Part 7

25.5K 2.3K 29
                                    

Dubai adalah negara yang terkenal dengan kemewahannya. Bahkan di kantor kepolisian sekalipun. Mobil-mobil yang terparkir di depan kantor kepolisian adalah mobil super car yang jangan ditanyakan lagi berapa harganya. 

Walaupun dirinya tengah digiring dua orang polisi, Nisa tidak bisa menutupi ketakjubannya. Negara ini benar-benar seperti dunia dongeng atau seperti Wonderland dimana Nisa adalah Alicenya.

Nisa dibawa ke sebuah ruangan dan diminta untuk duduk diatas kursi yang ada ditengah ruangan. Dua Polisi tadi berdiri tegap disampingnya. Satu lagi polisi masuk ke ruangan itu dan kedua polisi tadi memberikan hormat.

Nisa menyiapkan mentalnya tebal-tebal karena dia masih percaya omongan orang tentang lelaki arab. Apalagi saat ini Nisa di bawa kesini karena dugaan melukai putra mahkota.

Fazza. Dia adalah putra mahkota negeri ini. Nisa tidak pernah berpikiran bisa bertemu dengan lelaki kaya dan berpengaruh di dunia itu. Polisi yang barusan datang duduk di depan Nisa yang terhalangi meja.

Polisi itu menatap lekat Nisa.
"Perempuan asia memang selalu menarik. Saya akui itu," ujar polisi tersebut.

Nisa mengkerutkan keningnya, masih bertahan dengan wajah tenangnya. Dia adalah seorang pengacara, jadi hal seperti ini, berhadapan dengan polisi sudah biasa baginya.

"Siapa namamu?" Tanya polisi lagi.

"Annisa."

"Dari mana asalmu?"

"Indonesia."

Polisi itu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Negara mayoritas muslim terbesar di dunia. Harusnya tingkahmu lebih diperhatikan karena kau seorang muslim. Tapi kenapa kau berniat melukai putra mahkota kami?"

"Harusnya Anda melihat dulu apa mungkin perempuan seperti saya berani melukai putra mahkota secara terang-terangan. Ayolah saya tidak sebodoh itu."

"Saya dengar kau tidak tau bahwa beliau adalah seorang putra mahkota di kota ini. Maka tidak heran kau berbuat curang di pertandingan itu sehingga melukai putra mahkota."

Nisa tersenyum sinis. Dia balik menatap tajam polisi Dubai tersebut. "Apalagi saya tidak tahu dia seorang putra mahkota. Untuk apa saya melukainya? Bahkan pertandingan tersebut hanya di lakukan oleh kami berdua. Dan lagi pula tidak ada penghargaan atas pertandingan tersebut."

"Tapi tetap buktinya telah kami dapatkan. Paku kecil itu ada di kaki kuda putih putra mahkota."

"Ya, Tapi kenapa anda menuduh saya? Apa ada bukti saya menyimpan paku itu? Praduga tidak bisa menentukan seseorang bersalah. Hukum yang saya tau seperti itu."

"Kau berbicara hukum dengan saya. Kau merendahkan pemahamanku tentang hukum? Berani sekali kau,"
Teriak polisi itu.

Nisa tetap duduk tenang dengan mata tetap menatap tajam kepada polisi itu yang mulai tersulut emosi.

"Sikap anda berlebihan Tuan. Anda terlihat sekali ingin membuat saya bersalah. Hukum yang dipaksakan. Apa ada yang melatarbelakangi semua ini? Pasti ada."

Polisi itu kini berdiri dan menghampiri Nisa lalu mencengkram kerah baju Nisa sehingga Nisa tersentak karena tubuhnya terangkat keatas dengan keras. "Sekarang kau merendahkan saya? Kau pikir saya polisi serendah itu?" Tanya polisi itu dengan kemarahan yang meluap-luap.

"Kalau bukan, kenapa anda marah? Sikap anda seperti ini bukankah sudah menjadi jawabannya. Anda mencoba menjalankan skenario itu agar saya bersalah atas terlukanya putra mahkota. Dan di saat saya menyinggung soal itu bahasa tubuh anda terlihat jelas sekali bahwa anda sedang menjalankan skenario. Terlalu di buat-buat," ucapan Nisa barusan langsung membuat polisi itu geram dan menghempaskan tubuh Nisa ke lantai.

AnNisa The Woman Of SidiqTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang