Bagian 4 [Revisi]

1.4K 83 1
                                    

Yang Deeva ingat tarkhir kali adalah saat ia akan menembakkan bola ke ring namun setelah itu, ingatannya menggelap. Ia sudah tak ingat apa-apa lagi. Saat ia membuka mata, yang pertama kali dilihatnya adalah plafon putih dan bau antiseptik. Deeva kenal dimana ia berada sekarang. UKS sekolah.

Pusing di kepalanya sudah mereda kini ia merasa lebih baik. Ia bangkit dari kasur UKS dan baru menyadari ada Azka yang tertidur dengan posisi duduk di sebelah ranjangnya. Deeva memperhatikan wajah pulas Azka yang nampak kelelahan. Apa tadi Azka yang membopong Deeva? Kalau benar, rasanya Deeva ingin menjerit sekarang.

Dengan ragu, Deeva mengarahkan tangan kananya untuk menyentuh wajah Azka barang sedetik saja. Sudah dari dulu ia mengagumi Azka, tapi tak pernah sekalipun Deeva diberi kesempatan emas seperti saat ini. Ini pertama kalinya ia berada satu ruangan hanya berdua dengan Azka dan Deeva juga bisa mengamati wajah Azka secara intens.

Tiba-tiba pintu UKS berderit, membuat Deeva mengurungkan niatnya untuk menyentuh wajah Azka. Deeva menoleh dan sedikit terlonjak saat mengetahui bahwa yang baru saja datang adalah Rena.

"Eh, udah bangun Deev?" sapa Rena dengan wajah berbinar membuat Deeva kikuk sendiri. Jujur, Deeva tidak pernah sekalipun akrab dengan Rena membuatnya agak canggung bila berada di dekat Rena ditambah kondisi yang mengatakan bahwa Rena sekarang pacar Azka.

Deeva tersenyum tipis, "Iya."

"Untung, deh. Tadi gue panik banget waktu tau lo pingsan dari Azka."

Seperti bom yang baru saja dijatuhkan. Rena segera menutup mulutnya, "Eh, maksud gue, gue jarang dapat pasien orang pingsan. Apalagi ini tadi jadwal gue jaga UKS. Perawat juga lagi nggak ada. Ya gue panik musti nanganin lo gimana." Jelas Rena dengan cengiran dibibirnya. Dalam hati ia menggerutu mengenai mulutnya yang ember.

Satu yang harus dirahasiakan Rena dari Deeva adalah bahwa Rena tahu semuanya.

***

Duduk di kasur UKS selama 15 menit setelah ia sadarkan diri membuat Deeva tak nyaman. Kenapa? Azka yang tadi tertidur pulas di kursi, sudah bangun dan kini sedang menyendokkan bubur padanya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Deeva senang bukan main. Ini pertama kalinya Azka menyuapi Deeva. Setelah beberapa hari yang lalu ia melihat Azka menyuapi Rena, sekarang ia bisa merasakan saat jadi Rena. Disuapi Azka itu menyenangkan.

Anggaplah Deeva lebay. Tapi yang namanya sudah cinta, lebaypun bukan masalah asalkan hati nyaman.

"Makasih, Ka. Dan maaf udah ngerepotin elo." Ujar Deeva setelah bubur dimangkuknya habis tak tersisa.

Azka tertawa geli, "Udah. Selow aja. Bukannya tugas teman saling membantu, ya?"

Teman? Oh teman ya?

Deeva nggak boleh berharap lebih. Ia dan Azka memang selamanya akan jadi teman. Jadi beginilah rasanya perasaan sepihak yang Deeva jalani selama hampir 6 tahun. Deeva tahu diri, sangat tahu diri.

"Ini minumnya, Deev. Semoga aja nggak kemanisan, ya"

Deevaa tersenyum dan mengambil gelas kaca yang berisi teh hangat buatan Rena. Ia jadi sungkan pada Rena. Karena Azka ganti menyuapi dirinya, sedangkan Rena malah menjadi babu menyiapkan teh hangat untuk Deeva.

"Kalau lo udah baikan, gue anterin pulang. Sekolah juga udah sepi."

Deeva tersedak mendengar perkataan Azka. Ia menatap Rena dengan ragu yang sekarang menatapnya penuh dengan sorot khawatir.

"Ng-Nggak usah, Ka. Gue bisa sendiri, kok." Sangkal Deeva tak enak hati.

Rena berjalan mendekat dan memegang bahu Deeva, "Ck. Jangan gitu, deh. Lo tuh lagi nggak sehat. Baru aja tadi lo pingsan, dan lo mau pulang jalan kaki gitu? Mau mati lo?"

Cinta Sepihak √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang