manusia. Jadi wajar saja kalau aku percaya diri karena aku manusia," ucap Annisa tidak mau kalah.

Fazza tersenyum samar, biasanya di saat dia melontarkan pertanyaan kepada perempuan lain pasti akan di jawab dengan tundukan malu-malu dan jawaban singkat. Tapi perempuan ini tidak, dia justru tidak terlihat takut kepada Fazza.

"Kau suka lelaki arab?" Tanya Fazza, karena sedari tadi perempuan ini tidak memperlihatkan tatapan tertarik atau kekaguman kepada Fazza. Sangat berbeda dengan perempuan lain pada umumnya.
"Tentu, Rasullallah yang aku sukai. Beliau lelaki arab kan?" Fazza lagi - lagi tersenyum samar.

"Beliau memang lelaki arab, kau tepat sekali menjatuhkan pilihan." Annisa pun memamerkan senyum sumringahnya. Baru kali ini ucapannya bisa di terima dengan baik.

Biasanya jika kakaknya Ihsan menanyakan perihal ini dan Nissa pun menjawab seperti tadi, kakaknya pasti menggodanya 'Rasul kita itu memang seharusnya kita sukai dan cintai tapi sepertinya beliau tidak menyukai umat sepertimu' Ledeknya yang membuat Nissa berang.

Percakapan tadipun berakhir sampai disana karena mereka kini bersiap untuk memulai pertandingan. Aba-aba akan dimulai pertandingan terdengar.

Nissa dan Fazza memacu kuda mereka untuk berlari dengan cepat. Fazza tersenyum meremehkan. Dia terlihat santai menunggangi kudanya karena menurutnya perempuan itu baru pertama kali menunggangi kuda itu. Sedangkan dirinya sudah bersahabat baik dengan kuda putih yang kini di tungganginya.

Prestasi yang di raih Fazzapun tidak memungkinkan dia untuk di kalahkan. Fazza pernah menjadi juara Asian game pada tahun 2006 dalam hal berkuda bersama saudaranya yang sekarang sudah meninggal.

Di tengah pikiran Fazza yang melantur kemana-mana, lesatan kuda hitam yang di tunggangi Nisa melewatinya dengan cepat. Fazza yang tersadar berniat untuk mengejarnya. Tapi sayang perempuan itu sudah melewati garis finish yang ternyata hanya berjarak beberapa meter dari posisi Fazza sekarang. Karena pikirannya yang tidak focus tadi, akhirnya dia di kalahkan oleh seorang perempuan.

Fazza pun turun dari kudanya. Annisa melakukan hal yang sama, Fazza terlihat masih tidak terima akan keteledoran dirinya tadi.
"Sepertinya kau tidak terima hasil ini tuan?" ujar Nisa.

Fazza tersenyum kecut. Dia kembali naik ke atas kudanya dan meninggalkan Nisa disana.Nisa lalu menaiki kudanya dan kembali menuju kandang, lalu memasukkan kudanya. Lelaki tadi menghampiri Nisa. Ternyata Fazza belum meninggalkan pacuan kuda ini.

"Aku tadi tidak mengerahkan kemampuanku sepenuhnya jadi jangan berbangga hati," ujar Fazza.
"Apapun itu, tapi sepertinya harga dirimu terluka karena aku memenangkan pertandingan ini," Annisa tersenyum tipis.

Fazza menatap Nisa tajam. Perempuan ini tidak mengetahui siapa dirinya.
"Kau perempuan, Aku tidak berfikir Kau bisa menguasai olahraga menantang ini dengan baik."
"Ouhh, Kau meremehkanku sehingga Kau teledor tadi ketika pertandingan. Fokusmu hilang yang membuat aku menang," ucap Annisa dengan bangga.

"Ini hanya pertandingan main-main jadi jangan di anggap begitu membanggakan."
"Ya. Aku tau. Tapi bagiku mau itu main-main atau tidak kita harus selalu serius melakukannya bukan? Karena olahraga ini tidak main-main," ucapan Nisa membuat Fazza hanya menatapnya tidak percaya. Selain menguasai olahraga berkuda, ternyata perempuan ini juga pandai berbicara.

AnNisa The Woman Of SidiqTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang