Bagian-3 [Revisi]

2.2K 121 7
                                    

Pagi ini rasanya tubuh Deeva akan remuk. Pinggangnya sakit tak karuan hingga membuatnya berjalan agak tertatih. Deeva berjalan menuju kamar ayahnya yang bersebelahan dengan kamarnya. Terlihat, ayahnya sedang membereskan beberapa pakaian yang akan ia bawa beberapa hari untuk bekerja.

"Yah..." Deeva berjalan mendekat. Sejenak Ayah Deeva menghentikan aktivitasnya dan memandang Deeva dengan senyum kecil terbit di bibirnya yang sudah mulai menua.

"Udah bangun?"

Deeva balas tersenyum tipis, kemudian ia membantu ayahnya mengemas pakaian.

"Berapa hari, Yah?" tanya Deeva.

Ayahnya tak langsung menjawab, membuat Deeva memperjelas pertanyaannya sekali lagi.

"Berapa hari ayah ke luar kota?"

"3 hari mungkin, tergantung bosnya ayah. Kenapa sayang?"

Kepala Deeva disentuh dengan lembut dan kemudian diusap.

Deeva menggeleng, "Ayah baik-baik aja,kan? Ayah nggak lagi sakit,kan?" Deeva khawatir, melihat ayahnya yang semakin renta dengan uban yang sudah mulai terlihat banyak juga ayahnya yang sering batuk-batuk.

Ayah menggeleng, kemudian dengan sedikit terbatuk, beliau menjawan, "Sehat kok. Ayah sehat wal afiat. Cuma lagi batuk doang, palingan bentar lagi juga sembuh."

Meski ada sedikit kekhawatiran yang Deeva rasakan, namun melihat ayahnya meyakinkan dirinya tadi membuat Deeva mau tidak mau melepas kepergian ayahnya untuk ke luar kota beberapa hari.

***

Hari minggu yang membosankan, Deeva habiskan dengan bekerja di cafe Kak Wisnu. Meski tadi Wisnu bilang bahwa Deeva bisa ijin sakit, namun nampaknya Deeva tak mengambil kesempatan tersebut.

Karena Deeva mati kebosanan harus berdiri dibalik kasir terus menerus dan melayani pelanggan yang hilir mudik keluar masuk café. Akhirnya ia memutuskan menghampiri Wisnu saat dirasa sudah tidak ada pelangggan yang kemungkinan membutuhkannya.

Terlihat dari saat Deeva berjalan, ia melihat Wisnu yang tiap hari duduk di pojok café dengan laptop dan tugas-tugas kuliahnya yang bercecer di meja.

"Nugas lagi, kak?" Tanya Deeva saat dirinya sudah berdiri di hadapan Wisnu.

Sembari memperbaiki posisi kacamatanya, laki-laki itu mendongak kemudian tersenyum tipis.

"Iya nih. Banyak banget tugasnya. Sampai bikin saya pusing." Tuturnya seraya memijat pangkal hidung. Kemudain ia kembali memandang Deeva yang masih setia berdiri. "Kok berdiri aja? Duduk gih! Ngga pegel apa diri mulu?"

Dengan canggung, Deeva menuruti perkataan Wisnu yang menyuruhnya duduk. Sebenarnya tadi ia kesini agar Deeva tidak mati kebosanan dibalik kasir terus- menerus. Disini, setidaknya ia tidak bosan karena ada Wisnu yang bisa ia ajak ngobrol, meski Deeva tahu Wisnu kini sedang sibuk.

"Ganggu nggak, kak?" tanya Deeva ketika Wisnu kembali berkutik dengan laptopnya.

Wisnu tersentak dan melepas kacamatanya, "Eh, nggak kok. Kamu kenapa? Lagi bosen ya?" Wisnu menyadari kebosanan Deeva dan mulai memberi ruang agar Deeva bercerita untuk mengurangi kebosanannya.

Deeva terkekeh. "Tahu aja, kak."

"Kan udah saya bilang. Kamu nggak usah kerja aja dulu. Wajah kamu juga pucet gitu. Inget, jangan capek-cepek!" peringat Wisnu membuat pipi Deeva bersemu mendengar perhatian dari Wisnu.

Deeva tahu, tidak mungkin ada maksud di balik kata-kata yang Wisnu lontarkan. Namun, yang namanya perempuan kalau diberi perhatian dengan kata-kata manis seperti itu siapa yang tidak baper coba?

Cinta Sepihak √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang