Part 5

26.4K 2.3K 31
                                    

Suasana di antara dua sejoli itu tampak canggung. Nisa menggaruk pelan kepalanya tanda dia sedang memikirkan jawaban atas pertanyaan Fazza.

Fazza adalah lelaki arab, harusnya Nisa juga ketakutan seperti tadi ketika belum mengira lelaki yang tadi datang menghampirinya adalah Fazza.

Nisa memilih berdiri lalu beranjak menjauh dari Fazza.
Fazza yang melihat itu ikut berdiri lalu berteriak. "Kau mau kemana?" Tanyanya.

"Aku takut padamu. Bukankah Kau juga lelaki arab yang harus Aku takuti?" Jawab Nisa sambil berlari. Fazza mengejar Nisa yang berlari menjauh dari dirinya.

"Nisa berhenti!" Teriak Fazza sambil mengejar Nisa.
"Tidak mau. Kau ini lelaki arab. Aku harus takut seperti tadi."
Fazza menggeleng pelan, gadis ini kenapa jadi kekanak-kanakan seperti ini. Dan konyolnya lagi dia pun ikut ikut berlari mengejar Nisa.

"Nisa berhenti, ini perintah!" teriak Fazza lagi.
Nisa menghentikan langkahnya sejenak, lalu menatap Fazza yang ada di belakangnya dengan tatapan sinis. "Ini perintah? Memangnya Kau siapa? Raja? Atau Pangeran?" ucap Nisa balas berteriak.

"Aku ini tampan. Dan sepertinya Aku cocok jadi pangeran. Iya kan?"
"Kau bertanya kepada siapa?" Nisa balik bertanya.
Nisa masih berjalan tapi berjalan mundur. Dia menatap Fazza yang ada di belakangnya. Setelah pertanyaannya tidak dijawab oleh Fazza, Nisa memilih untuk berlari menjauh.

Fazza yang melihat itu kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. Diapun kembali mengejar Nisa yang sudah berlari menjauh.
Nisa mendadak berhenti karena ujung jilbabnya ditarik. Nisa melihat siapa orang yang menarik jilbabnya itu lalu memanyunkan bibirnya sebal.

"Ekspresi macam apa itu? Aku baru melihat ekspresi seperti itu dari seorang wanita."
"Lepaskan tanganmu dari ujung jilbabku! Kau ini tidak sopan," Fazzapun melepaskan cengkramannya dari ujung jilbab Nisa.

"Jangan berlari dan menghindariku. Langkahmu pasti bisa Aku kejar karena kakimu itu pendek," ujar Fazza.
"Kau menyebalkan," rutuk Nisa.
"Tapi Aku tampan."
"Penyakit pangerannya kumat," Nisa memutar bola matanya malas.

Fazza tersenyum. Jika gadis ini ada di dekatnya, Fazza selalu merasa bahagia.  Kini mereka berjalan beriringan. Nisa memilih melihat hasil jepretannya lagi. Sepertinya Nisa tidak mau memulai pembicaraan.

Fazza yang melihat Nisa lebih memilih kamera daripada mengobrol dengannya langsung merebut kamera itu dari tangan Nisa membuat leher Nisa ikut tertarik.

"Yakkkk..Tuan, Kau menyebalkan… leherku," pekik Nisa histeris.
Fazza hanya mengedikan bahunya, dia tidak merasa terganggu dengan protesan Nisa.
"Wow, Kau memphoto apa saja. ATM saja Kau memphotonya? Seni Photografi darimana ini?" Tanya Fazza dengan nada meledek.
"Aku memphoto hal-hal yang tidak lazim."
"Tidak lazim? Apa yang tidak lazim?"
"Semua hal yang Aku photo."

Fazza kembali melihat hasil jepretan Nisa. Gadis ini memotret hal-hal yang menurut Fazza lumrah, tapi kenapa menurut gadis ini tidak? Atau karena mungkin di negaranya tidak ada hal-hal seperti ini?

"Aku bahkan bertemu singa yang tiduran di atas kap mobil. Untung saja Aku tidak jantungan," curhat Nisa.
"Singa? Aku punya banyak di rumah. Aku lebih suka singa putih. Singa yang langka."

Nisa menghentikan langkahnya dan Fazzapun ikut menghentikan langkahnya.
"Singa itu hewan buas bukan hewan peliharaan. Kenapa Kau memeliharanya?" Teriak Nisa.
"Hanya ingin saja," jawab Fazza acuh karena matanya fokus melihat-lihat hasil jepretan Nisa.

Merasa dirinya di acuhkan, Nisa berusaha merebut kameranya. Tapi gagal karena tangan Fazza langsung mengangkat kameranya ke atas.
"Tuan, Berikan. Itu kameraku," ucap Nisa.
"Tuan. Sedari kapan Aku menjadi majikanmu? Namaku Fazza. Paham?"
"Terserah, kembalikan kameraku," rengek Nisa.
"Tidak mau," jawab Fazza dan langsung berlari.

AnNisa The Woman Of SidiqTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang