PART 8

47.8K 1.9K 38
                                    

Pagi ini Bagas kembali ke rumah yang kemarin ia kunjungi, ia memberanikan diri untuk memasuki rumah tersebut. Dari luar rumah saja dia sudah bisa menyium aroma tidak sedap ia semakin yakin bahwa ada yang salah dari rumah ini. Bermodal nekat dan rasa kangennya dengan Aini ia harus segera menyelesaikan misinya ini, walau bagas telah menitipkan Aini pada sosok wanita yang dia temui di pohon waktu itu, namun hatinya tetap tidak tenang bila bukan dirinya langsung yang menjaga Aini.

Bagas melewati pintu depan rumah itu atau lebih tepatnya menembus pintu itu, dia melihat ada dua pria berbadan kekar yang memasukkan sesuatu kedalam kantong plastik hitam berukuran besar. Bagas yang penasaran dan mulai mendekati mereka, ia terkejut bukan main saat melihat tubuh manusia yang sudah terpotong potong dengan kulit yang sudah sangat pucat dan yang terlihat sangat menjijikkan bibir mayat itu sudah tidak ada yang sepertinya bibirnya sudah digunting sehingga giginya yang utuh dan tersusun rapi dapat terlihat dengan jelas, kulit kepalanya lubang tengah seakan akan sudah di tusuk oleh pisau. Sialnya Bagas tidak kuat melihat hal itu mungkin untuk melihat berbagai macam setan ia telah biasa tapi tidak dengan mayat manusia yang terpotong-potong.

Bagas segera menjauh dari kedua pria itu yang sedang memasukkan kaki manusia yang sudah mereka potong potong ke dalam kanting plastik hitam. Bagas mengenal salah satu di antara kedua pria itu.

Bel pulang sekolah berbunyi

“Pulang bareng aku ya,” tawar Febri.

“Boleh deh kalo maksa.”

“Dih yang maksa siapa coba,” kekehan kecil Febri membuat Aini melupakan sekitar sejenak.

“Jangan dilihatin mulu nanti kamu naksir,” godanya.

“Apasih Feb,” Aini salah tingkah memilih untuk keluar kelas terlebih dahulu.

“Jadi kapan nih mau ke rumah, aku ngga sabar nih mau main bareng,” ucap Febri setelah menyusul Aini keluar kelas.

“Ngarep banget aku main ke rumahmu ya.”

“Yaudah kalo ngga mau,” dengan nada dingin Febri berkata seperti itu, Aini terkejut mendengarnya, apa perkataannya salah atau mungkin kelewatan.

Setelah turun dari motor Aini jadi tidak enak sendiri, Febriano bertingkah seperti orang yang berbeda. Sudahlah lupakan saja sebaiknya Aini menemui mama dan menanyakan kejadian tadi pagi, jujur itu membingungkan Aini.

“Mama?,” Aini tidak bermaksud teriak hanya saja rumahnya yang sepi membuat suaranya menggema.

“Ada apa sayang?,” mama tiba-tiba muncul di belakangku.

“Tadi mama bawain Aini makanan apa? Aini ngga makan bangkai ayam ma, Aini juga ngga juga ngga suka bunga-bungaan. Aini malu ma, Aini pikir mama membelikanku makanan yang enak ternyata malah seperti makanan setan,” Aini berkaca-kaca mengingat kejadian tadi.

“Maksudnya apa Aini? Mama tidak paham,” jawaban mama membuatnya bingung.

“Mama tadi pagi kan membelikanku nasi bungkusan aku bawa ke sekolah tapi ternyata isinya bukan makanan tapi bangkai dan bunga mama,” Aini berusaha mengontrol emosi agar tidak berkata yang tidak sopan pada sang mama.

“Mama tidak membelikanmu apa-apa nak, mama tadi pagi nganterin papa ke kantor sayang. Kamu sepertinya sedang halusinasi deh,” ekspresi mama juga bingung mendengar cerita Aini.

“Mama bercanda kan?,” Aini bergetar mengucapkannya.

“Mama serius Aini. Kalo tidak percaya coba tanya papa.”

“Mama, Aini takut. Kalo tadi pagi itu bukan berarti siapa, apa mama ini mamaku yang asli atau mama yang tadi pagi?.”

Aini ketakutan berlari ke arah kamarnya lalu menguncinya, memang akhir-akhir ini ia mengalami hal-hal aneh tapi bukan berarti Aini sudah terbiasa dengan hal-hal ini.

Dasar penakut.

Hahaha.

Suara tawa menggelegar dikamarnya, Aini tidak tau dimana itu berasal.
“Siapa kau?,” Aini tidak bisa terus di teror seperti ini.

Hahaha.

Hanya suara gelak tawa yang ia dengar Aini tidak tau ini nyata atau tidak tapi ia memilih untuk mengabaikannya, mengambil ponsel lalu mengubungi Febri agar menjemputnya. Aini bisa gila bisa berada dirumahnya sendiri. Memasukkan dompet dan ponselnya kedalam tas sembari menunggu Febri Datang.

Tak lama Aini mendengar deru mobil,  ia pikir siapa ternyata Febriano menjemputnya menggunakan mobil. Segera ia turun ke bawah untuk mengampiri Febriano. Namun siapa sangka ada Bagas di ruang tamunya.
“Bagas?,” panggil Aini.

“Jangan pergi dengan dia,” ucap Bagas penuh penekanan.

“Apasih Gas, kamu dateng-dateng malah marah.”

“Kamu ngga boleh dekat-dekat dengan cowok itu!,” jelas Aini tidak terima dengan ucapan Bagas.

“Bagas, setelah kamu ngilang berhari-hari kamu malah datang marah-marah ngga jelas,” Aini memang ingin bertemu dengan Bagas tapi tidak dengan pertengkaran seperti ini.

“Dia psikopat Ni, percaya ke aku.”

“Gila kamu Gas, bukan minta maaf karena ngilang, sekarang nuduh orang sembarang” Sentak Aini emosi.

“Oh gitu, kamu lebih percaya dengan orang baru daripada aku, pacarmu?” Bagas tersulut emosi.

“Masih bisa kamu ngaku aku pacar? Kamu bahkan tidak tau kejadian apa saja yang menimpaku kan? Teror, penampakan dan lainnya? Kamu ngga tau apa-apa,” mata Aini berkaca-kaca menjelaskan betapa kecewanya kepada Bagas.

“Dan Febriano lebih baik dari kamu,” tambah Aini lalu pergi menemui Febriano.

“Kamu kenapa Ni?,” tanya Febriano kebingungan karena sedari tadi ia mendengar Aini teriak-teriak sendiri di dalam.

“Nanti aku cerita, ayo kita berangkat.”

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Follow ig @januarin_dna
                 
ARIN


MY FAMILY IS A GHOST [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang