PART 7

50.8K 2.1K 45
                                    

Dia bukan orang baik.


Dia psikopat.


Aaa ...

Aini terbangun dengan keringat deras mengucur ditubuhnya, mimpi buruk kembali ia alami namun kali ini hanya gelap dengan suara perempuan yang terdengar sangat lemah sekali.

"Huaa itu hanya bunga tidur tenang aini. aku masih mengantuk," ucapnya berusaha menenangkan dirinya sendiri lalu segera bersiap ke sekolah.

Tok tok tok

"Aini bangun sayang sudah waktunya untuk ke sekolah," ucap mama dari luar kamar.

"Iya ma ini juga udah bangun," ucapnya lalu pergi ke kamar mandi.

Di kamar mandi Aini mencium aroma melati yang sangat kuat padahal Aini menggunakan sabun beraroma sakura, dengan tangan bergetar ia mengambil sabun muka, jangan kalian pikir Aini tidak tau makna aroma melati jelas itu cukup membuat lututnya melemas.

Segera ia mencuci wajah agar segera mengakhiri mandinya ini, tiba-tiba shower mati Aini menggrayai sekitar berusaha menyalakan shower, bukan alumunium shower yang ia pegang melainkan sebuah kain oh ralat ini sebuah baju, Aini bersumpah tidak menyimpan baju gantinya di dekat shower, dengan terpaksa ia membuka mata persetan dengan perih segera Aini membasuh wajah dan membilas badannya. Sesegera mungkin Aini mengambil handuk mengeringkan badan.

Tok Tok Tok

"Tunggu, Aini masih mandi," tak biasannya mama mengetuk hingga ke pintu kamar mandi.

TOK


TOK


TOK

Suara ketukan itu semakin keras dan tak mau berhenti, mama tidak pernah seperti ini, Aini membuka pintu kamar mandi dan ternyata tidak ada siapapun di depan kamar mandinya.

Sial terjadi lagi

Setelah bersiap ke sekolah lalu aku memakai sepatu, Aini melangkahkan kaki ke arah meja makan, dan tak menemukan siapapun di sini.

"Mama? papa?."

Tidak ada sahutan

"Reza? Dwi?," Kali ini suaranya sedikit lantang berhaap ada yang menyautnya.

Tiba tiba ada seperti ada asap putih dibelakang Aini reflek menolah ke belakang dan ternyata adik-adiknya datang mengejutkan Aini secara tiba-tiba.

"Kalian ngaketin tau dek."

"Ya maaf kak," Reza menjawab dengan enteng.

"yaudah, yuk sarapan barreng sebelum kakak berangkat sekolah."

"kata papa kita ngga boleh makan sama kak Aini," jawaban Dwi mengejutkan Aini.

"apa? Kenapa tidak boleh?."

"Dwi kamu ngga boleh ngomong gitu, ayo ikut aku," Reza langsung menarik tangan Dwi tanpa menjawab pertanyaan Aini.

Ini semakin aneh

"Aini?."

"Eh mama, kapan mama ada di sini?.", mama terduduk di kursi meja makan dengan tenang seolah-olah ia sudah di sana sejak tadi.

"dari tadi kamu aja yang fokus ngobrol sama adik-adikmu. Ini mama beliin kamu nasi bungkus, mama lagi ngga masak," ujar mama lalu meninggalkan Aini sendiri.

Aini pun meninggalkan rumah dengan membawa bekal yang mama belikan, lagi pula ia belum lapar. Motor matic dengan Febri terduduk diatasnya memandangi Aini di halaman rumah. Memang kemarin Febriano menawarkan diri untuk menjemput Aini sekolah dia berkata tidak ingin membuat Aini kelelahan dan membuat kulitnya terbakar matahari.

"Berangkat tuan putri?," ucapnya seraya menyerahkan helm kepada Aini.

Manis sekali dia, Bagas saja tidak pernah memperlakukanku seperti ini.

Aini menggulum senyum termanisnya sambil menerima helm, mereka pun berangkat ke sekolah bersama.

"Memangnya rumahmu searah Feb?," tanya Aini yang merasa tak enak sendiri bila merepotkan Febriano.

"Rumahku jauh-jauh sekali."

"Serius? Aku ngerepotin ya, maaf ya," Ain sungkan kepada Febriano.

"It's okay, aku yang nawarin kok, rumahku deket kok Ni."

"Emang dimana? Kalo deket boleh dong kapan-kapan aku mampir ke rumahmu."

"Tentu, cepat atau lambat aku akan membawamu ke rumahku."

Aini mendengar jawabannya sedikit ngeri, dia yakin Febriano tidak mungkin bermaksud apa-apa, hanya saja bahasa yang dia katakan sedikit ambigu.

Jam istirahat tiba, Aini dan Febri duduk berhadapan dikelas untuk memakan bekal masing-masing. Aini mengeluarkan bekal yang mama belikan, bukannya kenapa namun tak biasanya ia dibelikan bekal, Aini lebih terbiasa membelinya di warung dekat sekolah.

"Bawa apa Ni?," tanya Febri.

"Ngga tau ini mama yang beliin," jawab Aini sambil membuka bungkusan itu.

"Aaa" reflek Aini melempar bungkusan yang ada di hadapannya, bekal itu berisi macam-macam bunga dan bangkai ayam yang darahnya masih mengalir.

"It's okay Aini, tenang aku beresin ini," Febri dengan sigap mengambil bungkusan itu lalu membuangnya lalu menghampiri Aini.

"Aku takut," Aini menangis sesegukan, tidak mungkin mama memberinya makanan seperti itu.

"YA AMPUN AINI KAMU KENAPA?," Gita datang dengan bingung karena melihat teman sebangkunya itu terlihat ketakutan bersama Febriano.

"Febri, kamu apain Aini!," Gita menghampiri Febriano yang hanya diam menatap Gita.

"Ngga papa kok Ta, ini bukan gara-gara Febri," jelas Aini.

"Beneran? Awas aja kalau bohong, ku gorok leher Febri," ancam Gita menajam Febriano.

"Kayak udah pernah ngegorok orang," ledek Febriano dengan sinis.

~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Follow ig @januarin_dna

arin😘

MY FAMILY IS A GHOST [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang